Kisah Raja Faisal Arab Saudi Lakukan Embargo Minyak yang Cekik Ekonomi AS karena Amerika Pro-Israel

Kisah Raja Faisal Arab Saudi Lakukan Embargo Minyak yang Cekik Ekonomi AS karena Amerika Pro-Israel

Global | sindonews | Minggu, 8 September 2024 - 08:43
share

Kerajaan Arab Saudi pernah menorehkan sejarah dengan berani mencekik ekonomi Amerika Serikat (AS) melalui embargo minyak. Itu dilakukan oleh raja pemberani, Raja Faisal bin Abdulaziz al-Saud, pada tahun 1973.

Langkah embargo minyak itu diambil sebagai respons terhadap dukungan Amerika Serikat (AS) terhadap Israel selama Perang Yom Kippur atau Perang Oktober.

Perang Yom Kippur dimulai pada 6 Oktober 1973, ketika Mesir dan Suriah melancarkan serangan mendadak terhadap Israel yang pada saat itu sedang merayakan hari libur Yom Kippur.

Konflik tersebut merupakan usaha negara-negara Arab untuk merebut kembali wilayah yang hilang selama Perang Enam Hari pada 1967. Amerika Serikat, sebagai sekutu utama Israel, memberikan dukungan militer dan politik yang signifikan kepada negara tersebut.

Embargo Minyak Arab Saudi Mencekik Ekonomi AS

Sebagai reaksi terhadap dukungan Amerika Serikat kepada Israel, Raja Faisal memimpin keputusan untuk melaksanakan embargo minyak.

Pada 17 Oktober 1973, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), yang pada waktu itu didominasi oleh negara-negara Arab, memutuskan untuk menurunkan produksi minyak dan menghentikan ekspor minyak ke negara-negara yang dianggap mendukung Israel, termasuk Amerika Serikat.

Menurut Daniel Yergin dalam bukunya The Prize: The Epic Quest for Oil, Money & Power, Embargo minyak 1973 adalah salah satu momen yang mengubah secara radikal lanskap energi global. Dalam waktu singkat, negara-negara penghasil minyak Arab memanfaatkan posisi mereka untuk memengaruhi kebijakan luar negeri dan ekonomi negara-negara Barat.

Langkah ini memiliki dampak langsung yang signifikan terhadap ekonomi global. Selama periode embargo, Arab Saudi mengurangi produksi minyak dari 10,5 juta barel per hari menjadi sekitar 5,5 juta barel per hari, dan harga minyak dunia melonjak dari sekitar USD3 per barel menjadi USD12 per barel dalam waktu singkat. Ini menunjukkan peningkatan harga minyak sebesar 300.

Embargo minyak menyebabkan krisis energi global yang mempengaruhi banyak negara, dengan Amerika Serikat menjadi salah satu yang paling terdampak.

Krisis ini mengakibatkan lonjakan harga bahan bakar, antrean panjang di stasiun pengisian bahan bakar, dan inflasi tinggi.

Menurut Bassam Tibi dalam The New Middle East: What Everyone Needs to Know, Krisis energi ini menyebabkan dampak ekonomi yang sangat besar, termasuk inflasi tinggi dan penurunan tajam dalam pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat.

Pada puncaknya, inflasi tahunan di Amerika Serikat mencapai 12, dan pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan yang tajam.

Dalam jangka panjang, embargo ini memaksa Amerika Serikat untuk mengeksplorasi sumber energi alternatif dan memperkuat kebijakan energi nasional. Ini juga mempercepat diversifikasi ekonomi dan pencarian solusi jangka panjang untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil.

Arab Saudi Kaya Raya dalam Sekejap

Bagi Arab Saudi, embargo ini merupakan berkah ekonomi. Pendapatan negara dari ekspor minyak melonjak secara drastis.

Pada tahun 1973, pendapatan minyak Arab Saudi meningkat dari USD2,6 miliar pada tahun 1972 menjadi USD8,3 miliar.

Peningkatan harga minyak memberikan keuntungan besar dan memungkinkan Arab Saudi untuk membangun cadangan devisa yang signifikan, serta melaksanakan berbagai proyek pembangunan infrastruktur dan modernisasi ekonomi.

David Simon mencatat dalam Oil, Energy, and the Middle East , Arab Saudi mengalami lonjakan pendapatan minyak yang luar biasa, yang memungkinkan mereka untuk berinvestasi besar-besaran dalam pembangunan nasional dan modernisasi.

Durasi Embargo Minyak oleh Arab Saudi Cs

Embargo minyak oleh Arab Saudi dan negara-negara Arab lainnya dimulai pada 17 Oktober 1973, dan berlangsung hingga Maret 1974.

Pada Maret 1974, embargo mulai dicabut secara bertahap, meskipun beberapa negara Arab terus memberlakukan pembatasan produksi sebagai alat politik hingga tahun 1974.

Sebagai respons terhadap embargo minyak dan krisis energi yang menyusul, Amerika Serikat mengambil beberapa langkah strategis

Pertama, melakukan diversifikasi sumber energi, yakni mulai mencari cara untuk mengurangi ketergantungan pada minyak Timur Tengah. Mereka meningkatkan investasi dalam energi alternatif dan pengembangan sumber energi domestik, seperti minyak shale dan gas alam.

Kedua, meningkatkan cadangan minyak strategi. Pada tahun 1975, Amerika Serikat mendirikan Strategic Petroleum Reserve (SPR), sebuah cadangan minyak strategis yang dirancang untuk melindungi negara dari krisis energi di masa depan.

Ketiga, memperkenalkan kebijakan energi yang lebih ketat. Ini termasuk efisiensi energi dan pengaturan harga bahan bakar untuk mengurangi dampak fluktuasi harga minyak global.

Keempat, gencarkan diplomasi. Amerika Serikat meningkatkan upaya diplomasi untuk memperbaiki hubungan dengan negara-negara penghasil minyak Arab dan untuk menstabilkan pasar energi global.

Lambat laun, krisis minyak itu berakhir dan hubungan antara Amerika Serikat dan Arab Saudi mulai membaik secara bertahap.

Pada akhir 1970-an dan awal 1980-an, Amerika Serikat dan Arab Saudi menandatangani sejumlah perjanjian keamanan dan ekonomi yang saling menguntungkan. Salah satu contoh penting adalah perjanjian penjualan senjata, di mana Amerika Serikat mulai menyediakan peralatan militer canggih kepada Arab Saudi.

Kedua negara mulai bekerja sama lebih erat dalam sektor energi. Arab Saudi tetap menjadi salah satu penyedia minyak terbesar bagi Amerika Serikat, dan kerjasama ini membantu menstabilkan pasar energi global.

Kedua negara juga memiliki kepentingan bersama dalam menjaga stabilitas di Timur Tengah. Mereka kembali akur, menjalin kerja sama dalam berbagai isu regional, seperti keamanan dan penanganan terorisme, membantu memperkuat hubungan bilateral.

Topik Menarik