Cerita Guru Besar UGM Kembangkan Pesawat Tanpa Awak, Daya Jelajah Capai 300 Km

Cerita Guru Besar UGM Kembangkan Pesawat Tanpa Awak, Daya Jelajah Capai 300 Km

Terkini | inews | Rabu, 4 September 2024 - 06:28
share

YOGYAKARTA, iNews.id - Dosen Fakultas Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dr Gesang Nugroho menciptakan pesawat nirawak yang sudah dilengkapi sistem autopilot. Pesawat ini punya kemampuan jelajah terbang sesuai dengan titik koordinat yang dipasangkan.

Gesang dikukuhkan sebagai Guru Besar setelah 12 tahun mengembangkan pesawat tanpa awak tersebut. Dia juga meraih dua paten terkait pencetakan komposit dengan batuan tekanan balon yang diberi nama Bladder Compression Moulding (BCM).

Dia mengatakan pesawat tanpa awak yang dikembangkannya diberi nama Palapa S-1 dengan panjang 2 meter dan Palapa S-2 panjangnya 3,3 meter.

Menurutnya, selama terbang pesawat ini mampu mengambil foto dan video yang akan dikirim pada ground control station.

"Palapa S-1 mampu terbang 6 jam nonstop, palapa S-2 bisa terbang 10 jam nonstop. Untuk UAV S-1, sudah menggunakan telemetri wifi internet dengan jarak tempuh hingga 50 kilometer," ujarnya dikutip dari laman UGM, Rabu (4/9/2024).

Menurutnya, Palapa S-1 memiliki kemampuan daya terbang hingga 300 km namun komunikasi foto dan video terputus untuk jarak sejauh itu. Sementara Palapa S-2 menggunakan telemetri satelit sehingga memiliki kemampuan daya jangkauan tak terbatas.

"Namun pesawat yang kedua ini, belum selesai dikembangkan. nantinya akan dilengkapi sistem autopilot dan sistem komunikasinya menggunakan telemetri satelit sehingga tak terbatas jangkauannya. Saat ini baru tahap fase membuat bodinya, katanya.

Meski masih menggunakan tingkat komponen dalam negeri besar 25-30 persen, Gesang optimis pengembangan pesawat tanpa awak di tanah air nantiya akan terus berkembang karena sangat diperlukan. Selain untuk kepentingan militer namun juga bisa digunakan untuk kepentingan pemetaan, surveilans, dan pemantauan bencana. Bahkan untuk kepentingan pemeliharaan tanaman pertanian dan perkebunan.

Pihaknya mendorong perkembangan industri komponen pesawat dan industri pembuatan bodi pesawat dari komposit. Alasannya pesawat tanpa awak yang dikembangkannya harganya jauh lebih murah dibanding dengan pesawat UAV dari lua. Tidak hanya lebih murah, bahkan untuk pemeliharaan dan perawatan pesawat pun bisa dilakukan di dalam negeri.

Harganya jauh lebih ekonomis, pesawat sekelas ini dijual di Indonesia bisa sampai Rp3 miliar. Untuk pesawat kita harganya bisa di bawah Rp1 miliar, katanya.

Pada pidato pengukuhan yang berjudul Membangun Industri Pesawat Tanpa Awak Indonesia, Prof Gesang menyampaikan teknologi pesawat tanpa awak atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV) saat ini semakin maju dan berkembang. Saat ini, UAV tidak hanya merupakan perangkat teknologi canggih semata, tetapi juga merupakan sebuah gebrakan revolusioner yang mengubah perspektif kita terhadap dunia.

Mulai dari kegunaan di sektor militer hingga penerapannya dalam berbagai bidang sipil, UAV telah melangkah masuk ke setiap aspek kehidupan masyarakat dengan kecepatan yang menakjubkan. Oleh karena itu, masyarakat dan pemerintah mau menggunakan produk produk hasil riset bangsa sendiri.

"Apabila kerja sama saling mendukung sudah berjalan dengan baik, maka konsep Invention, Application and Utilization (IAU) akan berjalan berkesinambungan sehingga industri manufaktur akan tumbuh dan berkembang di tanah air," ucapnya.

Topik Menarik