Universitas Indonesia Turut Berkontribusi Wujudkan Indonesia yang Lestari

Universitas Indonesia Turut Berkontribusi Wujudkan Indonesia yang Lestari

Terkini | inews | Selasa, 17 September 2024 - 11:58
share

JAKARTA, iNews.id - Sebagai perguruan tinggi tertua di Indonesia, Universitas Indonesia tidak hanya memiliki sejarah panjang dalam mencetak generasi cerdas, namun juga berkomitmen kuat dalam merawat lingkungan. 

Kampus UI yang luas, dengan beragam flora dan fauna, menjadi laboratorium hidup bagi para mahasiswa dan peneliti untuk menggali solusi atas tantangan lingkungan. 

Melalui berbagai program dan kegiatan, UI terus berupaya mengintegrasikan prinsip-prinsip keberlanjutan ke dalam seluruh aspek kehidupan kampus, menjadikan UI tidak hanya sebagai pusat ilmu pengetahuan, tetapi juga sebagai pionir dalam pembangunan berkelanjutan.

Salah satu implementasinya adalah dengan menyediakan Tempat Pengelolaan Sampah (TPS) di setiap fakultas. Para civitas juga wajib memilahnya sebelum dimasukan ke tempat sampah yang sesuai jenisnya. Sampah-sampah tersebut lantas diolah. Tidak main-main, program tersebut telah diterapkan oleh UI sejak 10 tahun yang lalu. 

Direktur Operasi dan Pemeliharan Fasilitas Universitas Indonesia, Dwi Marta Nurjaya mengatakan, sebagian sampah yang ada di UI akan diolah di dalam kampus, dan lainnya akan dibawa keluar. 

“Sebagian diolah, sebagian kita bawa keluar. Dalam hal kita tidak punya hak atau tidak punya kemampuan mengolah sampah tersebut. Contohnya adalah sampah B3 (bahan beracun dan berbahaya),” tuturnya. 

Salah satu contoh sampah B3 adalah sampah elektronik yang kemudian dikategorikan sebagai e-waste, sehingga pihak kampus tidak bisa mengolahnya. Meski begitu, sampah yang bersifat organik, seperti dedaunan dapat diolah oleh pihak kampus sendiri. 

Sampah organik diolah menjadi kompos dan pupuk. Di UI, telah tersedia beberapa laboratorium yang bergerak khusus untuk pengolahan sampah, salah satunya Laboratorium Parangtopo. Laboratorium Parangtopo mengolah sampah-sampah organik menjadi kompos, pupuk cair, dan gas. Untuk memudahkan dalam hal memilih sampah, pihak kampus telah menyediakan tempat sampah dengan berbagai warna sesuai kategori sampah.

Dalam mengolah sampah organik, kampus yang 50 persen kawasannya terdiri dari hutan ini menggunakan metode kompos alami, yaitu dengan pencacahan dan disiram dengan air. Sedangkan untuk sampah makanan, pengolahan dilakukan di Lab Parangtopo. 

“Meskipun waktunya memang lebih lama, tapi kami yakin semua sampah organik mampu kami olah sendiri di kampus,” kata Jaya. 

Saat ini, sampah plastik menjadi salah satu perhatian khusus pihak kampus. Sebelumnya, sampah plastik dan kertas akan dibawa ke bank sampah atau tempat penampungan sampah plastik dan kertas. Tapi, mulai 2023, UI mendirikan satu unit kerja khusus, yaitu Center of Sustainability and Waste Management yang nantinya akan memberikan solusi atau jalan keluar untuk sampah plastik dan kertas. 

“Artinya, semua sampah itu akan diolah di dalam UI. Jadi suatu saat mungkin akan tercapai,” ucap Jaya. 

Hasil pengelolaan sampah berupa pupuk kompos tersebut akan digunakan di internal kampus serta diberikan secara gratis untuk para civitas UI, khususnya para dosen. 

Selain pengolahan sampah, UI juga telah menerapkan Program 3R (reduce, reuse, recycle). Salah satu wujudnya yaitu dengan tersedianya drinking containers atau air minum siap konsumsi, sehingga dapat mengurangi penggunaan kertas dan plastik. 

