KPK Segera Mengusut Dugaan Korupsi Pemotongan Honor Hakim Agung
JAKARTA, iNewsTangsel.id - Penetapan Sunarto sebagai Ketua Mahkamah Agung RI tidak menghambat upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menyelidiki dugaan korupsi terkait pemotongan honor hakim agung pada Tahun Anggaran 2022-2023 sebesar Rp 138 miliar.
KPK berencana menindaklanjuti pengaduan tersebut ke tahap penyelidikan pekan depan. Sugeng Teguh Santoso, SH, Ketua Indonesia Police Watch (IPW), dan Petrus Selestinus, SH, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), memberikan apresiasi atas komitmen KPK untuk menjalankan proses hukum secara adil. Hal tersebut diungkapkan keduanya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (24/10/2024), saat mengunjungi Gedung KPK.
Sugeng Teguh Santoso menyebutkan bahwa selain Sunarto, KPK juga akan memeriksa Suharto, Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial, dan Asep Nursobah, Panitera MA sekaligus Penanggung Jawab Anggaran Honorarium Penanganan Perkara (HPP). Uang sebesar Rp 138 miliar diduga dibagi ke dalam tiga kluster: pimpinan MA sebesar Rp 97 miliar, supervisor sebesar Rp 26,1 miliar, dan tim pendukung administrasi yudisial sebesar Rp 14,9 miliar.
Garuda Segera Terapkan Tarif Tambahan
Pemeriksaan terhadap Sunarto, Suharto, dan pihak lainnya mencuat setelah Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, memastikan bahwa lembaganya akan memproses laporan IPW dan TPDI mengenai dugaan korupsi pemotongan honor hakim agung serta gratifikasi. Laporan tersebut masih dalam proses telaah di Direktorat Penerimaan Layanan Pengaduan Masyarakat (PLPM), belum masuk tahap penyidikan.
Petrus Selestinus menambahkan bahwa dugaan pemotongan honor hakim agung ini melibatkan pimpinan MA dan kesekretariatan panitera, yang disebut-sebut telah menikmati uang hasil pemotongan sebesar Rp 138 miliar. Meskipun tindakan tersebut diduga mencoba dilegitimasi melalui peraturan internal, unsur korupsi tetap terpenuhi. Distribusi dana tersebut disembunyikan dalam keputusan Sekretariat MA dan nota dinas panitera terkait alokasi HPP.
Prosedur pemotongan dana HPP dilakukan secara otomatis melalui Bank Syariah Indonesia (BSI), yang memotong 25,95 dari dana yang diterima hakim agung tanpa persetujuan tertulis atau lisan. Pemotongan ini juga melibatkan distribusi dana kepada supervisor dan tim pendukung administrasi yudisial. Beberapa hakim agung sempat menolak pemotongan ini, namun diduga mengalami intervensi dari pimpinan MA.
Petrus menduga adanya pemaksaan sistematis terkait pemotongan ini, karena para hakim agung diminta menandatangani surat pernyataan bersedia dipotong dana HPP sebesar 40. Intervensi ini dinilai tidak wajar, karena pemotongan HPP seharusnya ditentukan oleh hakim agung yang bersangkutan.
Sugeng Teguh Santoso menyatakan keyakinannya bahwa Presiden Terpilih Prabowo Subianto akan mendorong KPK untuk menindak tegas dugaan korupsi ini sesuai ketentuan hukum.