Ekstrem! Karyawan Bank Jepang Teken Kontrak Darah, Janji Bunuh Diri jika Terbukti Mencuri

Ekstrem! Karyawan Bank Jepang Teken Kontrak Darah, Janji Bunuh Diri jika Terbukti Mencuri

Terkini | sindonews | Kamis, 12 Desember 2024 - 14:44
share

Jajaran pimpinan hingga karyawan di Shikoku Bank menandatangani komitmen tidak biasa dan terbilang ekstrem demi mempertahankan praktik bisnis perbankan yang sehat. Menurut situs web bank asal Jepang itu, sebanyak 23 karyawan termasuk Presiden Miura telah menandatangani dokumen berstempel darah untuk bersumpah tidak terlibat dalam praktik penyimpangan keuangan.

Dalam ikrar tersebut juga mencakup ketentuan untuk "bunuh diri" jika mereka terbukti bersalah atas penggelapan atau aksi penipuan lainnya.

Janji itu secara eksplisit menyatakan: "Siapa pun yang dipekerjakan oleh bank ini yang telah mencuri uang atau menyebabkan orang lain mencuri uang dari bank, akan membayarnya dengan hartanya sendiri dan kemudian bunuh diri."

Dokumen yang ditandatangani itu, disebut merupakan peninggalan dari pendahulu Bank Shikoku yang dianggap sebagai simbol sejarah akuntabilitas dalam operasional bank.

Akar Sejarah dan Budaya

Praktik seppuku, atau hara-kiri adalah bentuk ritual bunuh diri yang berasal dari Jepang, dan sering dikaitkan dengan seorang samurai. Secara historis, hal itu dilakukan untuk menjaga kehormatan pribadi atau keluarga dalam menghadapi kegagalan atau aib.

Mengambil tradisi budaya tersebut, Shikoku Bank menggambarkan janji darah yang dibuat sebagai representasi abadi dari "etika dan rasa tanggung jawab, tidak hanya sebagai karyawan bank tetapi juga sebagai anggota masyarakat."

Seperti dilansir the economic times bahwa, sumpah darah ini bukan hanya simbolis. Menurut situs web bank, jika ditemukan penyimpangan keuangan, pihak yang bersalah wajib membayar terlebih dahulu nasabah yang terkena dampak sebelum melakukan seppuku.

KontrakDarah Viral di Media Sosial

Sumpah darah belum lama ini mendapat perhatian publik ketika tangkapan layar dari situs web Shikoku Bank dibagikan di media sosial X (sebelumnya Twitter). Postingan itu membandingkan akuntabilitas ketat bank-bank Jepang dengan dampak yang relatif lunak dan sering terlihat dalam sistem perbankan Amerika.

Seorang pengguna berkomentar, "Sekarang jelas mengapa mereka semua memiliki begitu banyak uang tunai di neraca mereka."

Sementara yang lainnya berkata, "Pakta ini memiliki beberapa getaran Perang Dunia II."

Pendapat yang dilontarkan para pengguda medsos sangat bervariasi, dengan beberapa menyebut praktik itu merupakan budaya "abad pertengahan" yang tidak lagi relevan. Sedangkan yang lain memuji komitmenn kuat terhadap etika. "Betapa menyenangkannya abad pertengahan. Dunia membutuhkan lebih banyak sikap seperti ini," kata seorang netizen.

Diterangan tradisi ini berasal dari awal berdirinya Thirty-seventh National Bank, yang kemudian menjadi Bank Shikoku. Selama awal pendiriannya, karyawan dilaporkan menandatangani dokumen berstempel darah serupa untuk memastikan penanganan transaksi keuangan yang bertanggung jawab.

Praktik historis ini dimaksudkan untuk menginspirasi kepercayaan di antara klien dan membangun landasan etika yang kuat di dalam organisasi. Saat ini, Shikoku Bank memandang janji ini sebagai warisan integritas, meskipun sifat ekstrem dari komitmen tersebut telah menuai kritik, namun di sisi lain memicu kekaguman secara global.

Etika vs Ekstrem

Sementara janji Shikoku Bank sangat kental dengan tradisi dan menggarisbawahi soal budaya dari kehormatan, hal itu menimbulkan pertanyaan tentang implikasi etis dari langkah-langkah tersebut dalam lingkungan perusahaan modern.

Industri keuangan global sering mendapatkan kritikan karena menerapkan hukuman ringan dalam hal ketika terjadinya pelanggaran, hal itu membuat Shikoku Bank menawarkan hal yang kontras dengan pendekatan ekstrem ini.

Meski masih menimbulkan perdebatan, komitmen Shikoku Bank untuk melestarikan perbankan etis tetap menjadi topik daya tarik dan kontroversi, memadukan tradisi sejarah Jepang dengan akuntabilitas keuangan modern.

Topik Menarik