“Jika dilihat, kita tidak bisa lepas dari plastik. Maka, yang kita batasi adalah plastik kemasan dan sekali pakai,” ujar Jaya. 

Menariknya, setiap tahun ajaran baru, UI akan memberikan edukasi kepada para mahasiswa baru, yang dimulai dari pengenalan dan sosialisasi membuang sampah pada tempatnya, hingga memilah sampah sesuai jenisnya. Harapannya, hal baik ini akan menjadi kebiasaan civitas, baik saat di kampus maupun di masyarakat. 

Mahasiswa Dirikan Bank Sampah

Pengelolaan sampah juga dilakukan oleh mahasiswa sendiri. Beberapa mahasiswa membuat bank sampah. Mereka mengambil sampah plastik yang ada di kampus dan kemudian memrosesnya untuk meningkatkan nilai jualnya. 

Contohnya, sampah plastik yang awalnya berbentuk botol, kemudian ditipiskan secara manual dengan cara diinjak, lalu dicacah. Sampah plastik yang sudah dicacah atau dikecilkan ukurannya, akan dijual. Harga per-kilonya akan lebih mahal dibanding wujud semula. 

Tidak hanya itu, UI juga bekerja sama dengan beberapa lembaga yang menyediakan bank sampah di koperasi. Para mahasiswa dapat menukarkan botol bekasnya dengan poin. Kemudian, poin tersebut dapat ditukar dengan barang atau uang. 

Bukan hanya sebagai edukasi bagi warga kampus, pengolahan sampah juga menjadi kurikulum di UI. Pada jurusan biologi, pengolahan sampah menjadi mata kuliah pemanfaatan atau daur ulang. Kemudian, di Departemen Teknik Lingkungan terdapat mata kuliah tentang Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), pengolahan sampah kota, dan pengolahan sampah kawasan. 

Kemudian, edukasi tentang pengolahan sampah juga disisipkan ke dalam mata kuliah dasar atau MPKT. Dalam mata kuliah tersebut terdapat pelajaran mengenai etika dalam membuang sampah. 

UI Jadi Kampus Nomor 1 dalam Penerapan SDGs

Upaya UI menjaga lingkungan tetap lestari tidak hanya sebatas pada pengelolaan sampah. UI juga berinisiatif menjaga kualitas air. Tak heran, UI dinobatkan menjadi kampus nomor satu dalam pelaksanaan Sustainable Development Goals (SDGs). 

Pada 17 Agustus 2024, UI bekerja sama dengan UKK Biomedik melakukan kegiatan penuangan eco enzyme dan berhasil tercatat dalam rekor MURI Indonesia. 

Kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas air yang ada di danau dan diharapkan dapat mengisi SDGs nomor 14, yaitu Life Below Water. 

Upaya lain UI untuk mendorong terciptanya ekosistem pendidikan tinggi yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan dengan menstimulasi para mahasiswa menggunakan transportasi umum. Bahkan, ke depan, UI juga berencana memberikan insentif parkir gratis untuk mahasiswa yang menggunakan kendaraan listrik. 

Untuk mempermudah akses pada angkutan publik, kampus tertua di Indonesia ini juga bekerja sama dengan Transjakarta. Kerja sama berupa penyediaan halte Transjakarta yang awalnya satu rute, menjadi dua rute. 

Selain itu, UI juga memproduksi bus listrik yang telah digunakan pada G20. “Sejak 2 tahun yang lalu, UI berusaha untuk mengkonversi atau menggunakan bus listrik dan sekarang UI memiliki 2 bus listrik. Bus listrik sendiri sukses menjadi primadona bagi para mahasiswa,“ ucap Jaya. 

Wisata Edukasi UI 

Upaya UI untuk menjadi katalisator perubahan menuju dunia yang lebih lestari juga mendapat respons positif dari pemerintah.

Tahun ini, UI dipercaya untuk mengelola hutan UI menjadi arboretum. Dengan program ini, UI akan lebih leluasa untuk memberikan edukasi secara meluas baik pada mahasiswa maupun siswa sekolah dasar, menengah, dan masyarakat umum. 

