Babak Akhir Kasus Alih Muat Batu Bara, Ini Harapan Kuasa Hukum Terdakwa

Babak Akhir Kasus Alih Muat Batu Bara, Ini Harapan Kuasa Hukum Terdakwa

Terkini | bandungraya.inews.id | Senin, 4 November 2024 - 16:20
share

BANDUNG, iNewsBandungRaya.id - Kasus perjanjian alih muat batu bara antara PT IMC dengan PT SLE siap memasuki babak akhir. Dijadwalkan, majelis Hakim Pengadilan Negeri Batulicin akan membacakan putusannya pada Selasa (5/11/2024).

Kuasa hukum para terdakwa, Sabri Noor Herman berharap, majelis hakim bisa melihat fakta persidangan dan memutus keputusan secara adil.

Namun, apabila putusan kelak tak bersesuaian dengan fakta persidangan, pihaknya akan mencari keadilan sesuai jalur yang disediakan oleh Negara.

Kami akan melakukan upaya hukum, baik ke Komisi Yudusial (KY) maupun Badan Pengawasan Mahkamah Agung yang melindungi pencari keadilan, ucap Sabri dalam keterangan resminya, Senin (4/11/2024).

Sebagai informasi, kontrak bisnis alih muat batubara antara PT IMC dengan PT SLE berlangsung pada 1 September 2022 di Kalimantan Timur.

Namun, pelaksanaan kontrak bisnis tersebut malah menjadi dakwaan pidana yang menjerat dua mantan Direksi dan juga seorang mantan manajer IMC dengan pasal 404 ayat 1 KUHP.

Dakwaan pidana ini juga terkesan dipaksakan mengingat kontrak bisnis merupakan kontrak bisnis alihmuat sedangkan dakwaan pasal 404 KUHP umumnya timbul dalam pelaksanaan perjanjian kredit dalam kaitannya dengan jaminan berupa tanah.

Dalam perkara ini, tiga terdakwa yakni T, II, dan HT didakwakan bersalah oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Kalsel dan Kejaksaan Negeri Tanah Bumbu, melakukan tindak pidana berdasarkan Pasal 404 Ayat (1) Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana yang berbunyi, yakni barang siapa menarik barang milik sendiri atau orang lain yang masih ada ikatan hak gadai, hak pungut hasil, atau hak pakai atas barang tersebut.

JPU menuntut ketiganya dengan hukuman pidana penjara selama 1 tahun. Tak hanya itu, JPU juga menuntut agar Kapal FC Ben Glory yang telah disita oleh pengadilan turut dirampas oleh negara dan diberikan sebagai ganti rugi kepada korbannya, PT SLE.

Perihal dakwaan dan tuntutan pidana itu, Sabri menilai terkesan dipaksakan. Sebabnya, dari fakta hukum dan fakta persidangan, tidak ada yang bisa membuktikan pasal 404 ayat 1 KUHP Pidana.

Kami tanyakan di persidangan ketika saksi pelapor Tan Paulin (Direktur SLE) dan adiknya Denny Irianto (Dirut SLE) menjadi saksi di persidangan, adakah perjanjian lain selain daripada perjanjian jasa alihmuat, keduanya menjawab tidak ada. Jadi, sebenarnya tidak ada dasar menjadi surat dakwaan. Sangat kental sekali pemaksaan, jelas pengacara senior itu.

Sementara kapal FC Ben Glory adalah milik PT IMC dan bukan milik para terdakwa yang hanya merupakan profesional di perusahaan dan tidak ada fakta hukum yang membuktikan bahwa kapal tersebut diperoleh dari tindak kejahatan atau digunakan untuk kejahatan.

Karena itu dalam nota pembelaan kami meminta agar para terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan dan kapal FC Ben Glory dikembalikan kepada IMC, selaku pemilik sahnya, tegas Sabri.

Profesor Elfrida Ratnawati Gultom, pakar hukum dari Universitas Trisakti selaku saksi ahli yang meringankan terdakwa, menyatakan bahwa perjanjian ini memenuhi unsur-unsur sah perjanjian sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata.

Oleh karena itu, perjanjian alih muat ini masuk ke ranah perdata, bukan pidana, dan segala perselisihan terkait perjanjian tersebut seharusnya diselesaikan melalui mekanisme perdata seperti arbitrase atau musyawarah,tandasnya.

Topik Menarik