Selain Cuti 6 Bulan, Partai Perindo Usulkan Ruang Laktasi di Kantor untuk Working Mom

Selain Cuti 6 Bulan, Partai Perindo Usulkan Ruang Laktasi di Kantor untuk Working Mom

Nasional | sindonews | Kamis, 4 Juli 2024 - 22:31
share

Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru-baru ini mensahkan Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2024 yang mengatur tentang cuti melahirkan hingga maksimal enam bulan. Hal ini direspons Ketua DPP Bidang Sosial dan Kebencanaan Partai Perindo, Sri Gusni Febriasari.

Sri Gusni menjadi salah satu pihak yang mendukung kebijakan tersebut. Namun Sri menilai, untuk bisa mengakomodir terpenuhinya hak-hak ibu dan anak, Pemerintah seharusnya tak hanya fokus masalah penerapan waktu cuti melahirkan saja.

"Sebenarnya yang perlu didorong juga, tadi selain memang undang-undang ini masih banyak yang perlu ada penambahan, selain cuti ayah yang tidak diatur secara jelas,” ujar Sri, saat diwawancara SINDOnews, Kamis (4/7/2024).

"Undang-undang ini juga perlu diartikan dan perlu ditangkap oleh para pemerintah daerah untuk bisa menghasilkan kebijakan atau membuat program-program yang bisa mendukung terpenuhinya hak ibu dan anak,” sambungnya.

Baca juga: Asyik! Cuti Melahirkan Jadi 6 Bulan, Suami Dapat Libur 3 Hari

Menurutnya, ada hal lain yang tak kalah penting. Salah satunya, yakni dengan mendorong setiap institusi atau perusahaan agar menyediakan fasilitas ruangan laktasi atau menyusui.

“Contohnya apa? Kita mendorong nih benar-benar di setiap institusi pemerintah ataupun swasta untuk bisa ada ruang laktasi. Karena mungkin itu juga salah satu yang perlu kita dukung,” ungkapnya.

Sri menilai, hal sepele tersebut menurutnya saat penting untuk bisa menciptakan sebuah ekosistem yang pada akhirnya juga bisa mendukung terpenuhinya hak-hak perempuan dan anak.

“Karena kan kita pengen membuat sebuah ekosistem yang pada akhirnya bisa anak-anak terpenuhi hak-haknya atas pengasuhan dan peawatan yang terbaik,” tegasnya.

Sri juga menambahkan, UU m tersebut juga dinilai masih terlalu fokus terhadap pemberian cuti melahirkan kepada perempuan.

Padahal, di masa-masa kehamilan hingga melahirkan, perempuan juga butuh figur seorang suami untuk membantunya mengasuh sang anak.

Meski dalam UU disebutkan bahwa suami akan mendapatkan waktu yang cukup untuk mendampingi sang istri, namun di sana tidak disebutkan secara spesifik berapa lama waktu yang dimaksud.

"Jadi ini kaya malah semakin memperlihatkan kepada kita bahwa hari ini kondisi kita memang terkait pengasuhan anak itu lebih diberatkan kepada seorang perempuan aja,” ungkap Sri.

"Padahal harapan kita, ketika ada undang-undang ini ya kita mau nih negara punya paradigma bahwa pengasuhan ini bukan hanya menajdi tanggung jawab seorang ibu tapi juga tanggung jawab kedua pasangan, baik ibu maupun ayahnya,” tegasnya lagi.

Topik Menarik