IJTI Purwasuka Kecam Kekerasan terhadap Wartawan oleh Oknum Polisi
PURWAKARTA, iNewsSubang.id – Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Purwasuka menyayangkan insiden kekerasan terhadap wartawan yang dilakukan oleh oknum aparat masih terus terjadi. IJTI Purwasuka menegaskan dukungan agar oknum petugas yang terlibat diproses sesuai hukum yang berlaku.
Ketua IJTI Purwasuka, Dian Firmansyah, mengungkapkan bahwa insiden tersebut merupakan bentuk intimidasi yang mencederai kebebasan pers. IJTI Purwasuka meminta Kapolda Gorontalo, Irjen Pol Pudji Prasetijanto Hadi, agar menangani kasus ini secara serius.
“Kami sangat sesalkan hal tersebut. Ini merupakan bentuk intimidasi. Ini tentunya sangat mencederai kebebasan pers,” ujarnya, Selasa (24/12/2024).
IJTI Purwasuka juga mendesak agar Kombes Pol. yang diduga terlibat dalam insiden ini segera memberikan klarifikasi dan bertanggung jawab atas tindakannya. Jika terbukti bersalah, IJTI meminta oknum tersebut dijatuhi sanksi sesuai hukum, baik secara internal di institusi Polri maupun melalui proses pidana.
Dian menambahkan, tindakan tersebut melanggar Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, khususnya Pasal 4 yang menjamin hak pers dalam mencari, memperoleh, mengolah, dan menyebarluaskan informasi.
"Pasal 18 UU yang sama mengancam siapa pun yang menghalangi kerja jurnalistik dengan pidana maksimal dua tahun penjara atau denda hingga Rp500 juta," jelasnya.
Senada dengan pernyataan tersebut, Ketua Umum IJTI Pusat menegaskan bahwa kekerasan terhadap jurnalis merupakan ancaman serius terhadap kebebasan pers. “Perbuatan ini tidak hanya melukai korban, tetapi juga mencoreng citra kepolisian sebagai pelindung rakyat sekaligus mitra jurnalis. Tindakan ini dapat dikenai sanksi pidana sebagaimana diatur dalam UU Pers,” tegasnya.
Insiden tersebut terjadi pada Senin, (23/12/2024), ketika Ridha Yansa, seorang jurnalis RTV, meliput aksi unjuk rasa oleh Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) Badko Sulawesi Utara-Gorontalo di Mapolda Gorontalo. Demonstrasi tersebut memprotes maraknya peredaran rokok ilegal di wilayah Gorontalo.
Saat aksi berlangsung, massa membakar ban di gerbang Mapolda sehingga situasi semakin kacau. Polisi melakukan penangkapan terhadap beberapa peserta aksi. Ketika Ridha merekam peristiwa tersebut, Kombes Pol. Tony E.P. Sinambela menghampirinya dan memukul tangan Ridha yang memegang ponsel. Akibatnya, ponsel Ridha yang baru dibeli terjatuh dan mengalami kerusakan pada LCD sehingga tidak bisa digunakan.
IJTI menegaskan bahwa tindakan tersebut mencerminkan pelanggaran serius terhadap tugas jurnalistik yang seharusnya dilindungi oleh negara, termasuk aparat kepolisian.
"IJTI Pusat mendesak Kepolisian RI untuk segera mengusut tuntas kasus ini dan memberikan sanksi tegas kepada Kombes Pol. Tony E.P. Sinambela sesuai hukum yang berlaku," ujar Herik Kurniawan, Ketua Umum IJTI Pusat.
Herik juga meminta Polda Gorontalo untuk menjamin keamanan jurnalis dalam menjalankan tugas di lapangan. Ia menegaskan bahwa semua institusi kepolisian harus menghormati peran jurnalis sebagai bagian penting dari transparansi dan akuntabilitas publik.
"IJTI mengingatkan seluruh jurnalis untuk menjalankan tugas secara profesional, berpegang pada prinsip-prinsip kode etik jurnalistik, dan selalu menghormati aturan yang berlaku. Profesionalisme jurnalis adalah bagian penting dalam menjaga kredibilitas dan integritas pers di mata publik," imbuhnya.
IJTI Pusat kembali mengingatkan bahwa kemerdekaan pers merupakan elemen vital demokrasi yang harus dijaga dari intervensi atau intimidasi oleh pihak mana pun, termasuk aparat negara. IJTI juga mengajak insan pers untuk bersolidaritas menghadapi ancaman terhadap kebebasan pers.