Rumor: Ada Orang-Orang yang Korupsi Katanya

Rumor: Ada Orang-Orang yang Korupsi Katanya

Nasional | sindonews | Senin, 13 Januari 2025 - 11:58
share

Ahmad Sihabudin

Ulah ngomong segeto-geto, ulah lemek sadaek-daek (bertutur haruslah diukur, berkata haruslah dipertimbangkan, jangan berkata sembarangan, jangan berkata semaunya) Pikukuh Adat Badui.

KOMUNIKASI antar manusia sering kali ditandai dengan pertukaran informasi yang belum tentu dipercaya kebenarannya, entah karena fakta dari informasi itu sendiri yang tidak benar, atau sumber yang mengalihkan informasi itu tidak dapat dipercaya, atau media yang digunakan untuk menyebarkan informasi memanipulasi informasi sehingga ada bias dalam menerima informasi. Kenyataan tersebut selalu kita rumuskan dalam apa yang disebut rumor (Liliweri, 2010). Dalam bahasa kita sehari-hari yang dimaksud rumor adalah desas-desus (kabar burung), informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan (tidak jelas, tidak akurat) tentang suatu peristiwa. Dalam ilmu komunikasi, rumor berkaitan erat dengan pesan (message) atau informasi. Kalau pesan yang tidak bertanggung jawab itu berkaitan dengan perilaku orang, itu kita sebut gosip.

Jadi, yang kita sebut gosip adalah rumor tentang orang, sedangkan rumor itu sendiri adalah informasi yang tidak sesuai dengan kenyataan jauh dari kebenaran, "korupsi informasi", tidak ada fakta, dan lain-lain. Maksudnya, sebelum itu nyata adanya, itu gosip.

Secara hitoris, rumor sudah ada sejak dahulu dalam masyarakat kita, terlebih dalam masyarakat berbudaya lisan; rumor disebarluaskan dari mulut ke mulut. Menurut Truth or Fiction.com (copyright@1998-2003) dalam Liliweri (2010), sebagian besar rumor mengandung: 1) mempunyai kaitan dengan sesuatu yang benar; 2) mengandung informasi yang “wow” sensasional; 3) disebarluaskan untuk membentuk pendapat umum; 4) berisi cerita bohong; 5) rumor mengutamakan segi penyebarluasan informasi; 6) selalu menyembunyikan isu penting yang melindungi pembicara, sedangkan isu yang memojokkan orang lain dipublikasi; 7) tidak mementingkan detail atau latar belakang informasi.

Pola penyebaran rumor merupakan proses ketika fakta-fakta awal yang berkaitan dengan informasi diubah oleh penerima pertama, kemudian diterjemahkan ke dalam kepentingannya (yang baik dan merugikan dirinya disimpan sebagai residual news), sedangkan yang buruk tentang orang lain disebarkan.

Rumor versus saluran resmi, dalam pasar kebebasan berpendapat, berdemokrasi biasanya desas desus kurang mendapat perhatian besar, karena semua orang bisa dan dapat menyampaikan kabar angin sekalipun. Namun, tidak dengan desas-desus politisi PDIP Bapak HK, yang katanya mempunyai informasi penting "Top Secret" perihal para elite negeri ini, yang juga terjerat kasus, dan skandal korupsi besar. Beliau katanya memiliki sejumlah informasi perihal tersebut, bahkan katanya akan menggegerkan jagat bumi dan langit NKRI yang kita cintai ini, bahkan jagat dunia.

Informasi penting sangat rahasia ini milik Pak HK, sesaat ketika yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka korupsi yang menjeratnya. Informasi tersebut dititipkan pada sahabatnya Ibu Connie Bakrie, bahkan langsung disimpan pada kantor notaris di Rusia. Publik juga terheran-heran, kenapa tidak disampaikan pada penegak hukum yang ada.

Muncul berbagai penafsiran atas tindakan tersebut, apakah benar Bapak HK memiliki informasi perihal berbagai skandal, atau hanya sekadar "gertakan" pada sejumlah pihak, setelah yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka KPK, atau memang tidak ingin "sendiri" sebagai tersangka. KPK dianggapnya tebang pilih.

