Tahun 2025 Penuh Tantangan Ekonomi, Cermati Outlook Pasar Obligasi dan Saham
Tahun 2025 dipandang bakal menjadi tahun yang penuh tantangan sekaligus peluang bagi perekonomian Indonesia. Chief Investment Officer PT Insight Investments Management, Camar Remoa menegaskan, bahwa perekonomian Indonesia akan tetap solid pada 2025, meski dibayangi ketidakpastian global.
“Jika dilihat dari faktor pendorong dan faktor risiko, ada beberapa hal penting untuk diperhatikan ketika melihat outlook ekonomi 2025,” tutur Camar dalam keterangan resminya, Senin (20/1/2025).
Dari sisi faktor pendorong, Camar memperkirakan konsumsi domestik masih akan terjaga seiring dengan beberapa upaya stimulus pemerintah, baik melalui stimulus langsung ke masyarakat seperti kenaikan UMP maupun program prioritas pemerintahan baru yang mendukung ketahanan ekonomi nasional. Kenaikan investasi dalam negeri juga diproyeksikan akan mendapatkan momentum pada tahun 2025.
“Lalu, terdapat juga potensi pengalihan basis produksi China ke Indonesia akibat pengenaan tarif dari Amerika Serikat,” lanjut Camar.
Namun dari faktor risiko tetap perlu diperhatikan. Camar menjelaskan bahwa ketidakpastian kebijakan Pemerintah AS (Trump 2.0) membuat volatilitas pasar meningkat.
“Dari faktor risiko, kita melihat adanya ketidakpastian kebijakan Pemerintah AS, Trump 2.0, yang membuat volatilitas pasar meningkat. Kemudian ada juga potensi kenaikan inflasi global yang disebabkan retaliasi tarif akibat perang dagang. Selain itu, turunnya harga komoditas energi yakni minyak mentah dan batubara, berpotensi menekan pendapatan negara (batubara)” jelas Camar.
“Namun di sisi lain, penurunan impor minyak mentah dapat membantu penguatan rupiah dan penurunan subsidi energi dalam pengeluaran negara."
Outlook Pasar Obligasi & Saham
Dalam pasar obligasi, 3 hal yang selalu menjadi fokus utama Insight Investments adalah potensi supply penerbitan SBN, potensi permintaan pasar SBN serta valuasi dan strategi.Berdasarkan APBN 2025 indikasi penerbitan SBN di tahun 2025 diprediksi lebih besar dibandingkan realisasi penerbitan SBN tahun 2024. Hal ini dikarenakan adanya jatuh tempo SBN di tahun 2025 sebesar Rp757 triliun, termasuk jatuh tempo SBN yang dimiliki oleh BI sebesar Rp104 triliun.
Walaupun demikian diperkirakan penerbitan SBN akan tetap terkendali berkat beberapa langkah strategis, seperti kesepakatan skema debt switching antara Kementerian Keuangan atau Kemenkeu dan BI, potensi pinjaman dan penerbitan global bonds yang lebih besar di tengah suku bunga yang lebih rendah, pemanfaatan dana SAL pemerintah, serta pre-funding yang telah dilakukan oleh pemerintah sebesar Rp86,6 triliun.
Selain itu, PT Insight Investments Management juga melihat bahwa dukungan investor domestik ke pasar obligasi masih akan kuat di tahun 2025 terutama dari investor ritel dan institusi non-bank. Posisi kepemilikan SBN oleh investor asing yang masih relatif rendah diharapkan dapat kembali ke pasar obligasi indonesia.
Karena secara valuasi, indonesia masih memberikan real yield yang atraktif dan menarik dengan fundamental yang baik. Sehingga diproyeksikan imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun diperkirakan berada dalam kisaran 6,30-6,80 pada akhir tahun 2025.
“Pasar obligasi Indonesia masih kompetitif dengan valuasi 10Y Govt Bonds pada range 6,30-6,80,” jelas Camar.
“Meski demikian, ke depan kami melihat masih terdapat ketidakpastian dari sisi domestik maupun global. Sehingga strategi kami memadukan short term bonds dengan long term bonds. Kami berfokus pada obligasi korporasi berkualitas yang memberikan pengembalian yang atraktif, disertai diversifikasi sektor untuk mengurangi risiko kredit. Sementara kami melakukan trading untuk porsi obligasi pemerintah untuk mencari capital gain,serta menjaga likuiditas,” lanjutnya.
Pada tahun 2025, penerbitan obligasi korporasi diperkirakan mencapai Rp145 triliun, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan ini didorong oleh jatuh tempo obligasi korporasi yang lebih besar dibandingkan tahun 2024, serta meningkatnya kebutuhan pendanaan untuk belanja modal dan modal kerja yang sempat tertunda sebelumnya.
Selain itu, tren penurunan suku bunga diprediksi akan mendorong emiten untuk lebih agresif menerbitkan obligasi dengan tenor panjang.
Kuasa Hukum Pemohon Sidang Praperadilan Kasus Dugaan Pencabulan di Gabus Ajukan Saksi Fakta
Kemudian pada pasar saham, Camar menjelaskan bahwa saat ini, IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) menawarkan valuasi menarik dengan price-to-earnings (P/E) ratio sebesar 16,5x yang berada di bawah rata-rata lima tahun terakhir.
Hal ini dikarenakan terjadinya koreksi IHSG akibat keluarnya dana asing selama 3 bulan terakhir di penghujung 2024, namun di sisi lain perusahaan masih mencatatkan pertumbuhan laba bersih selama tahun 2024.