Rupiah Hari Ini Masih Terkapar Rp16.001/USD usai Diterpa Kenaikan PPN Jadi 12
Nilai tukar rupiah pada perdagangan hari ini masih terkapar di posisi Rp16.001 per dolar AS, meski begitu kurs rupiah ini terpantau menguat tipis 7 poin atau 0,04 bila dibandingkan sebelumnya yang terdepresiasi Rp16.008 per USD.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, pelemahan rupiah juga disebabkan oleh sentimen eksternal yaitu para pedagang tetap waspada terhadap penguatan dolar AS sebelum pertemuan Fed minggu ini.
"Bank sentral diperkirakan akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada akhir pertemuan pada hari Rabu, sehingga suku bunga akan turun total 100 bps pada tahun 2024," tulis Ibrahim dalam risetnya, Senin (16/12/2024).
Pelemahan kurs rupiah juga terlihat pada data JISDOR BI, usai jatuh ke level Rp16.019. Pelemahan ini melanjutkan sesi sebelumnya, dimana rupiah pada akhir pekan kemarin bertengger di Rp15.987 per USD.
Namun prospek suku bunga bank sentral akan diawasi dengan ketat, terutama mengingat data terbaru yang menunjukkan inflasi meningkat pada bulan November, sementara pasar tenaga kerja tetap kuat. The Fed diperkirakan akan memberi sinyal lebih hati-hati atas pelonggaran di masa mendatang, yang dapat membuat suku bunga tetap tinggi dalam jangka panjang.
Di Asia, BOJ diperkirakan akan mempertahankan suku bunga saat ini minggu ini, karena para pejabat mencari lebih banyak waktu untuk mengevaluasi risiko global dan prospek pertumbuhan upah pada tahun 2024. Hal ini berbeda dengan ekspektasi sebelumnya tentang kenaikan suku bunga.
Kementerian Keuangan Korea Selatan berjanji pada hari Minggu untuk terus menerapkan langkah-langkah stabilisasi pasar dengan cepat sebagaimana diperlukan untuk mendukung ekonomi setelah pemakzulan.
Sementara itu produksi industri China tumbuh seperti yang diharapkan pada bulan November karena langkah-langkah stimulus terbaru dari Beijing mendukung aktivitas bisnis, data menunjukkan pada hari Senin. Namun, penjualan ritel tidak mencapai perkiraan, mencerminkan pelemahan yang sedang berlangsung dalam belanja konsumen meskipun ada dukungan kebijakan.
Dari sentimen domestik, surplus neraca perdagangan Indonesia masih berlanjut pada November 2024. Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan surplus neraca perdagangan mencapai USD4,42 miliar pada November lalu. Ini adalah surplus ke-55 bulan beruntun.
Namun surplus pada bulan November ini lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya USD2,48 miliar. Surplus ini dipicu oleh nilai ekspor yang lebih tinggi dibandingkan impor.
Ekspor RI mencapai USD24,01 miliar pada November 2024, sementara impor tercatat USD19,59 miliar. Adapun, Impor RI mengalami penurunan hingga 10,71 (mtm) pada November 2024.
Selain itu, Pemerintah resmi memberlakukan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 mulai 1 Januari 2025. Namun, sejumlah barang dan jasa tetap dibebaskan dari PPN, sementara beberapa barang lain mendapatkan fasilitas diskon tarif.
Konsumsi rumah tangga tetap menjadi penopang utama ekonomi Indonesia, dengan kontribusi mencapai 50. Untuk menjaga daya beli masyarakat, pemerintah memberikan stimulus, termasuk pembebasan PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk pembelian rumah dan kendaraan bermotor.
Kemudian, pemerintah akan tetap memberikan bantuan pangan berupa 10 kilogram beras per bulan kepada masyarakat kurang mampu di desil I dan II. Rumah tangga dengan daya listrik di bawah 2.200 VA juga akan menerima diskon tagihan listrik sebesar 50 persen selama dua bulan.
Berdasarkan data di atas, mata uang rupiah untuk besok diprediksi bergerak fluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp15.090 - Rp16.050 per dolar AS.