UN Dihapus, Lulusan Indonesia Disebut Susah Masuk Kampus Belanda dan Jerman

UN Dihapus, Lulusan Indonesia Disebut Susah Masuk Kampus Belanda dan Jerman

Terkini | sindonews | Senin, 23 September 2024 - 16:13
share

Penghapusan Ujian Nasional (UN) di Indonesia pada tahun 2020 lalu telah memberikan dampak signifikan bagi para lulusan SMA yang ingin melanjutkan kuliah di luar negeri. Dalam hal ini ke kampus di Belanda dan Jerman.

Kondisi ini diungkapkan seorang konten kreator Irwan Prasetiyo melalui akun Instagramnya @irwanprasetiyo. Dia mengatakan, kebijakan penghapusan ini menyebabkan beberapa universitas, khususnya di Belanda, tidak lagi menerima lulusan SMA dari Indonesia secara langsung.

Baca juga: Gaes, Ini 20 Beasiswa Terbaik yang Buka hingga Akhir Tahun, Kuliah Gratis di Luar Negeri

Irwan yang saat ini bekerja di Adidas sebagai Senior Manager FP&A North America menyebutkan bahwa University of Twente, salah satu universitas di Belanda, secara jelas menyatakan bahwa sejak tidak adanya hasil UN, para lulusan SMA dari Indonesia tidak lagi memenuhi syarat untuk diterima langsung. "Karena sejak tahun 2020 di Indonesia sudah tidak ada lagi hasil UN maka para lulusan SMA sejak 2020 sudah tidak bisa lagi langsung diterima langsung di Belanda," ujar Irwan, dikutip dari Instagramnya, Senin (23/9/2024).

"Hal ini karena tingkat pendidikan SMA kita sudah dianggap tidak setara dengan SMA di Belanda," lanjut Irwan.

Baca juga: Terbaru, LPDP dan Australia Awards Tawarkan Beasiswa S2 Bersama

Tidak hanya di University of Twente, hal serupa juga terjadi di banyak universitas lain di Belanda karena ijazah lulusan SMA Indonesia dianggap turun kelas sehingga lebih cocok untuk pendaftaran ke hogeschool atau university of applied science—institusi pendidikan yang fokus pada keterampilan praktis daripada penelitian akademik.

Kondisi ini juga terjadi di Jerman. Irwan menjelaskan bahwa persyaratan masuk ke Studienkolleg, lembaga praperguruan tinggi bagi lulusan internasional, semakin ketat. "Jika sebelumnya nilai minimum adalah 60, sekarang naik menjadi 85 untuk lulusan SMA dari Indonesia," tambahnya.

Menurut Irwan, hal ini menjadi bukti bahwa perubahan kebijakan pendidikan di Indonesia, seperti penghapusan UN dan seringnya pergantian kurikulum, tidak luput dari perhatian negara-negara lain. Mereka melihat perubahan tersebut dan membuat penilaian sendiri mengenai kualitas pendidikan di Indonesia.

Baca juga: 4 Hal yang Wajib Diperhatikan untuk Wujudkan Mimpi Kuliah di Luar Negeri"Pada kenyataanya mereka tahu dan bisa diinterpretasikan sendiri apa mereka menganggap kualitas pendidikan SMA kita naik kelas atau justru turun kelas," ujarnya.

Irwan sendiri mengaku sebagai pihak yang tidak setuju saat UN dihapuskan dulu. Seharusnya Indonesia menerapkan pendekatan yang lebih ketat seperti yang dilakukan oleh China atau Korea Selatan. Jika masih merasa tertinggal, tutur Irwan, belajarnya harus lebih giat, bukan malah meniru negara-negara maju seperti Finlandia yang sudah mapan.

Diketahui, setelah UN dihapus maka Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengganti sistem penilaian di sekolah dengan Asesmen Nasional atau yang dikenal dengan ANBK.

Penilaian pada ANBK berfokus pada asesmen kompetensi minimum, survei karakter, dan survei lingkungan belajar. Peserta AN juga tidak seluruh siswa melainkan siswa kelas V, VIII, dan XI yang dipilih secara acak oleh pemerintah.

Topik Menarik