Dalam artikel ini penulis tidak akan membahas aspek politis hukumnya atas penetapan tersangka Bapak HK oleh KPK. Penulis hanya ingin melihat satu isu setelah yang bersangkutan mengaku mempunyai "informasi rahasia" dan menyerahkannya pada Ibu Connie. Ini yang menjadi fokus artikel ini sehingga menimbulkan berbagai opini publik atas peristiwa tersebut, yang dalam ilmu komunikasi masuk kategori "rumor" seperti saya sampaikan di atas.

Kabar angin atau desas-desus di arena pasar gagasan "opini publik" saat ini dapat bertahan,dan tidak mungkin dikendalikan oleh pemerintah. Munculnya desas-desus biasanya berhubungan dengan iklim ketika organisasi yang dianggap penting bagi kultur koreksi pers yang "bebas", kelompok kepentingan atau pengadilan yang "murni" dipertanyakan.

Ketika krisis wibawa menggejala dibarengi dengan terbuka bebasnya saluran formal dan informal untuk mengkritik, maka di ruang publik dapat dipastikan akan merebak desas desus politik. Seperti "desas-desus" yang disampaikan Bapak HK perihal megaskandal yang dilakukan oleh para elite negeri ini, publik menanti informasi ini untuk dibuka.

Peristiwa demi peristiwa itu membuat publik mempunyai caranya sendiri memaknainya, apakah membuat isu politik, desas-desus, dan beropini ria lewat saluran-saluran podcast para pesohor, di-posting, dan opini-opini seperti ini tentunya sangat laku dijual pada publik.

Paling tidak dari berbagai peristiwa yang kita lihat dalam arena politik berskala nasional, menurut Ibrahim (1997), dapat dipilah dua wajah rumor atau gosip. Yang pertama, lahir dari bisik-bisik "man in the street", bisa jadi ketidakpuasan, kekecewaan, atau ketakutan sehingga desas-desus menjadi saluran paling memuaskan. Yang kedua, lahir karena konstruksi komunitas politik. Biasanya kalau dicermati, desas-desus jenis kedua sering tidak menunjukkan substansi persoalan dan tidak memiliki iklim kesahihan dalam ruang publik.

Munculnya desas-desus yang diwacanakan Bapak HK, perihal skandal elite politik, bisa jadi mewakili dua wajah rumor atau gosip yang dimaksud di atas. Awalnya bisik-bisik yang selanjutnya terbuka, karena saat ini kemudahan untuk mengakses berbagai jaringan media yang tengah mengalami involusi kreativitas, maka masyarakat kebanyakan (publik) akhirnya menjadikan masalah, sebagai perbincangan mereka di bilik-bilik, kantor, warung kopi, bus kota, kampus, atau tempat-tempat hiburan, menurut wajah humor dan gosipnya. Wallahualam bissawab.

Proses-proses politis yang beroperasi dalam suatu bangsa lebih luas dan lebih dalam daripada sekadar institusi formal yang dirancang untuk proses tersebut. Munculnya rumor, gosip, desas-desus, kabar angin, atau sejenisnya (yang bernuansa politik) setidaknya membuktikan betapa institusi formal yang ada tidak selamanya mampu menampung aspirasi yang mengendap dalam rahim masyarakat.

Di bawah pemerintahan yang begitu sudah terbuka ternyata masih ada rumor. Kita sering mendengar, "Ah, itu kan hanya isu, gosip atau kabar angin". Tidak jelas apakah itu berita yang benar-benar menjadi kabar angin atau kabar angin yang benar-benar menjadi berita. Karena menurut Rodney Tiffen, berita bukanlah rangkaian kebohongan, bukan pula cermin realitas. Benar kata pepatah adat Badui, "Bertutur haruslah diukur, berkata haruslah dipertimbangkan, jangan berkata sembarangan".

Topik Menarik