Dugaan Penggelapan dan Pencucian Uang EMA Laporkan Petinggi EEES ke Polres Metro Jaksel

Dugaan Penggelapan dan Pencucian Uang EMA Laporkan Petinggi EEES ke Polres Metro Jaksel

Terkini | tangsel.inews.id | Minggu, 15 Desember 2024 - 12:20
share

JAKARTA, iNewsTangsel.id - PT Energi Maju Abadi (EMA) berpotensi mengalami kerugian lebih dari USD 31 juta akibat dugaan penggelapan dana yang melibatkan Kenny Wisha Sonda (KWS), Legal Counsel dari Energy Equity Epic (Sengkang) Pty., Ltd. (EEES), bersama sejumlah petinggi EEES lainnya. Dugaan tersebut meliputi kegagalan distribusi pendapatan kepada EMA, penggunaan dana di luar perjanjian, dan pelanggaran kewajiban perpajakan.

“EMA mengalami kerugian finansial yang signifikan akibat tindakan dugaan penggelapan dana oleh KWS bersama Direktur, General Manager, dan Manajer Keuangan EEES. Mereka diduga menghalangi distribusi pendapatan operasional minyak dan gas bumi di WK Sengkang yang menjadi hak EMA berdasarkan kepemilikan participating interest (PI) sebesar 49. Dana tersebut diduga digunakan untuk kepentingan EEES secara melawan hukum,” ujar kuasa hukum EMA, Arsa Mufti Yogyandi, dalam pernyataan tertulisnya pada Jumat (13/12/2024).

Pendapatan dari WK Sengkang yang seharusnya menjadi hak EMA berdasarkan perjanjian 29 November 2018 diduga sepenuhnya dikuasai oleh EEES. Berdasarkan perjanjian tersebut, EMA memiliki PI sebesar 49, di mana sebagian besar pendapatan digunakan untuk melunasi pinjaman, bunga EEES, dan pajak penghasilan sebelum pengalihan PI. Namun, EEES dituding menguasai penuh pendapatan tersebut tanpa pembagian yang sah.

“Faktanya, pendapatan dari PI EMA di WK Sengkang yang seharusnya didistribusikan kepada EMA telah dikuasai sepenuhnya oleh EEES dari November 2018 hingga Maret 2023,” ungkap Arsa.

Selain itu, Arsa menambahkan bahwa EEES diduga melakukan pengeluaran di luar kesepakatan, sehingga terjadi pembengkakan biaya operasional di WK Sengkang. Hal ini mencakup pembayaran bunga dan pokok pinjaman yang melebihi batas kesepakatan serta penggunaan tambahan pendapatan dari 1 PI untuk kepentingan yang tidak disepakati.

 

“EEES juga diduga tidak memenuhi kewajiban pembayaran pajak atas pendapatan yang menjadi hak EMA, meskipun mereka terus menguasai penghasilan tersebut sejak 2018 hingga 2023. Hal ini menyebabkan potensi kerugian lebih lanjut bagi EMA dan melanggar peraturan perpajakan,” tegas Arsa.

Dalam persidangan pada 19 November 2024, ahli pidana Dr. Mahmud Mulyadi menjelaskan bahwa unsur “memiliki” dalam Pasal 372 KUHP tentang penggelapan dapat terpenuhi apabila pelaku menahan barang milik orang lain tanpa tindakan langsung, misalnya menahan hak seseorang untuk mengakses sesuatu yang menjadi miliknya.

“Termasuk dalam bentuk tidak berbuat apa pun, tetapi juga tidak memberikan akses kepada pemiliknya. Contoh yang sering ditemukan adalah tukang parkir yang menahan mobil seseorang tanpa memberikan akses pengambilan,” ujar Mahmud.

Ia juga menegaskan bahwa penggelapan adalah delik formil, yang menitikberatkan pada tindakan pelaku, bukan akibatnya. Namun, jika pelaku mendapatkan otorisasi dari pihak terkait, unsur “melawan hukum” dapat dianggap tidak terpenuhi.

“Jika EMA memberikan persetujuan kepada EEES untuk menggunakan pendapatan mereka, maka unsur ‘melawan hukum’ dalam tindak pidana penggelapan otomatis gugur,” jelas Mahmud.

 

Namun, Mahmud menambahkan bahwa jika ada tindakan melawan hukum sebelum permintaan otorisasi, unsur penggelapan tetap dapat terpenuhi. Hal ini memerlukan pengujian lebih lanjut oleh ahli perdata.

“Adanya pelanggaran hukum sebelumnya dapat menjadi dasar pemenuhan unsur tindak pidana penggelapan,” tambahnya.

Terkait peran KWS, meskipun ia menjabat sebagai Legal Counsel, Mahmud menjelaskan bahwa jika terdapat imbalan tambahan di luar gaji pokok yang memotivasi KWS untuk memberikan arahan melawan hukum kepada EEES, hal itu dapat dianggap sebagai penganjuran (uitlokking).

“Jika KWS dengan sadar memberikan arahan melawan hukum atas dorongan atau imbalan tertentu, maka hal tersebut memenuhi unsur uitlokker,” ujar Mahmud.

EMA telah melaporkan KWS dan sejumlah petinggi EEES ke Polres Metro Jakarta Selatan pada 12 September 2022 atas dugaan penggelapan dan pencucian uang. Hingga saat ini, kasus tersebut masih dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Topik Menarik