Apa Itu Hadas? Ini Pengertian dan Hukumnya dalam Wudu

Apa Itu Hadas? Ini Pengertian dan Hukumnya dalam Wudu

Seleb | BuddyKu | Rabu, 1 Maret 2023 - 10:41
share

Kita seringkali mengenal pembagian hadas kecil dan hadas besar. Namun, apa itu hadas? Mengapa hadas dapat melarang kita untuk melakukan ibadah tertentu?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hadas secara etimologi ialah keadaan tidak suci pada diri seorang muslim yang menyebabkan ia tidak boleh salat, tawaf, dan sebagainya. Ini merupakan pengertian hadas secara tunggal.

Ensiklopedia Indonesia juga menyebutkan, hadas ialah ketidaksucian yang dipandang tidak suci oleh sarat dan menghalangi sarat sahnya suatu ibadah.

Seperti yang kita tahu, hadas memang dibagi menjadi dua, yakni hadas kecil dan hadas besar. Namun, aturan hukum hadas secara luas ialah sebagai berikut:

Keluarnya kencing, tinja, dan air mani

Air kencing dan tinja yang keluar dari kemaluan dan anus, hukumnya membatalkan wusu menurut ijma. Tak hanya, itu, sesuatu yang lain yang keluar dari kemaluan dan dubur pun juga membatalkan wudu.

Namun, dalam ad-Dimasyqi (2017:20), disebutkan mazhab Maliki berpendapat, keluarnya sesuatu selain air kencing dan kotoran dari kemaluan dan dubur tidaklah membatalkan wudu.

Di sisi lain, Mazhab Hanafi, Hambali, dan Maliki berpendapat, air mani yang keluar berarti membatalkan wudu, tetapi mazhab Syafii berpendapat sebaliknya, meski mewajibkan mandi wajib.

Mazhab Hanafi menyebut, ketiganya: kencing, tinja, dan air mani membatalkan wudu.

Menyentuh kemaluan

Jika seseorang menyentuh kemaluannya sendiri bukan dengan tangan, wudu tak batal menurut para imam mazhab. Namun, ada perbedaan pendapat tentang pembatalan wudu karena menyentuh kemaluan dengan tangan.

Menurut mazhab Hanafi, tangan bagian mana pun akan membatalkan wudu jika menyentuh kemaluan. Sementara itu, mazhab Syafii menyebut wudu baru batal jika kita menyentuh kemaluan sendiri tanpa penghalang, dengan tangan bagian dalam, baik dalam kondisi ada syahwat ataupun tidak.

Alias, wudu tak batal jika menyentuh kemaluan dengan punggung tangan.

Menurut mazhab hambali, tangan bagian mana pun yang menyentuh kemaluan akan membatalkan wudu. Sementara itu, mazhab Maliki menyebut pembatalan wudu baru terjadi jika adanya syahwat saat tangan menyentuh kemaluan.

Ada pula hukumnya menyentuh kemaluan orang lain. Menurut mazhab Hambali dan Syafii, menyentuh kemaluan orang lain tak membatalkan wudu, ini berlaku bagi yang menyentuh dan yang disentuh.

Ini juga berlaku bagi anak-anak ataupun dewasa, yang masih hidup maupun yang telah meninggal. Bahkan, mazhab Maliki berpendapat wudu tak batal jika kemaluan disentuh oleh anak kecil.

Di sisi lain, pendapat bahwa wudu seseorang tak batal jika kemaluannya disentuh orang lain datang dari mazhab Hanafi dan Hambali. Namun, mazhab Maliki berpendapat wudu menjadi batal jika kemaluan seseorang disentuh.