Terkait hal ini, UI mendapat modal pemerintah berupa lahan tanah seluas 300 hektare. Lebih dari 100 hektare tanah akan dijadikan sebagai hutan kota. Hal tersebut merupakan upaya UI untuk kelancaran lingkungan dan akan dijadikan arboretum. 

Hari Ozon Menurut UI

Salah satu peran penting hutan adalah menjaga keseimbangan atmosfer kita. Pohon-pohon melalui proses fotosintesis menyerap karbon dioksida dan melepaskan oksigen, gas yang kita hirup untuk bernapas. Oksigen ini tidak hanya penting bagi manusia, tetapi juga bagi seluruh makhluk hidup di Bumi.

Selain menghasilkan oksigen, hutan juga berperan dalam menjaga lapisan ozon. Tak heran, UI  terus menjaga hutan yang dimiliki.  Kini kawasan hijau UI menjadi salah satu sumbangsih terbesar terhadap lingkungan, terutama untuk menjaga lapisan ozon. 

Jaya mengatakan bahwa UI merupakan kawasan hijau terbesar di Depok. “Alhamdulillah, mungkin kalau kita lihat dari Google Maps ke area Depok, area yang paling banyak hijaunya itu UI,” tuturnya. 

Pihaknya berharap, ke depan, berbagai departemen atau jurusan yang mempelajari tentang lingkungan memiliki inisiatif untuk kembali menanam pohon dan dijadikan gerakan nasional. 

“Jika 10 tahun yang lalu setiap mahasiswa dan siswa baru ditugaskan untuk membawa bibit pohon, kami berharap dapat memulainya lagi di area yang gundul atau mengalami kerusakan,” ujarnya. 

Komitmen UI untuk mengurangi efek rumah kaca, juga dilakukan dengan penghitungan carbon footprint. “Jadi, pihak kampus akan menghitung seberapa banyak karbon yang dikeluarkan dari aktivitas perkuliahan dari awal sampai akhir. Kemudian, dari database yang dimiliki harus dikurangi. Hal tersebut sebagai upaya mengurangi efek dari gas rumah kaca,“ kata Jaya. 

Selain itu, UI turut melakukan program monitoring energi. Mereka akan melakukan kalkulasi dan evaluasi, seberapa besar elah dipergunakan seiring bertambahnya jumlah gedung. Untuk mengontrol penggunaan energi listrik, setiap fakultas akan dipasang meteran. Civitas juga akan didorong melakukan upaya penghematan listrik dan energi lainnya.   

Menariknya, untuk meminimalisir penggunaan listrik, arah bangunan UI selalu membujur ke utara dan selatan karena dari pagi hingga sore, bangunan akan mendapat cahaya alami matahari. Tentunya, hal tersebut akan mengurangi penggunaan lampu dan AC.

“Kerja sama juga dilakukan bersama salah satu laboratorium di Fakultas MIPA, di mana gas buang CO serta Co2 akan dipantau dan hasilnya akan dapat dilihat di website UI,“ ucap Jaya. 

Terkait pengurangan energi, UI memiliki kebijakan konservasi lahan. Dengan kebijakan ini, pembangunan hanya dapat dilakukan jika memenuhi syarat yakni minimal 8 lantai. Dengan demikian penggunaan lahan akan jauh lebih efisien. Kebijakan lain setiap gedung baru yang dibangun harus dapat mengkonversi energi listrik dengan menerapkan penggunaan PLTS. 

Berbicara mengenai penerapan PLTS, beberapa fakultas UI sudah menerapkannya hingga lebih dari 200 kilowatt.

UI juga mewajibkan rain harvesting atau memanen air hujan. Air hujan akan ditampung dan akan digunakan untuk keperluan tertentu, seperti menyiram tanaman. 

Jaya berpesan, agar keadaan bumi dan ozon terus terjaga, hendaknya kita memulainya dari hal sederhana di lingkungan kita, seperti kembali menanam pohon.  

“Kita harus selalu bisa menanam pohon supaya tadi ozon dan oksigen kita selalu terjaga. Dan kalau tidak dimulai dari sekarang, kapan lagi?” tutur Jaya. 

Topik Menarik