Nyali Komandan Belanda Ini Ciut usai Cokrodiwiryo Tewas Ditebas Pangeran Diponegoro

Nyali Komandan Belanda Ini Ciut usai Cokrodiwiryo Tewas Ditebas Pangeran Diponegoro

Infografis | sindonews | Jum'at, 18 Oktober 2024 - 05:58
share

PASUKAN koalisi Belanda dan rakyat pribumi di bawah pimpinan Van Vlissingen diserang oleh Pangeran Diponegoro dan prajuritnya. Pertempuran ini terjadi di Glesung hingga menyebabkan tewasnya satu pemimpin pasukan dari kalangan pribumi bernama Mas Cokrodiwiryo.

Van Vlissingen yang melihat kekalahan saat bertempur dengan pasukan Pangeran Diponegoro, langsung melarikan diri kabur dengan kuda milik Mas Cokrodiwiryo.

Kaburnya Van Vlissingen dari pertempuran disadari oleh pasukan Pangeran Diponegoro yang akhirnya memburunya. Tapi Van Vlissingen terlebih dahulu tiba di Pacitan, yang menjadi markas pasukan koalisi Belanda dan pribumi.

Baca juga: Kisah Unik Marsekal Ashadi Tjahjadi, 3 Kali Minta Diganti Jadi KSAU tapi Ditolak Panglima TNI

Di sisi lain terjadi pertikaian antara prajurit yang dipimpin Mas Cokrodiwiryo dan Wiryodikromo, dengan Van Vlissingen yang dianggap berkhianat meninggalkan pemimpin pasukannya sendiri.

Dikutip dari buku "Kisah Brang Wetan: Berdasarkan Babad Alit dan Babade Nagara Pacitan", para prajurit yang melarikan diri dari pertempuran di Glesung, mengancam Van Vlissingen karena tidak mau ikut berperang, dan memilih kabur.

Saat itu memang Van Vlissingen memilih kabur dengan kuda milik Mas Cokrodiwiryo, sehingga menyebabkan Cokrodiwiryo sendiri gugur dalam pertempuran.

Para demang walnya satu suara di kubu Belanda, lantas kecewa dan merencanakan pembunuhan ke komandan pasukan Belanda itu.

Baca juga: Kisah Ki Ageng Pamanahan Bangun Permukiman Kerajaan Mataram di Hutan Mentaok

Mereka sepakat Van Vlissingen aman dikeroyok dan dibunuh. Ketika sudah sepakat, pada suatu hari para demang pergi ke rumah Tuan Van Vlissingen, akan melaksanakan rencana tersebut.

Beruntung, Tuan Van Vlissingen bisa bersembunyi di loteng. Setelah tidak berhasil menemukan Van Vlissingen, para demang atau seperti pemimpin kelurahan atau pejabat di kadipaten itu langsung pulang ke rumah masing-masing.

Van Vlissingen lantas melaporkan kejadian upaya percobaan pembunuhan ke dirinya ke Residen Belanda di Surakarta, bernama MacGillavry, yang menjabat pada 1823, 1825 - 1827 dan 1831-34. Surat itu diantarkan oleh tiga orang yakni Jodrono, Kromosemito, dan Jaswahyo.

Ketiganya bertempat tinggal di Desa Arjowinangun. Ketiga orang itu diberi penjelasan dan dipesankan, jangan ada yang membawa senjata agar perjalanan mereka tidak ketahuan dan bambu wuluh harus digunakan sebagai tongkat.

Ketiga orang itu segera berangkat. Perjalanan mereka tidak menemukan rintangan apa pun. Kemudian mereka menghadap tuan residen dan menyampaikan surat dari Van Vlissingen.

Berbekal laporan dari Van Vlissingen itulah akhirnya kepolisian Belanda mencari keterangan siapa saja yang hendak mengeroyok Van Vlissingen.

Dari hasil penyelidikan itu diketahui ada 7 orang demang atau pejabat pemerintahan di tingkat kecamatan, yang disebut jadi dalang upaya pengeroyokan komandan pasukan Belanda.

Para demang itu diperiksa pengadilan dan dinyatakan bersalah sehingga dihukum 15 tahun diasingkan.

Topik Menarik