Dokter Tirta Ungkap Sisi Gelap Profesi Dokter, Sengsara!

Dokter Tirta Ungkap Sisi Gelap Profesi Dokter, Sengsara!

Terkini | okezone | Kamis, 22 Agustus 2024 - 06:00
share

ISU terkait dunia kedokteran kini tengah mencuat. Bahkan, sisi gelap terkait profesi ini satu persatu mulai terungkap. Hal ini menyusul hebohnya kasus bunuh diri seorang dokter muda sekaligus peserta PPDS Anestesi UNDIP Semarang karena dugaan aksi perundungan.

Kasus tersebut lantas membuat Dokter Tirta teringat akan sisi gelap dari profesi yang terkenal bergaji tinggi tersebut. Padahal, menurut Dokter Tirta, pada faktanya dokter terbilang merupakan sebuah profesi yang sengsara. Terlebih jika tidak menjadi dokter spesialis dan tidak ditugaskan di area yang strategis.

Justru saat itu (setelah masuk kuliah kedokteran) aku baru tahu ternyata jadi dokter kalau gak jadi spesialis itu sengsara. Dan kalaupun jadi spesialis kalau gak di lahan basah itu juga sengsara," ujar dokter Tirta, saat podcast bersama Feni Rose, melansir dari akun YouTube Feni Rose Official, Kamis (22/8/2024)

Dokter Tirta lantas menyebut, proses menjadi dokter spesialis juga tidak mudah. Butuh perjuangan yang sangat keras. Mulai dari masa kuliah yang lama, hingga harus dibayar murah saat pertama kali menjalani profesi.

Bahkan, jika tidak memiliki networking alias jalur orang dalam di awal-awal karier, profesi dokter akan banyak memiliki tantangan. Sebab bisa ditugaskan di daerah yang jauh dari keluarga dan penuh dengan lingkungan tidak sehat.

Prosesnya tuh kaya maraton. Kuliahnya lama banget dan proses juga lama. Setelah lulus dokter umum harus internship. Setelah internship gajinya pas-pasan dan harus berjuang keras lima tahun lagi untuk jadi spesialis, katanya.

Setelah lima tahun kalau punya networking bagus akan kerja di lahan basah. Jadi lahan basah tuh deket keluarga, masih di Pulau Jawa. Tapi kalau ingin tantangan bisa ke daerah tiga T yang mana sangat stressfull dan jauh dari keluarga, katanya.

Dokter lulusan Universitas Gadjah Mada itu lantas mencontohkan perjuangannya ketika menjalani koas (Co-ass) pada 2014 tepatnya pada saat program BPJS Kesehatan di Indonesia perdana diberlakukan.

Saat itu, Dokter Tirta sempat mengira, perjuangannya telah selesai usai menjadi dokter umum. Dia berpikir, setelah itu akan dinas di puskesmas kemudian mengambil SIP dan lantas berekspetasi mendapat gaji sekitar Rp30-40 juta. Namun, faktanya justru tidak demikian.

Itu udah keos banget, antrian BPJS panjang. Jadi saat itu aku melihat uncertain, wah pusing banget nih. Ku pikir setelah jadi dokter umum udah. Kita dinas di Puskesmas, ambil tiga SIP, atau dokter-dokter kita udah bisa dapet gaji 30-40 (juta). Ternyata enggak, tuturnya.

Bahkan, Dokter Tirta mengaku, saat itu, dia justru hanya menerima upah shift jaga sekitar Rp100-150 ribu per-harinya. Dari sana, Dokter Tirta mulai merasa, bahwa profesi dokter kerap mendapat upah yang tidak sebanding dengan perjuangan mereka.

Uang duduk aja (saat itu) masih 100-150 ribu sehari. Uang duduk itu di dalam dokter ada yang jaga, kalau kita jaga duduk doang itu sehari segitu, katanya.

Namun, di sisi lain, masyarakat dan sejumlah pihak justru berdalih bahwa profesi dokter adalah sebuah pengabdian yang semestinya mereka lakukan dengan ikhlas.

Topik Menarik