Hamas Belum Pindahkan Kantornya ke Turki

Hamas Belum Pindahkan Kantornya ke Turki

Global | sindonews | Rabu, 20 November 2024 - 09:26
share

Pemerintah Turki membantah laporan bahwa gerakan Palestina Hamas telah memindahkan biro politiknya ke Turki.

Pernyataan itu muncul di tengah laporan Hamas tengah mencari rumah baru setelah adanya permintaan dari Qatar untuk meninggalkan negara Teluk tersebut.

Sumber diplomatik Turki mengatakan kepada wartawan pada hari Senin (18/11/2024) bahwa anggota biro politik Hamas mengunjungi Turki dari waktu ke waktu tetapi klaim bahwa Hamas telah pindah ke negara itu "tidak mencerminkan kebenaran".

Pada hari Minggu, penyiar publik Israel Kan melaporkan anggota Hamas berangkat dari Doha ke Turki setelah Qatar diduga meminta mereka pergi.

Beberapa media mengklaim perpindahan tersebut disebabkan keengganan Hamas menegosiasikan gencatan senjata dan perjanjian penyanderaan di Gaza.

Awal bulan ini, Qatar secara resmi menolak tuduhan bahwa mereka telah meminta Hamas menutup kantor perwakilannya di Doha.

Namun, Qatar menyatakan frustrasinya dengan negosiasi yang terhenti, yang menyebabkan keputusan untuk mundur dari peran mediasinya.

Beberapa anggota Hamas telah berada di Turki sejak 2011 sebagai bagian dari kesepakatan pertukaran tahanan yang melibatkan Gilad Shalit.

Pemimpin Hamas terkemuka, seperti Ismail Haniyeh dan Saleh al-Arouri, mengunjungi dan tinggal di Turki untuk waktu yang lama sebelum mereka dibunuh oleh Israel.

Kelompok Palestina tersebut tidak pernah secara resmi mendirikan kantor pusat di Istanbul.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyatakan pekan lalu bahwa Qatar telah meminta anggota Hamas untuk meninggalkan negara tersebut karena mereka tidak menandatangani perjanjian gencatan senjata dan penyanderaan.

Pejabat Amerika telah berusaha mengamankan pembebasan warga Israel yang ditawan Hamas dan kelompok Palestina lainnya sejak 7 Oktober 2023.

Sumber Hamas memberi tahu rekan-rekan mereka di Turki dan regional awal bulan ini bahwa pemerintah Qatar tidak menuntut mereka untuk pergi.

Hubungan antara Turki dan Israel telah memburuk sejak serangan yang dipimpin Hamas terhadap Israel dan operasi militer Israel berikutnya di Gaza, yang telah mengakibatkan lebih dari 43.000 kematian warga Palestina.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan adalah kritikus yang vokal dan keras terhadap operasi militer Israel, yang telah dia gambarkan sebagai genosida, bergabung dengan kasus Afrika Selatan terhadap Israel di Mahkamah Internasional (ICJ).

Pekan lalu, Erdogan mengumumkan pemerintahnya memutuskan semua hubungan dengan Israel.

Pada hari Minggu, pejabat Turki mengungkapkan Ankara menolak memberikan izin kepada pesawat Presiden Israel Isaac Herzog untuk menggunakan wilayah udara Turki guna melakukan perjalanan ke KTT Cop29 di Azerbaijan, yang secara efektif memblokir penerbangan tersebut.

Situasi ini telah mendorong serangkaian tindakan, termasuk tindakan hukum dan sanksi perdagangan, khususnya setelah pemilu lokal di Turki pada bulan Maret tahun ini, di mana Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang berkuasa di bawah Erdogan menghadapi reaksi keras karena dianggap tidak memberikan respons yang memadai terhadap konflik Gaza.

Sejak September, perdagangan Turki yang sedang berlangsung dengan Israel melalui negara ketiga dan Palestina telah menyebabkan tekanan dari pihak oposisi, yang menuduh Erdogan gagal menutup celah yang memungkinkan interaksi berkelanjutan.

Topik Menarik