Rupiah Ambruk ke Rp15.905/USD Dihantam Ancaman Tarif 100 Trump ke BRICS
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada perdagangan hari ini ditutup melemah 58 poin atau 0,37 ke level Rp15.905 setelah sebelumnya sempat terapresiasi ke Rp15.847 per dolar AS pada pekan lalu.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, pelemahan kurs rupiah juga disebabkan oleh sentimen eksternal yaitu Donald Trump mengancam akan mengenakan "tarif 100 persen" pada blok BRICS, memperingatkan mereka agar tidak mencari alternatif selain dolar.
"Ancamannya merusak mata uang blok tersebut dan mendorong dolar naik, karena para pedagang mengkhawatirkan kebijakan proteksionis yang lebih ketat dari AS di bawah Trump," tulis Ibrahim dalam risetnya, Senin (2/12/2024).
Presiden terpilih tersebut pada minggu lalu mengancam tarif tambahan pada Tiongkok, Kanada, dan Meksiko sebuah langkah yang dapat memicu kembali perang dagang global. Selain itu, ketidakpastian atas inflasi jangka panjang yang lebih tinggi di bawah Trump yang dapat membuat suku bunga tetap tinggi.
Kunci prospek suku bunga adalah laporan penggajian November yang akan dirilis pada hari Jumat, di mana perkiraan median mendukung kenaikan sebesar 195.000 setelah laporan cuaca dan pemogokan bulan Oktober, yang juga dapat direvisi mengingat rendahnya tingkat respons untuk survei tersebut. Tingkat pengangguran diperkirakan naik menjadi 4,2 dari 4,1.
Di Asia, aktivitas manufakturnya meningkat lebih dari yang diharapkan pada bulan November, menurut data indeks manajer pembelian pemerintah dan swasta. Pembacaan tersebut terjadi saat Beijing meluncurkan serangkaian langkah stimulus agresif sejak akhir September, yang bertujuan untuk menopang pertumbuhan ekonomi.
Meskipun langkah-langkah tersebut tampaknya membuahkan hasil, pasar mengkhawatirkan lebih banyak hambatan ekonomi dari perang dagang dengan AS. Pedagang juga menunggu lebih banyak langkah stimulus dari dua pertemuan politik utama yang akan berlangsung pada akhir Desember.
Dari sentimen domestik, Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia berada di angka 49,2 pada Oktober 2024. Indeks ini menunjukkan bahwa masih di bawah tanda krusial tidak ada perubahan 50 selama empat bulan berturut-turut.
Kondisi PMI yang masih stagnan ini tidak terlepas dari daya beli masyarakat yang melemah. Jika dilihat tidak hanya Indonesia yang mengalami kontraksi manufaktur tetapi negara-negara Asean juga mengalami hal yang sama.
Upaya mendorong manufaktur dilakukan dengan memperhatikan kondisi pasar baik pasar dalam maupun luar negeri. Kondisi industri berkaitan langsung dengan daya beli. Oleh karena itu, upaya meningkatkan sektor manufaktur harus dilakukan selaras dengan meningkatkan daya beli masyarakat.
Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan inflasi pada November 2024 mencapai 0,30 atau lebih tinggi dibandingkan Oktober 2024, yang sebesar 0,08, tetapi masih lebih rendah jika dibandingkan dengan November 2023.
Kelompok pengeluaran penyumbang inflasi bulanan terbesar pada November 2024 adalah makanan, minuman, dan tembakau dengan inflasi 0,78 dan memberikan andil inflasi 0,22.
Komoditas yang mendorong inflasi pada kelompok ini adalah bawang merah dan tomat yang masing-masing memberikan andil inflasi sebesar 0,10.Berdasarkan data di atas, mata uang rupiah untuk perdagangan berikutnya diprediksi bergerak fluktuatif, namun kembali ditutup melemah di rentang Rp15.890 - Rp15.970 per dolar AS.