Misteri Nasib 2 Pangkalan Militer Rusia di Suriah usai Rezim Assad Tumbang
Nasib dua pangkalan militer Rusia di Suriah setelah rezim Bashar al-Assad tumbang masih misterius.
Badan intelijen militer Ukraina mengeklaim pasukan Rusia telah mundur dari dua pangkalannya di Suriah. Namun Moskow membantah klaim tersebut.
Nasib pangkalan udara dan laut Rusia yang berharga di wilayah Suriah tergantung pada keseimbangan setelah penggulingan dramatis sekutu Kremlin, Presiden Bashar al-Assad pada hari Minggu lalu.
Rusia memiliki dua pangkalan militer di Suriah: Pangkalan Angkatan Laut Tartus di pantai Mediterania dan Pangkalan Udara Khmeimim di dekat kota pelabuhan Latakia. Mereka dianggap sebagai salah satu pos terdepan militer Kremlin yang paling strategis.
Situs Tartus sangat penting, karena menyediakan akses langsung satu-satunya ke Laut Mediterania bagi Rusia dan pangkalan untuk melakukan latihan Angkatan Laut, menempatkan kapal perang, dan bahkan menampung kapal selam nuklir.
Namun, menurut kantor berita TASS, pasukan pemberontak Suriah telah menguasai penuh provinsi Latakia, tempat kedua pangkalan itu berada.Kremlin mengatakan pihaknya mengambil langkah-langkah untuk menjalin kontak di Suriah dengan mereka yang mampu memastikan keamanan pangkalan militer, menurut juru bicara Kremlin Dmitry Peskov.
Media pemerintah Rusia juga mengeklaim bahwa Moskow telah mengamankan nasib pangkalan-pangkalan itu sebagai bagian dari kesepakatan yang membuat Bashar al-Assad dan keluarganya ditawari perlindungan di Rusia.
Apakah Rusia Tarik Aset Militer dari Suriah?
Namun, ada banyak laporan, termasuk dari para blogger militer Rusia, yang menunjukkan bahwa Rusia menarik diri dari pangkalannya.Menurut intelijen Ukraina, Rusia menarik senjata dan peralatan militernya serta mengevakuasi pasukan dari pangkalannya di Suriah.
"Untuk mundur dari Suriah, Rusia telah mengerahkan karavan pesawat angkut militer, yang memuat pasukan, senjata, dan peralatan militer yang tersisa," kata badan intelijen militer Ukraina (HUR) dalam sebuah pernyataan.
Menurut Reuters, Kamis (12/12/2024), citra satelit pangkalan Tartus Rusia menunjukkan setidaknya tiga kapal perang telah meninggalkan pelabuhan dan berlabuh di laut sekitar 13 km dari pantai.
Lembaga think tank yang berbasis di Amerika Serikat, Institute for the Study of War (ISW), telah mengutip klaim analis OSINT MT Anderson bahwa sebagian besar armada Rusia telah meninggalkan pelabuhan dan berlabuh 8 km di laut.
“Citra satelit yang diambil pada tanggal 9 Desember juga menunjukkan bahwa kapal-kapal Rusia—kemungkinan fregat kelas Gorskhov 'Admiral Gorshkov', fregat kelas Grigorovich 'Admiral Grigorovich', kapal selam kelas Kilo 'Novorossiysk', dan kapal tanker minyak kelas Kaliningradneft 'Vyazma'–berada dalam pola menunggu di tempat berlabuh sekitar delapan kilometer di sebelah barat pelabuhan,” kata ISW.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov telah mengeklaim bahwa kapal perang Rusia akan tetap berada di pangkalan mereka di Tartus.
Apa Arti Mundur Paksa bagi Kremlin?
Hilangnya kehadiran militernya di Suriah akan menjadi kemunduran besar bagi Rusia.Secara geografis dan strategis, ini adalah lokasi penting bagi Moskow untuk mengirimkan aset militer ke negara-negara Afrika tempat ia melakukan operasi.
"Hilangnya pangkalan Rusia di Suriah kemungkinan akan mengganggu logistik Rusia, upaya pasokan ulang, dan rotasi Korps Afrika, khususnya melemahkan operasi Rusia dan proyeksi kekuatan di Libya dan Afrika sub-Sahara," kata ISW.
Penggulingan rezim Assad yang cepat telah memberikan pukulan bagi Rusia dan ambisinya untuk memperluas pengaruhnya di Timur Tengah.
Kecepatan kilat pemberontak merebut Damaskus sebagian disebabkan oleh tidak adanya dukungan teguh Kremlin, karena mereka berfokus pada perang di Ukraina.
“Jatuhnya rezim itu jauh lebih cepat dan tidak berdarah daripada yang mungkin dibayangkan siapa pun–terutama mengingat keyakinan bahwa Rusia dan Iran akan terus mendukung Assad. Pengosongan rezim itu akhirnya membuatnya tidak berdaya menahan laju pemberontak,” kata Julien Barnes-Dacey dari Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri.
Namun, media pemerintah Rusia yang mengutip sumber-sumber Kremlin mengatakan bahwa rezim di Moskow bermaksud untuk terlibat dengan pemberontak selama transisi kekuasaan, dengan tujuan akhir untuk menjaga pangkalan militer mereka di wilayah Suriah.