Penguatan Local Taxing Power

Penguatan Local Taxing Power

Nasional | sindonews | Senin, 9 September 2024 - 06:30
share

Candra Fajri Ananda Staf Khusus Menteri Keuangan RI

EKONOMI pembangunan daerah tak dapat dipisahkan dari peran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hal tersebut lantaran APBD merupakan instrumen utama bagi pemerintah daerah dalam merancang dan mengimplementasikan program-program pembangunan yang berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.

Ironisnya, sebagian besar alokasi APBD saat ini masih lebih banyak digunakan untuk pembiayaan belanja pegawai dibandingkan dengan alokasi untuk kegiatan Pembangunan yang diinginkan masyarakat. Ketergantungan pada belanja rutin seperti gaji dan tunjangan pegawai membuat ruang fiskal yang tersedia untuk pembangunan infrastruktur, peningkatan pelayanan publik, dan pengembangan ekonomi daerah menjadi sangat terbatas. Tatkala sebagian besar dana APBD terserap untuk belanja pegawai, maka inisiatif-inisiatif strategis untuk pengembangan wilayah menjadi terhambat.

Penting untuk dicatat bahwa sebagian besar dana transfer dari pemerintah pusat seperti Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH), dan Dana Desa (DD) sebagian besar telah ditentukan penggunaannya (earmarked). Sehingga, keberadaan earmarking mutlak memangkas fleksibilitas pemerintah daerah dalam mengalokasikan dana sesuai dengan kebutuhan dan prioritas lokal. Akibatnya, keluhan terhadap kekurangan anggaran untuk program-program yang dianggap penting oleh pemerintah daerah pun kerap tak terhindarkan.

Salah satu solusi untuk mengatasi keterbatasan fiskal pemerintah ialah dengan memperkuat Pendapatan Asli Daerah (PAD). Penguatan PAD bukan hanya sekadar pilihan, tetapi menjadi suatu keharusan untuk meningkatkan kemandirian fiskal daerah. Penguatan PAD menjadi penting karena sumber pendapatan tersebut lebih fleksibel penggunaannya dibandingkan dengan dana transfer dari pemerintah pusat.

Pemerintah daerah mutlak akan memiliki lebih banyak keleluasaan dalam merancang dan melaksanakan program pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi daerahnya melalui optimalisasi sumber-sumber PAD. Pendapatan dari sumber-sumber PAD seperti pajak daerah, retribusi, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dapat digunakan lebih leluasa sesuai kebutuhan dan prioritas pembangunan daerah. Dengan demikian, Pemda lebih leluasa menggunakan PADnya untuk mendanai berbagai program pembangunan yang bersifat strategis dan berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.

Kendati demikian, meningkatkan PAD bukanlah tugas yang mudah dan sampai saat ini, masih banyak daerah yang belum mampu dan memiliki potensi sumber daya ekonomi yang memadai untuk meningkatkan PAD secara signifikan.

Tantangan dan Peluang Pajak Daerah dalam Kerangka UU HKPD

Salah satu pilar utama dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) adalah peningkatan kemampuan pajak daerah atau local taxing power. Kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat kemandirian fiskal pemerintah daerah dalam rangka mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Salah satu langkah konkret yang diatur dalam UU tersebut adalah perubahan proporsi bagi hasil Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dari sebelumnya 70:30 (70 untuk provinsi dan 30 untuk kabupaten/kota) menjadi 30 untuk provinsi dan 70 untuk kabupaten/kota.

Kebijakan ini juga mencakup Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), di mana kewenangan pengelolaannya lebih banyak diserahkan kepada daerah. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan daerah dan memberikan insentif bagi pemerintah daerah untuk lebih proaktif dalam menggali potensi pajak lokal.

Perubahan proporsi tersebut memiliki dampak signifikan terhadap upaya penguatan fiskal daerah. Sebelumnya, berdasarkan data Kementerian Keuangan tahun 2023, realisasi penerimaan PKB nasional mencapai Rp 35,2 triliun, di mana sebelumnya 70 diterima oleh pemerintah provinsi dan 30 oleh kabupaten/kota. Kini, dengan adanya perubahan kebijakan, diharapkan kabupaten/kota akan lebih memiliki insentif untuk meningkatkan penerimaan PKB dengan upaya-upaya yang lebih maksimal, seperti memperbaiki sistem penagihan pajak, meningkatkan pelayanan wajib pajak, dan mencegah terjadinya kebocoran pajak.

