Kisah Mpu Prapanca, Pujangga Majapahit Menulis Negarakertagama Mengenai Kerajaan Singasari
Mpu Prapanca menjadi salah satu pujangga yang mendeskripsikan dua kerajaan besar di Pulau Jawa, yakni Majapahit dan Singasari. Konon saat itu Mpu Prapanca memang hidup di masa Kerajaan Majapahit.
Namun ada kisah menarik saat ia mendapat sumber sejarah dari Kerajaan Singasari yang ditulisnya dalam Kakawin Negarakertagama. Kakawin Negarakertagama jadi referensi utama sejarah kedua kerajaan hingga kini.
Kisah itu ternyata terkait dengan sosok Dang Acarya Ratnamsah. Sosoknya disebut sebagai pendeta tua penjaga silsilah Raja-raja Singasari dan Majapahit.
Pertemuan antara Mpu Prapanca dengan Dang Acarya Ratnamsah itu terjadi pada tahun 1359 saat berkeliling ke Lumajang.
Tak mustahil memang Dang Acarya Ratnamsah yang hidup semasa Kerajaan Singasari itu juga mengetahui keberadaan Prasasti Mula-malurung yang jadi referensi sejarah utama Kerajaan Singasari.
Sang pendeta juga memiliki pengetahuan soal Raja-raja Singasari hingga Majapahit.
Sebagaimana dikutip dari sejarawan Prof Slamet Muljana dalam bukunya "Tafsir Sejarah Nagarakretagama", dijelaskan bagaimana kunjungan Mpu Prapanca ke Dang Acarya Ratnamsah memang cukup singkat.
Ada beberapa kesaksian yang menyangsikan dalam waktu sesingkat itu Prapanca mampu menguraikan sejarah raja-raja Singasari dan Majapahit secara rinci.
Apa yang didengarnya dari Dang Acarya Ratnamsah, pasti hanya garis besar atau kerangka sejarah Singasari.
Pengetahuan itu perlu ditambah dengan bacaan pelbagai prasasti yang dapat diperolehnya dan cerita-cerita yang didengarnya di istana Majapahit. Sampai sekarang, belum ditemukan karya sejarah yang lebih tua daripada Negarakertagama.
Oleh karena itu, Prapanca tidak mungkin membaca karya sejarah tentang Singasari dan Majapahit. Pengetahuan tentang raja-raja Singasari dan Majapahit termuat sporadis dalam berbagai prasasti dan dongeng lisan pada waktu itu.
Prapanca adalah orang pertama yang mempunyai gagasan untuk menyusun bahan-bahan yang berserakan itu.
Demikianlah kiranya terjadinya sejarah raja-raja Singasari dan Majapahit seperti yang disajikan dalam Negarakertagama pupuh 40-49.
Sampai sejauh mana pengaruh Negarakretagama pada zaman Majapahit, tidak dapat diketahui. Meskipun karya itu dimaksudkan untuk memuja Raja Hayam Wuruk khususnya, masih disangsikan apakah karya itu pernah masuk istana Majapahit, karena hingga sekarang hanya ditemukan satu eksemplar saja dari naskah itu.
Bahkan naskahnya tidak ditemukan di Jawa, tetapi di Puri Cakranegara di Pulau Lombok. Karya-karya lainnya seperti Kakawin Pararaton, tidak demikian halnya.
Ada pelbagai eksemplar dari naskah Pararaton. Oleh karena itu, dapat diambil kesimpulan bahwa Negarakretagama pada zaman Majapahit tidak populer di Pulau Jawa.