Harga hingga Miliaran, Ternyata Pola Pemasaran Industri Properti di RI Masih Tradisional
JAKARTA - Pola pemasaran properti di Indonesia dinilai masih tradisional. Padahal harga properti bisa mencapai miliaran Rupiah. Apalagi bagi kebanyakan orang, membeli properti merupakan pengeluaran terbesar sepanjang hidup bahkan sampai harus dicicil hingga belasan tahun.
Properti juga bukan sekadar dibeli kemudian digunakan, tapi ada banyak hal yang harus dilakukan terkait maintenance untuk memastikan produknya tetap prima.
Menurut CEO Sentul City Tbk (BKSL) Eddy Sindoro, sepenting dan sebesar itu nilai properti tapi hingga saat ini pola-pola pemasarannya masih sangat tradisional bahkan terbelakang dibandingkan produk lain yang harganya jauh lebih murah. Dunia properti seperti primitif bila dibandingkan produk lifestyle yang pola-pola pemasarannya sangat up to date.
Alasan Irwansyah Terbuka Jadi Pelatih Bulu Tangkis di India, Tegaskan Bukan Semata-mata karena Uang!
“Kita bisa lihat misalnya bisnis retail mal dengan showcase yang keren bahkan juga bisnis kuliner, begitu canggih pemasarannya. Sementara bisnis properti sangat terbelakang, padahal yang dijual produk seharga miliaran tapi seperti barang tak berharga. Ini yang ingin kita ubah dengan pola-pola baru yang komprehensif dan melibatkan banyak pihak yang nanti hasilnya win-win semuanya bisa untung,” ujar Eddy dalam keterangannya, Jakarta, Rabu (4/9/2024).
Di sisi lain, perlu pengelolaan yang tepat untuk memastikan properti yang dimiliki tetap terkelola dengan baik. Untuk itu, Sentul City berkolaborasi dengan Bank Ina Perdana Tbk (BINA).
Direktur Utama Bank Ina Henry Koenaifi mengatakan, ada kebutuhan pasar yang besar untuk tempat tinggal yang berkualitas dan siap huni. Hal ini mendorong untuk mengeluarkan produk pembiayaan yang sesuai dengan perkembangan tren pasar kekinian.
“Kami melihat Sentul City memiliki potensi pasar sekunder sangat besar. Melalui kerjasama ini kami hadir mendukung Sentul City dan konsumennya untuk mendapatkan pembiayaan KPR unit sekunder. Potensi bursa sekunder sangat besar hingga bisa terjadi likuiditas dan cost of strategy owning di Sentul City menjadi affordable," katanya.