3 Kisah Penyamaran TNI Paling Melegenda, Salah Satunya Jadi Mayat untuk Mengelabui Musuh
KISAH penyamaran TNI di medan operasi ini menarik untuk disimak. Sebab dengan menyamar sejumlah prajurit TNI mampu untuk melaksanakan tugasnya dengan baik.
Penyamaran sendiri merupakan salah satu keterampilan yang musti dikuasai oleh para prajurit, terutama yang bertugas sebagai intel.
Penyamaran anggota TNI ini dilakukan dengan cara menyembunyikan identitas asli mereka dan berpura-pura tampil sebagai orang lain.
https://daerah.sindonews.com/read/1440473/29/kisah-jenderal-kopassus-soegito-perintahkan-luhut-pandjaitan-cari-makanan-saat-peristiwa-malari-1724288899
Hal tersebut memungkinkan mereka untuk menggali informasi musuh lebih dalam.
Meski begitu, misi penyamaran ini memiliki risiko sangat tinggi. Sebab jika ketahuan, nyawa mereka adalah taruhannya.
3 Kisah Penyamaran TNI Paling Melegenda:
1. Penyamaran TNI Jadi Penjual Durian
Kisah penyamaran TNI jadi penjual durian ini termuat dalam buku "Kopassus Untuk Indonesia" karya Iwan Santosa E.A Natanegara, terdapat seorang prajurit Kopassus berpangkat sersan bernama Badri.
Baca juga: Kisah Jenderal Kopassus Soegito Perintahkan Luhut Pandjaitan Cari Makanan saat Peristiwa Malari
Suatu saat dirinya menjalankan tugas untuk menyamar sebagai penjual durian untuk menghadapi pemberontakan GAM.
Foto/Ilustrasi/Ist
Badri mengantarkan dagangan dari Medan ke Lhokseumawe. Setiap melewati pos penjagaan TNI, Badri selalu diminta memberikan durian untuk prajurit penjaga.
Dia memberikan durian dengan jumlah banyak, karena mengetahui ada satu peleton yang berjaga di pos tersebut. “Kalau saya berikan dua durian, justru ditempeleng,” katanya.
Karena penya,maran itulah Badri mampu masuk ke berbagai titik di Aceh yang dijaga ketat GAM.
Bahkan dia mendapat kepercayaan dari prajurit GAM hingga berhasil memetakan situasi lapangan di wilayah tersebut, khususnya di wilayah Lhokseumawe yang menjadi basis militer GAM.
2. Penyamaran TNI Jadi Sopir
Dalam buku "Sutiyoso The Field General, Totalitas Prajurit Para Komando”, diceritakan Sutiyoso yang kala itu masih berpangkat mayor mendapat tugas menangkap petinggi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Hasan Tiro dan orang-orang terdekatnya pada pertengahan tahun 1970an.
Jenderal Kopassus Letjen (Purn) Sutiyoso saat bertemu dengan combatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Foto/Ist
Sulistiyo kemudian sukses mendapat informasi terkait GAM dari seorang juru masak. Sayangnya ketika dia hendak melakukan penyergapan, Hasan berhasil melarikan diri.
Sutiyoso terus menggali keterangan dan mengetahui bahwa Hasan mengutus Usman, Menteri Keuangan GAM, ke rumah seorang guru ngaji. Guru mengaji itu akan mengantarkan Usman ke rumah seorang pengusaha di Lhokseumawe.
Dari situ Sulistiyo lantas menyamar sebagai pebisnis dan mengajak pengusaha itu datang ke kediamannya guna membahas lebih lanjut. Dari situlah Sulistyo mendapat informasi tentang Hasan setelah mengintrogasi sang pengusaha.
Ketika hendak menangkap Hasan, Sulistyo kembali menyamar. Kali ini dia menyamar sebagai sopir sang pengusaha tersebut.
Lewat penyamaran ini, Usman akhirnya berhasil ditangkap dan banyak memberikan keterangan tentang keberadaan Hasan Tiro. Setelah digali, ternyata Hasan Tiro sudah melarikan diri ke Malaysia melalui jalur utara yang tidak dijaga aparat.
3. Penyamaran TNI Jadi Mayat
Kisah penyamaran TNI yang terakhir ini dilakukan oleh Pardjo yang merupakan anggota Pasukan Gerak Tjepat (kini Kopasgat) dan diterjunkan ke hutan Papua sekitar tahun 1961-1962.
Suatu ketika, mereka disergap Korps Marinir Kerajaan Belanda di wilayah Fakfak dan kalah secara jumlah. Pardjo dan rekan-rekannya terpaksa harus mundur.
Foto/Ilustrasi/Ist
Saat mereka merasa kondisi sudah kondusif, pasukan Pardjo keluar untuk menyusup. Mereka menemukan sebuah perkampungan yang sudah porak-poranda dibakar pihak Belanda.
Pasukan kemudian memutuskan beristirahat di sekitar kampung itu. Sayangnya, mereka diserang tentara Belanda. Beberapa rekan Pardjo gugur karena terkena tembakan. Pardjo juga terluka akibat tertembak peluru Belanda.
Untuk mengelabui tentara Belanda, Pardjo memilih untuk bersembunyi di balik jasad rekan-rekannya dan menyamar seolah sudah tewas di medan perang.
Mobil patroli tentara Belanda berkeliaran dan membuatnya tak bisa bergerak.
Pardjo pun harus tidur dengan jasad rekannya selama lima hari, sebelum akhirnya diselamatkan warga dan dirawat.