Kementerian PPMI-SBMI Perkuat Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Luar Negeri
Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) atau Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) bersama Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) perkuat kerja sama perlindungan bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI). Hal itu dilakukan mengingat PMI sering kali menghadapi berbagai tantangan di luar negeri.
Menteri Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Abdul Kadir Karding menyatakan, kompleksitas masalah yang dihadapi pekerja migran hanya bisa diatasi melalui kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk kementerian lain dan organisasi buruh internasional. Karding menjelaskan pentingnya kerja sama lintas sektor untuk menciptakan sistem yang lebih efisien dan adil bagi perlindungan PMI.
Menurutnya, BP2MI dan kementerian tidak bisa bekerja sendiri dalam mengatasi berbagai isu, seperti tata kelola migrasi dan pelanggaran yang terjadi di lapangan.
“Pekerjaan ini tidak bisa hanya diurusi kementerian sendiri. Kita harus bergandengan tangan dengan semua pihak, baik kementerian lain, sipil, maupun organisasi buruh internasional,” ungkap Karding dalam pertemuan di Jakarta, Rabu, 6 November 2024.
Dalam kolaborasi tersebut, SBMI menyoroti sejumlah kelemahan dalam sistem pengelolaan pekerja migran yang harus segera diperbaiki. Termasuk lemahnya pengawasan terhadap perusahaan yang menempatkan PMI dan penanganan aduan yang lambat.
“Mereka memberikan banyak masukan agar tata kelola di kementerian ini lebih tertib dan lebih responsif terhadap kebutuhan pekerja migran,” kata Karding.
Karding menegaskan akan segera menindaklanjuti masukan tersebut untuk memperkuat sistem perlindungan yang ada. Karding juga mengajak SBMI untuk aktif melaporkan perusahaan atau individu yang tidak patuh terhadap regulasi, khususnya yang terkait dengan penempatan pekerja migran.
“Kalau ada data perusahaan atau orang-orang yang nakal, langsung kasih ke saya. Kita bisa kerjakan ini bersama-sama,” ucapnya.
Ketua Umum SBMI Aryanto menyampaikan masalah utama yang dihadapi oleh pekerja migran selama ini adalah buruknya tata kelola dan tumpang tindih kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah. Aryanto menilai, kondisi ini membuat penanganan masalah pekerja migran menjadi kurang optimal dan sering kali terlambat.
“Masalah ini sudah berlangsung selama puluhan tahun. Banyak pekerja migran yang dirugikan akibat kurangnya koordinasi antara pusat dan daerah,” jelas Aryanto.
Aryanto berharap, kerja sama dengan BP2MI dapat mengatasi tumpang tindih ini dan memperbaiki sistem yang ada sehingga pekerja migran dapat bekerja di luar negeri dengan lebih aman dan terlindungi.
Aryanto juga menambahkan bahwa SBMI siap menjadi mitra aktif BP2MI dalam menyusun kebijakan yang lebih efektif dan mengawasi implementasinya di lapangan. Menurutnya, sinergi antara pemerintah, organisasi buruh, dan perusahaan sangat dibutuhkan untuk memastikan kebijakan yang dibuat benar-benar menjawab kebutuhan pekerja migran.