Pangeran Hisahito Belum Ingin Menikah, Kekaisaran Jepang Terancam Krisis Suksesi

Pangeran Hisahito Belum Ingin Menikah, Kekaisaran Jepang Terancam Krisis Suksesi

Gaya Hidup | sindonews | Selasa, 8 April 2025 - 11:00
share

Pangeran Hisahito, satu-satunya pewaris laki-laki di Kekaisaran Jepang, dikabarkan belum ingin menikah. Keputusan ini semakin memperburuk krisis suksesi yang telah lama mengancam keberlangsungan monarki tertua di dunia.

Dilansir dari AFP, Selasa (8/4/2025), dengan jumlah anggota keluarga kekaisaran yang terus berkurang dan aturan ketat yang melarang perempuan naik takhta, masa depan Kekaisaran Jepang kini menjadi sorotan.

Berdasarkan hukum Kekaisaran yang berlaku sejak 1947, hanya laki-laki yang dapat mewarisi takhta, sementara perempuan harus meninggalkan status kekaisaran jika menikahi rakyat biasa. Hal ini semakin mempersempit garis keturunan kerajaan, terutama karena anggota keluarga laki-laki semakin sedikit.

Hisahito, yang baru menginjak usia 18 tahun, saat ini berada di urutan kedua dalam garis suksesi setelah ayahnya, Putra Mahkota Akishino. Namun, dalam konferensi pers perdananya baru-baru ini, Hisahito menyatakan bahwa ia belum memikirkan pernikahan dalam waktu dekat.

Foto/Reuters

“Mengenai pernikahan, saya belum memikirkan secara mendalam tentang waktu atau pasangan yang ideal,” kata Hisahito kepada wartawan.

Pernyataan ini semakin mengkhawatirkan bagi masa depan Kekaisaran Jepang. Kakaknya, Putri Mako, sudah melepas status kerajaannya setelah menikahi pria biasa, sementara Putri Aiko, putri Kaisar Naruhito, tidak dapat menjadi penerus takhta karena peraturan yang membatasi suksesi hanya bagi pria.

Dalam kesempatan yang sama, Hisahito juga berbagi tentang ketertarikannya pada lingkungan. Ia mengaku menikmati mengamati serangga, menanam sayuran, serta prihatin dengan dampak perubahan iklim terhadap kehidupan manusia.

“Saya merasa gugup berbicara dengan kalian semua," jelasnya.

Selain itu, ia juga mempertimbangkan kemungkinan untuk menempuh pendidikan di luar negeri, sebagaimana dilakukan beberapa anggota keluarganya sebelumnya.

“Sebagai anggota muda Keluarga Kekaisaran, saya bertekad untuk memenuhi peran saya,” ujarnya.

Meskipun Kekaisaran Jepang telah mengalami modernisasi, aturan suksesi tetap menjadi perdebatan. Mantan Kaisar Akihito, yang turun takhta pada 2019 karena usia dan kesehatannya, dikenal telah membawa institusi kerajaan lebih dekat dengan rakyat.

Namun, aturan ketat mengenai suksesi belum mengalami perubahan signifikan. Tahun lalu, parlemen mulai membahas kemungkinan pelonggaran aturan suksesi guna memastikan keberlanjutan Kekaisaran.

Jajak pendapat Kyodo News menunjukkan bahwa sekitar 90 persen masyarakat Jepang mendukung penerus perempuan untuk naik takhta. Perdana Menteri Shigeru Ishiba menegaskan urgensi isu ini.

“Menstabilkan jumlah anggota keluarga kekaisaran merupakan tantangan mendesak,” tuturnya.

Namun, perubahan tersebut masih menghadapi tantangan besar dari kelompok konservatif yang menganggap Kekaisaran Jepang sebagai simbol patriarki. Mereka menolak gagasan suksesi perempuan dan tetap ingin mempertahankan garis keturunan laki-laki.

Organisasi internasional pun turut menyoroti isu ini. Pada Oktober lalu, sebuah komite PBB merekomendasikan agar Jepang memberikan hak yang sama bagi perempuan dalam suksesi takhta, sebagaimana diterapkan di beberapa monarki lain. Namun, Jepang menolak rekomendasi tersebut dengan alasan bahwa aturan pewarisan takhta adalah bagian dari tradisi budaya, bukan isu hak asasi manusia.

Pemerintah Jepang bahkan menangguhkan pendanaan untuk komite hak-hak perempuan PBB serta membatalkan kunjungan salah satu anggotanya karena perbedaan pandangan mengenai hal ini.

Topik Menarik