Ketua PN Jaksel Jadi Tersangka Suap, Prof Henry: Seharusnya Menjaga Peradilan!

Ketua PN Jaksel Jadi Tersangka Suap, Prof Henry: Seharusnya Menjaga Peradilan!

Nasional | sindonews | Senin, 14 April 2025 - 15:57
share

Pakar hukum Prof Henry Indraguna menyorotidugaan kasus suap yang melibatkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Muhammad Arif Nuryanta (MAN) beserta sejumlah hakim lainnya.

Arif Nuryanta bersama tiga hakim telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat.

"Sangat disayangkan, Muhammad Arif Nuryanta ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung karenadiduga menerimasuapRp60 miliar terkait putusan lepas perkara korupsi pemberian fasilitas CPO yang telah merugikan negara," ujar Prof Henry yang juga Wakil Ketua Dewan Pembina DPP Kongres Advokat Indonesia (KAI), Senin (14/4/2025).

Prof Henry mengungkapkan, Arif Nuryanta yang saat itu menjabat Wakil Ketua PN Jakpus seharusnya mengatur pembagian tugas para hakim, pembagian berkas perkara dan surat-surat lain yang berhubungan dengan perkara yang diajukan kepada Majelis Hakim untuk diselesaikan.

"Arif Nuryanta seharusnya menjaga agar penyelenggaraan peradilan terselenggara dengan wajar dan seksama," tegas Henry yang juga menjabat Penasihat Ahli Balitbang DPP Partai Golkar ini.

Dia mengapresiasi kinerja Penyidik Kejaksaan Agung yang telah menetapkan beberapa pihak dalam kasus ini, termasuk panitera Muda Perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara Wahyu Gunawan, serta advokat Marcella Santoso dan Ariyanto.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar sebelumnya menjelaskan, kasus ini bermula dari kesepakatan antara tersangka AR (advokat dari korporasi terdakwa kasus korupsi minyak goreng) dengan WG (panitera muda perdata PN Jakarta Utara). Dalam pertemuan itu, AR meminta agar perkara diputus lepas (ontslag) dengan menyediakan uang sebesar Rp20 miliar.

Namun, permintaan itu diteruskan oleh WG kepada MAN selaku Wakil Ketua PN Jakarta Pusat saat itu. MAN yang saat ini menjabat Ketua PN Jakarta Selatan, menyetujui permintaan itu.

Namun MAN meminta agar jumlahnya dinaikkan menjadi Rp60 miliar. Kesepakatan itu disetujui dan uang diserahkan dalam bentuk dolar AS.

Dari uang Rp60 miliar tersebut, WG mendapat bagian sebesar USD50.000 sebagai jasa penghubung. Setelah uang tersebut diterima, MAN menunjuk Ketua Majelis Hakim yaitu DJU, Hakim Ad Hoc AM, dan ASB sebagai hakim anggota.

Setelah terbit penetapan sidang, MAN memanggil DJU selaku Ketua Majelis, ASB selaku hakim Anggota dan memberikan uang dolar Amerika setara Rp4,5 miliar dengan tujuan untuk uang baca berkas perkara dan agar perkara tersebut diatensi.

Kemudian uang Rp4,5 milair tersebut dimasukkan ke dalam goodie bag yang dibawa oleh ASB. Pada bulan September atau Oktober 2024, MAN kembali menyerahkan uang sebesar Rp18 miliar dalam bentuk dolar kepada DJU. Uang itu kemudian dibagi di sebuah lokasi di Pasar Baru, Jakarta Selatan, kepada tiga hakim yang menyidangkan kasus ini.

Dalam putusan yang dijatuhkan pada 19 Maret 2025, majelis hakim menyatakan bahwa PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dalam dakwaan primer maupun subsider jaksa.

Namun, majelis menyatakan perbuatan itu bukan tindak pidana dan memutuskan lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging), serta memerintahkan pemulihan hak dan martabat terdakwa.

Topik Menarik