Tafsir Al-Qur'an: 5 Arti Penting bagi Pengetahuan tentang Asbabun Nuzul

Tafsir Al-Qur'an: 5 Arti Penting bagi Pengetahuan tentang Asbabun Nuzul

Terkini | sindonews | Kamis, 3 Oktober 2024 - 12:10
share

Asbab al-Nuzul adalah konsep, teori atau berita tentang adanya "sebab-sebab turun"-nya wahyu tertentu dari al-Qur'an kepada NabiMuhammad SAW,baik berupa satu ayat, satu rangkaian ayat atau satu surat.

Konsep ini muncul karena dalam kenyataan, seperti diungkapkan para ahli biografi Nabi, sejarah al-Qur'an maupun sejarah Islam, diketahui dengan cukup pasti adanya situasi atau konteks tertentu diwahyukan suatu firman. Beberapa di antaranya bahkan dapat langsung disimpulkan dari lafal teks firman bersangkutan.

Seperti, misalnya, lafal permulaan ayat pertama surat al-Anfal menunjukan dengan jelas bahwa firman itu diturunkan kepada Nabi untuk memberi petunjuk kepada beliau mengenai perkara yang ditanyakan orang tentang bagaimana membagi harta rampasan perang.

Selanjutnya, seperti surat al-Masad (Tabbat), adalah jelas turun dalam kaitannya dengan pengalaman Nabi yang menyangkut seorang tokoh kafir Quraisy, paman nabi sendiri, yang bernama atau dipanggil Abu Lahab, beserta istrinya.

Baca juga: Asbabun Nuzul dan Arti Al-Qur'an Surat Al Maidah Ayat 48

Demikian juga, dari lafal dan konteksnya masing-masing dapat diketahui dengan jelas sebab-sebab turunnya surat Abasa al-Tahim, ayat tentang perubahan bentuk rembulan (al-ahillah) dalam surat al-Baqarah/2:189, dan lain sebagainya. Manfaat Pengetahuan Asbabun Nuzul

Masdar F. Mas'udimenulis bab "Konsep Asbab Al-NuzulRelevansinya Bagi Pandangan Historisis Segi-Segi Tertentu Ajaran Keagamaan" dalam buku berjudul "Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah" (Yayasan Paramadina) menjelaskan bahwa di antara hal-hal yang dapat dengan jelas menjadi petunjuk tentang sebab turunnya sebuah firman ialah jika dimulai dengan ungkapan dialogis, seperti "Mereka bertanya kepadamu (Nabi)", "Katakan kepada Mereka". dan lain-lain.

Juga jika di situ disebutkan nama pribadi orang seperti nama Abu Lahab, Zayd (ibn Haritsah) dan lainnya. Pengetahuan tentang asbab al-Nuzul akan membantu seseorang memahami konteks diturunkannya sebuah ayat suci. Konteks itu akan memberi penjelasan tentang implikasi sebuah firman, dan memberi bahan melakukan penafsiran dan pemikiran tentang bagaimana mengaplikasikan sebuah firman itu dalam situasi yang berbeda.

Dengan mengutip berbagai sumber otoritas dalam bidang ini, Ahmad von Denffer memberi rincian arti penting bagi pengetahuan tentang asbab al-nuzul, khususnya mengenai ayat-ayat hukum, sebagai berikut: Baca juga: Asbabun Nuzul Al-Qur'an Surat As Saffat

1. Makna dan implikasi langsung dan segera terpahami (muhabir, immediate) dari sebuah firman, sebagaimana hal tersebut dapat dilihat dari konteks aslinya. 2. Alasan mula pertama yang mendasari suatu kepentingan hukum. 3. Maksud asal sebuah ayat. 4. Menentukan apakah makna sebuah ayat mengandung terapan yang bersifat khusus atau bersifat umum, dan kalau demikian dalam keadaan bagaimana itu dapat atau harus diterapkan. 5. Situasi historis pada zaman Nabi dan perkembangan komunitas muslim. Sebagai sebuah contoh ialah firman Allah, "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; maka kemanapun kamu menghadapkan wajahmu, di sanalah Wajah Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Meliputi dan Maha Tahu". (QS. al-Baqarah/2:115).

Firman ini turun kepada Nabi berkaitan dengan adanya peristiwa yang dialami sekelompok orang beriman yang mengadakan perjalanan di malam hari yang gelap gulita. Pagi harinya mereka baru menyadari bahwa semalam mereka bersembahyang dengan menghadap ke arah yang salah, tidak ke kiblat.

Baca juga: Asbabun Nuzul Surat Fussilat Ayat 44, Tentang Al Qur'an yang Diturunkan Menggunakan Bahasa Arab

Kemudian mereka bertanya kepada Nabi berkenaan dengan apa yang mereka alami itu. Maka turunlah ayat suci itu, yang menegaskan bahwa kemanapun seseorang menghadapkan wajahnya, ia sebenarnya juga menghadap Tuhan, karena Tuhan tidak terikat oleh ruang dan waktu, sehingga Tuhanpun "ada di mana-mana, timur ataupun barat."

Akan tetapi karena konteks turunnya firman itu bersangkutan dengan peristiwa tertentu di atas, tidaklah berarti dalam sembahyang seorang muslim dapat menghadap kemanapun ia suka. Ia harus menghadap ke kiblat yang sah, yaitu arah al-Masjid al-Haram di Makkah. Tetapi ia dibenarkan menghadap mana saja dalam salat jika ia tidak tahu arah yang benar, atau kalau karena kondisi tertentu tidak mungkin baginya menghadap ke arah yang benar.

Baca juga: Asbabun Nuzul Surat Al Baqarah 184, Tentang Keringanan Puasa Wajib bagi Orang Sakit atau Musafir

Topik Menarik