Data Kementerian Dalam Negeri (2023) mencatat bahwa total PAD nasional sebesar Rp 280,9 triliun. Meskipun demikian, kontribusi PAD terhadap total APBD masih relatif kecil, hanya sekitar 24 dari total pendapatan daerah. Hal ini menunjukkan bahwa sejatinya masih terdapat potensi besar untuk meningkatkan PAD di berbagai daerah di Indonesia. Penggunaan PAD yang tidak terikat earmarking memungkinkan daerah untuk lebih leluasa mengalokasikan dana sesuai dengan kebutuhan dan prioritas pembangunan lokal, seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan, asalkan tetap mengikuti prosedur pengannggaran dan tata kelola yang baik.

Mendorong Produktivitas dan Investasi Daerah

Sebagai upaya dalam peningkatan penerimaan pajak daerah, pemerintah daerah tidak dapat hanya bergantung pada peningkatan kapasitas administrasi pajak semata, melainkan juga harus disertai dengan dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi lokal. Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan menciptakan berbagai peluang usaha baru dan mendorong penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat setempat.

Hal ini, pada gilirannya, memperluas basis pajak daerah, termasuk pajak penghasilan dan pajak-pajak lainnya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,2 dengan kontribusi signifikan dari sektor perdagangan dan jasa, menunjukkan bahwa dorongan terhadap aktivitas ekonomi lokal adalah langkah strategis untuk meningkatkan penerimaan pajak daerah.

Sektor ekonomi kreatif, seperti industri digital, seni, kuliner, dan fesyen, semakin berkontribusi terhadap perekonomian daerah. Pada tahun 2023, kontribusi sektor ekonomi kreatif terhadap PDB nasional mencapai 7,8 (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 2023). Selain itu, pengembangan pariwisata jenis baru, seperti pariwisata kesehatan, spiritual, dan budaya, juga menunjukkan potensi besar dalam menarik wisatawan domestik dan internasional. Upaya ini tidak hanya meningkatkan pendapatan daerah dari pajak dan retribusi, tetapi juga menciptakan peluang kerja dan mengurangi kesenjangan ekonomi di berbagai wilayah.

Di samping dana APBD, termasuk PAD, investasi juga merupakan instrumen penting lainnya yang perlu didorong untuk membiayai pembagunan di daerah. Investasi baik dari dalam negeri maupun asing dapat memberikan injeksi dana yang diperlukan dalam pembangunan infrastruktur, pengembangan sektor-sektor ekonomi potensial, serta penciptaan lapangan kerja baru.

Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tahun 2023, total realisasi investasi di Indonesia mencapai Rp 1.200 triliun, meningkat 6,4 dibandingkan tahun sebelumnya. Sayangnya, distribusi investasi ini masih terkonsentrasi di beberapa wilayah tertentu, sehingga pemerintah daerah perlu lebih aktif dalam menarik investasi ke daerahnya masing-masing.

Demi mendorong masuknya investasi, penting bagi pemerintah daerah untuk mengatasi berbagai hambatan yang mengganggu iklim investasi, seperti korupsi dan praktik rente ekonomi. Pasalnya, berdasarkan laporan Transparency International tahun 2023, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia berada pada skor 37 dari 100, yang menunjukkan masih adanya persepsi negatif terhadap praktik korupsi di Indonesia.

Korupsi dan rente ekonomi tidak hanya mengurangi daya tarik investasi, tetapi juga menghambat pertumbuhan ekonomi lokal dan peningkatan penerimaan pajak daerah. Oleh sebab itu, pemerintah daerah perlu berupaya menciptakan lingkungan usaha yang lebih transparan, akuntabel, dan bebas dari praktik korupsi. Langkah-langkah perbaikan harus terus dilakukan, terutama oleh pemerintah yang baru terpilih, agar investasi terus tumbuh positif dan merata di seluruh pelosok daerah di Indonesia dalam kerangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat, semoga.

Topik Menarik