BNPT-DPR Perkuat Edukasi dan Literasi Bahaya Radikal Terorisme di Riau
Paham radikal terorisme menjadi ancaman nyata bagi persatuan dan perdamaian di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Oleh karena itu, masyarakat harus terus diberikan edukasi dan literasi terhadap bahaya paham kekerasan tersebut. Hal itulah yang mendasari BNPT dan Komisi XIII DPR berkolaborasi memperkuat ketahanan masyarakat. Salah satunya lewat kegiatan dialog kebangsaan “Dialog Kebangsaan dalam Rangka Memperkuat Persaudaraan untuk Menjaga Bangsa” di Gedung Daerah Balai Serindit Gubernuran Riau, Pekanbaru.
Kepala BNPT Komjen Pol. Eddy Hartono pada sesi talk show mengatakan bahwa dialog seperti ini menjadi sarana krusial untuk memperkuat persatuan dan kebangsaan.
“Kami melakukan dialog kebangsaan dimana kami bersama Komisi XIII DPR RI berkolaborasi dalam rangka untuk mengedukasi dan meliterasi terhadap bahayanya paham radikal terorisme di provinsi Riau sehingga ini perlu dilakukan,” ujar Eddy Hartono dikutip Jumat (28/3/2025).
Alumni Akpol 1990 ini menyebut, dialog seperti ini sangat penting sekali, sebagaimana tema yang diangkat yakni memperkuat persaudaraan untuk menjaga keutuhan bangsa. Karena sejatinya bangsa Indoensia memiliki sejarah panjang terhadap ancaman terorisme di tiga era, dimulai dari masa Orde Lama, Orde Baru dan Reformasi.
“Salah satu ujian negara ita adalah ancaman terorisme, diuji dengan pemberontakan DI/TII pada masa Orde Lama, sedangakan masa Orde Baru muncul kelompok residu dari DI/TII yang melakukan metamorfosis atau membentuk generasi baru dan pencegahannya lebih kepada melalui intelijen approach dimana saat itu namanya Bakorstanasda (Badan Koordinasi Bantuan Pemantapan Stabilitas Nasional tingkat Daerah),” ujarnya.
Setelah itu di era reformasi di tahun 1999 keatas menurutnya mulai terjadi lagi pengeboman di berbagai daerah. seperti bom malam Natal, Bom Bali I, Bom Bali II dan sebagainya.
“Saat itu pemerintah seperti kaget, sehingga muncul Desk Terorisme di bawah Menko Polkam. Hingga akhirnya dilakukan operasi Penegakkan Hukum hingga saat ini,” jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa BNPT juga mempunyai program Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Ekstrimisme (RAN-PE) Berbasis Kekerasan yang mengarah kepada terorisme. Juga melaksanakan Asta Cita Presiden RI, Prabowo Subianto dan juga melaksankan prioriotas daripada RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional).
Untuk itu dirinya menghimbau kepada masyarakat untuk selalu meningkatkan kewaspadan dari potensi ancaman penyebaran paham radikal terorisme ini yang mana radikalisme itu tumbuh dari intoleransi.
“Maka dari itu kami berpesan agar budaya toleransi beragama antar suku bangsa itu harus terus dipelihara. Itupenting agar tidak terjadi intoleransi yang dapat berujung pada tindakan terorisme,” ujarnya.
Dialog Kebangsaan yang dihadiri sebanyak 240 peserta yang terdiri dari unsur tokoh agama, tokoh masyrakat, ormas, partai politik dan mahasiswa ini menghadirkan tiga orang anggota Komisi XIII DPR.
Ketua Komisi XIII DPR, Willy Aditya dalam keynote speechnya mengatakan bahwa penting bagi seluruh masyarakat untuk berdiskusi tentang persatuan di bulan Ramadan ini. Hal ini agar masyarakat tidak lupa bagaimana Indonesia ini hadir sebagai sebuah bangsa. “Karena hal itu sangat relevan untuk mengingat bagaimana Indonesia terbentuk sebagai sebuah bangsa, dengan kontribusi besar dari bangsa Melayu. Karena masyarakat Indonesia ini memiliki dua konsep penting yakni persaudaraan dan kebangsaan,” ucapnya.
Dia menyebut, dalam memerangi terorisme dan memperkuat persaudaraan tentunya tidak cukup jika hanya dengan seminar atau pembelajaran kognitif, tetapi harus melalui dialog dan kerja bersama.
“Saya minta kepada pak Gubernur Riau, apa yang membuat bangsa kita terfragmentasi? Ayo kita fasilitasi anak daerah kita, asrama daerah dan berkuliah dikota-kota. Primordialisme mengikis perasaan kebangsaan kita. Kalau masih mempersoalkan etnis dan primordial kapan kita jadi Indonesia? Semoga dialog ini memberikan manfaat dalam memperkuat persatuan dan kebangsaan,” tuturnya.
Anggota Komisi XIII DPR Mafirion mengatakan bahwa generasi saat ini cenderung kurang peduli terhadap konsep benar dan salah. Hal ini menjadi tantangan dalam upaya pencegahan radikalisme dan terorisme.
“Kearifan lokal berbasis kekerabatan berpotensi menjadi benteng dalam menangkal radikalisme. Namun, diperlukan penguatan agar kearifan lokal tetap relevan dalam menghadapi ancaman modern. Perlu adanya lembaga yang fokus memberikan pemahaman tentang pentingnya persatuan dan persaudaraan. Lembaga ini (BNPT) dapat berperan sebagai penangkal ideologi radikal dan memperkuat nilai kebangsaan,” ujanya.
Dirinya berpesan kepada masyarakat Riau agar tidak mudah terpapar radikal terorisme yang mana tentunya struktur masyarakatnya harus kuat, tidak boleh longgar. Hubungan antara masyarakat yang satu dengan yang lain harus dijaga.
Anggota Komisi XIII DPR lainnya, Siti Aisyah berpesan kepada generasi Z harus cerdas dalam bermedia sosial. Generasi Z jangan ikut-ikutan membully atau merasa paling benar. Karena Cyberbullying bisa menjadi awal munculnya radikalisme dan terorisme.
“Kunci utama mencegah terorisme adalah dengan menanamkan sikap toleransi, termasuk dalam interaksi di media sosial. Ibu memiliki peran kuat dalam mendidik anak agar tidak mudah terpengaruh paham radikal. Sehingga untuk memiliki ilmu dan wawasan luas agar tidak terjebak janji palsu kelompok radikal,” kata Siti Asiyah.