Kapitalisasi Pasar Apple Rontok USD640 miliar dalam 3 Hari Akibat Tarif Trump
Kapitalisasi pasar Apple mengalami penurunan drastis, mencapai hampir USD640 miliar (Rp10.240 triliun), dalam tiga hari perdagangan terakhir. Para analis menilai Apple sebagai salah satu perusahaan yang paling rentan terhadap perang dagang, terutama karena ketergantungannya yang besar pada China, yang menghadapi tarif impor sebesar 54.
Penurunan nilai pasar Apple terus berlanjut di tengah kekhawatiran pasar terhadap dampak tarif perdagangan yang diumumkan. Saham perusahaan telah kehilangan sekitar 20 nilainya selama tiga hari perdagangan terakhir, menghapus hampir USD640 miliar dari kapitalisasi pasarnya.
Meskipun pasar secara umum menunjukkan kinerja yang lebih baik pada hari Senin dibandingkan dengan dua hari perdagangan sebelumnya, saham Apple kembali tertekan, mengalami penurunan sebesar 3,7.
Kekhawatiran yang meningkat bahwa perusahaan akan terkena dampak signifikan dari tarif yang diberlakukan oleh Presiden Donald Trump menjadi pemicu utama penurunan ini.
Aksi jual yang berkelanjutan ini menyebabkan penurunan nilai saham Apple selama tiga hari mencapai 19. Dampaknya, kapitalisasi pasar Apple hilang sebesar USD638 miliar (sekitar Rp10.208 triliun) hanya dalam 3 hari. Ini yang terbesar di dalam sejarah.
Apple Paling Rentan Karena Bergantung ke China
Para analis berpendapat bahwa Apple merupakan salah satu perusahaan yang paling rentan terhadap perang dagang. Hal ini disebabkan oleh ketergantungannya yang besar pada China, yang saat ini menghadapi tarif impor sebesar 54.Meskipun Apple juga memiliki fasilitas produksi di India, Vietnam, dan Thailand, negara-negara tersebut juga menghadapi peningkatan tarif sebagai bagian dari rencana luas pemerintahan Trump.
Di antara perusahaan-perusahaan teknologi dengan kapitalisasi pasar terbesar (megacap), Apple mengalami periode terberat. Pada hari Senin, hanya saham Apple, Microsoft (MSFT.O), dan Tesla (TSLA.O) yang mengalami penurunan di antara kelompok tujuh perusahaan teknologi raksasa tersebut.
Indeks Nasdaq Composite (IXIC) hanya mencatatkan kenaikan tipis pada hari Senin setelah mengalami penurunan tajam sebesar 10 pada minggu sebelumnya, kinerja mingguan terburuknya dalam lebih dari lima tahun.
Analis memperkirakan bahwa Apple kemungkinan besar harus menaikkan harga produknya atau menanggung biaya tarif tambahan ketika bea masuk baru mulai berlaku. Analis UBS memperkirakan pada hari Senin bahwa harga iPhone Pro atau Pro Max Apple dapat meningkat sekitar USD350 (sekitar Rp5,6 juta), atau sekitar 30, dari harga saat ini sebesar USD1.199 (sekitar Rp19,2 juta).
Analis Barclays, Tim Long, menulis bahwa ia memperkirakan Apple akan menaikkan harga. Alternatifnya, perusahaan dapat mengalami penurunan laba per saham (EPS) hingga sebesar 15. Long juga menambahkan bahwa Apple mungkin dapat mengatur ulang rantai pasokannya sehingga impor ke AS berasal dari negara-negara dengan tarif yang lebih rendah.
Apple menolak untuk memberikan komentar mengenaitariftersebut.