Nasib Pengawas Sekolah di Ujung Tanduk?

Nasib Pengawas Sekolah di Ujung Tanduk?

Nasional | sindonews | Rabu, 26 Maret 2025 - 23:52
share

Siti YulaikhahPengawas Dinas Pendidikan Kota DepokMahasiswa Program Doktoral Universitas Pakuan Bogor

KEBIJAKANbaru Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) melalui Peraturan Menteri Nomor 21 Tahun 2024 mengintegrasikan jabatan fungsional pengawassekolah, penilik sekolah, dan pamong belajar ke dalam jabatan fungsional guru. Perubahan ini ditengarai menimbulkan tantangan bagi sistem supervisi pendidikan.

Mengapa? Ini terutama karena pengawas sekolah memiliki peran kunci dalam peningkatan mutu pendidikan. Peraturan ini menyebutkan bahwa setelah dua periode menjabat, pengawas akan kembali menjadi guru Ini akan berpotensi memengaruhi stabilitas karier dan motivasi kerja.

Efisiensi Birokrasi

Pemerintah berargumen bahwa kebijakan ini bertujuan meningkatkan efisiensi birokrasi dan anggaran pendidikan. Pertama, dengan mengurangi lapisan struktural, supervisi akademik diharapkan lebih dekat dengan praktik kelas.

Kedua, kepala sekolah akan berperan lebih aktif dalam supervisi. Ketiga, dana yang sebelumnya dialokasikan untuk pengawas dapat digunakan untuk pengembangan profesionalisme guru melalui program seperti Professional Learning Community (PLC).

Namun, tanpa dukungan pelatihan dan sistem yang memadai, efisiensi ini berisiko menurunkan kualitas supervisi. Juga ditengarai bahwa kebijakan ini berpotensi menimbulkan kemunduran dalam pengawasan.

Penghapusan pengawas sekolah dapat melemahkan sistem supervisi karena guru yang ditunjuk sebagai pendamping satuan pendidikan mungkin tidak memiliki keahlian khusus dalam supervisi.

Kurangnya objektivitas dalam penilaian juga menjadi perhatian karena pengawas sebelumnya memiliki posisi independen. Jika pengawasan tidak efektif, kualitas pengajaran dan akuntabilitas dalam pendidikan bisa menurun, sehingga diperlukan mekanisme alternatif untuk menjaga standar supervisi.

Dampak Sosial dan Psikologis bagi Pengawas

Selain tantangan administratif, kebijakan ini juga berpotensi menimbulkan dampak psikologis bagi pengawas yang kembali menjadi guru. Pergeseran peran dari pengawas yang memiliki otoritas supervisi menjadi guru di kelas dapat menimbulkan perasaan menurun dalam jenjang karier. Hal ini bisa berdampak pada motivasi kerja dan tingkat kepuasan profesional.

Beberapa pengawas mungkin menghadapi kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan budaya kerja yang berbeda, terutama jika mereka sebelumnya bekerja dalam struktur yang lebih independen.Fakta sebagai implikasi kebijakan ini yaitu kembali ke posisi guru setelah bertahun-tahun menjadi pengawas menimbulkan tantangan besar. Mereka perlu beradaptasi dengan perubahan kurikulum, metode pembelajaran berbasis teknologi, serta dinamika kelas.

Selain itu, faktor usia menjadi kendala karena sebagian besar pengawas yang kembali menjadi guru sudah berusia 55 tahun ke atas. Transisi ini juga berpotensi menurunkan motivasi kerja karena perubahan status jabatan dan kurangnya jenjang karier lanjutan.

Solusi Alternatif

Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah dapat mempertimbangkan beberapa solusi. Pertama, menjadikan Pengawas sebagai Konsultan atau Mentor, yaitu menjadikan pengawas senior sebagai mentor bagi guru pemula, sehingga pengalaman mereka tetap bermanfaat bagi dunia pendidikan. Kedua, jalur karier alternatif di Dinas Pendidikan, misalnya menduduki posisi strategis dalam perumusan kebijakan pendidikan.

Ketiga, menjadi dosen atau instruktur pelatihan guru. Ini memungkinkan pengawas berkecimpung ke dunia akademik agar dapat membantu membimbing calon guru dan tenaga pendidik lainnya.Keempat, menyesuaikan beban mengajar, yaitujika harus kembali menjadi guru, beban mengajar sebaiknya dikurangi dan lebih difokuskan pada pembinaan guru dalam komunitas profesional seperti PLC.

Kelima, mengembangkan skema insentif berupa kenaikan pangkat otomatis atau beasiswa studi lanjut apabila batas usia masih memungkinkan. Ini untuk meningkatkan motivasi pengawas yang kembali menjadi guru.Keenam, membentuk program sertifikasi profesi pengawas.

Dengan adanya sertifikasi profesi, pengawas dapat memiliki rekognisi yang lebih baik dalam sistem pendidikan dan berpeluang untuk tetap berkontribusi dalam peningkatan mutu pendidikan di level yang lebih tinggi.

Terakhir, mempertimbangkan kebijakan di Australia, Jepang, Finlandia, Singapura, dan Amerika tentang tenaga kependidikan yang kembali ke posisi guru setelah bertugas di jabatan pengawas atau kepala sekolah.

Mereka diberikan gaji yang tetap mempertimbangkan pengalaman mereka dalam peran kepemimpinan, dialihkan ke posisi di lembaga pemerintah yang menangani kebijakan pendidikan, dilibatkan dalam program Instructional Coaching, membantu guru meningkatkan efektivitas pengajaran melalui pendampingan berbasis bukti (evidence-based coaching) dan dipekerjakan sebagai konsultan dalam program peningkatan kapasitas guru dan kepala sekolah. Kebijakan tersebut terbukti efektif dalam menjaga kesinambungan peningkatan kualitas pendidikan.

Kesimpulan

Sebelum mengimplementasikan kebijakan ini, perlu mempertimbangkan jalur karier yang lebih fleksibel bagi pengawas sekolah agar pengalaman dan keahlian mereka tetap bermanfaat. Jika tidak ada solusi transisi yang efektif, sistem supervisi pendidikan dapat mengalami kemunduran, dan motivasi guru untuk menjadi pengawas akan menurun.

Tampaknya kebijakan ini perlu dievaluasi kembali agar berdampak positif bagi dunia pendidikan di Indonesia. Selain itu, skema insentif, jalur karier alternatif, serta program pengembangan profesionalisme bagi pengawas yang kembali menjadi guru perlu disiapkan dengan matang agar dampak negatif dapat diminimalkan.

Topik Menarik