Diguncang Tarif Trump, Rupiah Merana dan Surat Utang RI Tertekan

Diguncang Tarif Trump, Rupiah Merana dan Surat Utang RI Tertekan

Ekonomi | sindonews | Kamis, 13 Maret 2025 - 05:05
share

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan dampak kebijakan tarif yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap Indonesia. Kebijakan ini berisiko menimbulkan gangguan pada rantai pasok manufaktur, volatilitas harga komoditas serta ketidakstabilan pasar keuangan.

Sri Mulyani mengungkapkan bahwa kebijakan tarif AS yang menyasar semua negara dengan surplus perdagangan, termasuk Indonesia yang berada di peringkat 15, akan meningkatkan biaya dalam rantai pasok manufaktur dan sektor digital.

"Rantai pasoknya juga akan mengalami disrupsi, harga komoditas mengalami volatilitas, dan sentimen pasar akan terus bergejolak seperti yang terjadi pada beberapa minggu atau satu bulan terakhir," ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KITA Edisi Maret 2025, Kamis (13/3/2025).

Selain itu, dampak dari kebijakan ini juga terasa pada nilai tukar rupiah. Sri Mulyani mencatat bahwa kurs rupiah melemah menjadi Rp16.162 per dolar AS pada akhir 2024 setelah Trump dilantik kembali sebagai Presiden AS.

Tekanan terhadap mata uang nasional ini berlanjut hingga Februari 2025, dengan kurs rupiah mencapai Rp16.309 per dolar AS. "Gejolak ini dirasakan seluruh dunia dan ini terefleksikan dalam kurs rupiah yang terus mengalami tekanan," tambahnya.

Dampak lain juga terlihat pada imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) yang meningkat seiring memanasnya perang dagang antara AS, China, Kanada, dan Meksiko. Namun, Sri Mulyani menyebut posisi Indonesia masih lebih baik dibandingkan negara lain.

"Pada 2024, yield kita berada di 6,8 persen untuk SBN tenor 10 tahun dan end of period-nya di 7 persen," kata dia.

Dia memperkirakan asumsi yield SBN tahun ini berada di angka 7 persen, dengan realisasi pada akhir Februari sebesar 6,8 persen dan 6,98 persen secara year to date (ytd).

"Tahun 2025 diawali dengan kondisi yang tidak mudah dan tidak biasa. Ini menjadi tantangan bagi perekonomian global, termasuk Indonesia," jelas Sri Mulyani.

Tak hanya itu, Sri Mulyani juga menyoroti peran blok ekonomi alternatif seperti BRICS yang semakin berkembang sebagai respons terhadap kebijakan proteksionisme AS. Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa langkah-langkah yang diambil AS tetap memiliki dampak besar terhadap perekonomian dunia.

Topik Menarik