16 FTF Jebolan Sasana JI Gabung Kelompok HTS, Ikut Gulingkan Presiden Bashar al-Assad
Detasemen Khusus (Densus) 88/Antiteror Polri mengapresiasi organisasi Jamaah Islamiyah (JI) yang masih berkomitmen membubarkan diri dan kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Salah satu komitmen ditunjukkan dengan melaporkan dan mempertemukan Daftar Pencarian Orang (DPO) mantan JI sebanyak 16 orang dan 26 orang Foreign Terrorist Fighters (FTF) yang saat ini berada di Suriah dan Filipina.
FTF yang berada di Suriah adalah bekas didikan Sasana JI di Jateng dan saat ini turut bergabung kelompok milisi Hayat Tahrir al-Sham (HTS). Kelompok ini menguasai Damaskus Ibu Kota Suriah pasca-menggulingkan rezim Presiden Suriah Bashar al-Ashaad.
"Sebanyak 26 FTF itu (terinci) 16 orang di Suriah dan 10 di Filipina, yang direncanakan akan dipulangkan ke Indonesia," kata Kepala Densus 88/AT Polri Irjen Pol Sentot Prasetyo saat kegiatan 'Sosialisasi dan Deklarasi Pembubaran JI dan Ikrar Setia eks-Anggota JI kepada NKRI' di Solo, Sabtu (21/12/2024) sore.
Inpres Jalan Daerah (IJD) Bermanfaat Secara Nyata Untuk Konektivitas Sentra Produksi Pangan
Langkah para mantan JI itu, sebut Irjen Sentot, sebagai salah satu komitmen nyata untuk kembali ke NKRI. Komitmen ini, sebutnya, terlihat jelas mereka patuh kepada hukum yang berlaku di Indonesia. "Mereka melaporkan dan mempertemukan 16 DPO mantan JI, yang sudah lama kita lakukan pencarian," kata mantan Wakadensus 88/AT Polri itu.
Kadensus menyebut setidaknya ada fakta-fakta lain yang dianggap menjadi keseriusan JI untuk kembali ke NKRI. Selain melaporkan 16 DPO dan 26 FTF itu, juga dilihat dari JI tidak dibubarkan pemerintah atau pihak kepolisian melainkan membubarkan diri atas keputusan internal mereka sendiri. Keputusan yang tanpa tekanan atau paksaan, melainkan dari kajian mendalam dan refleksi panjang yang dilakukan para tokohnya.
Kemudian soal kajian keilmuan, di mana para tokoh eks JI sampai pada simpulan bahwa kelompok JI akan lebih bermanfaat bagi umat Islam ketika mereka ikut ke jamaah-jamaah Islam yang moderat dan eksis di Indonesia seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). Mereka, sebut Sentot, juga melakukan refleksi perjalanan.
"Menunjukan bahwa kematian dan penangkapan banyak anggota JI adalah tanda bahwa perjuangan mereka tidak berada di jalan yang benar. Hal ini menjadi dasar kuat untuk mengubah haluan mereka," katanya.
Selain itu, parameter selanjutnya adalah JI membuka akses penuh kepada 96 pondok pesantren (ponpes) yang terafiliasi ideologi JI untuk dievaluasi struktur dan kurikulumnya oleh pemerintah. Irjen Sentot mengatakan itu sebagai langkah sangat penting sebab institusi pendidikan sangat strategis untuk membentuk cara pandang generasi muda.
"(ini bisa) Memutus mata rantai kekerasan dengan pendidikan nilai Islam yang moderat. Kemudian keputusan pembubaran JI dilandaskan dalil-dalil syari dana landasan agama yang kuat dengan argumentasi yang dikaji bersama tokoh JI. Menyimpulkan bahwa kembali ke NKRI adalah langkah yang benar dan sejalan dengan ajaran Islam," bebernya.
Sementara, Arif Siswanto, mantan Ketua Tim Lajnah (Dewan Syuro) JI pada masa Amir (Pemimpin) Parawijayanto, membenarkan pihaknya telah memberikan informasi, data, posisi, dan mempertemukan para DPO JI. Ini sebagai komitmen JI telah bubar dan kembali ke pangkuan NKRI. Selain itu, sebut Arif, telah diinformasikan pula terkait FTF yang saat ini berada di Suriah dan Filipina.
"Masing-masing sudah jelas posisinya di sana. Untuk proses kepulangannya perlu satu langkah-langkah konkret yaang saat ini sedang dibicarakan antara eks JI dengan pihak negara, dalam hal ini lembaga-lembaga yang leading di situ siapa," kata Arif Siswanto yang pernah ditahan di Lapas Karanganyar Nusakambangan atas kasus terorisme itu.
Dia menyebutkan, para FTF itu semuanya laki-laki. Sebanyak 16 yang saat ini masih berada di Suriah adalah bekas didikan Sasana JI. Mereka, di antaranya, bergabung dengan milisi Hayat Tahrir al-Sham (HTS) yang punya peran besar menggulingkan rezim Presiden Bashar al-Ashaad di Suriah.
"Ya seperti itu (di kelompok HTS). Artinya posisi terakhir di sana (bergabung kelompok HTS, berada di Damaskus, Suriah)," katanya.
"Kalau Filipina masih ada enam dan tiga, totalnya sembilan orang kalau tidak salah, ikhwan semua (laki-laki)," sambungnya.
Eks JI, sebut Arif Siswanto, tidak bisa bekerja sendiri untuk memulangkan para FTF itu dari Suriah dan Filipina. "Harus tetap menggandeng negara, tidak mungkin kami bekerja sendiri. Harapannya mereka seperti itu (kembali ke Indonesia)," kata Arif Siswanto yang saat ini tinggal di Sukoharjo, Jateng.
Pada kegiatan yang digelar di Convention Hall Terminal Tirtonadi Solo itu, dihadiri offline sebanyak 1.400 mantan anggota JI dan secara daring sekitar 7.000 orang yang terhubung dari 36 lembaga pemasyarakatan (lapas) dan 2 rumah tahanan negara (rutan) se-Indonesia dan termonitor 34 Satuan Tugas Wilayah (Satgaswil) Densus 88/AT Polri di Indonesia.
Kegiatan di Solo tersebut merupakan puncak dari acara sosialisasi dan deklarasi yang telah digelar 44 kali kegiatan di 21 wilayah di seluruh Indonesia. Kegiatan di Solo itu adalah kegiatan ke-45 sekaligus puncak acara.