Dugaan Pelanggaran Netralitas oleh PPS di Pangandaran: Klarifikasi dan Tindak Lanjut
PANGANDARAN, iNewsPangandaran.id - Kasus dugaan pelanggaran netralitas oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS) berinisial JK di Desa Pagerbumi, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, mencuat setelah adanya laporan bahwa JK menyampaikan pesan yang dianggap mendukung salah satu pasangan calon (paslon) Bupati dan Wakil Bupati dalam sebuah grup WhatsApp.
Sebagai PPS sekaligus Kepala Dusun, JK memiliki kewajiban menjaga netralitas, namun tindakannya ini menimbulkan perbincangan di kalangan anggota grup dan dianggap melanggar prinsip penyelenggaraan pemilu yang netral dan adil.
Menurut Ketua Divisi SDM Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat (Sosparmas) KPU Kabupaten Pangandaran, Maskuri Sudrajat, pihaknya telah menerima laporan dari masyarakat terkait dugaan tersebut. JK telah dipanggil untuk klarifikasi.
"Ya memang benar itu terjadi, kami dapat informasi aduan dari beberapa orang. Setelah itu, kami pun memanggil JK PPS Desa Pagerbumi guna dimintai klarifikasi," ujarnya saat dihubungi melalui telepon WhatsAap, Kamis 14 November 2024 malam.
Dalam keterangannya, JK membantah bahwa pesan tersebut merupakan kampanye. Dia mengklaim bahwa ucapannya hanyalah ekspresi kekecewaan terhadap pemerintah terkait tunjangan yang belum cair, tanpa bermaksud mendukung salah satu paslon.
"Namun, yang bersangkutan (JK) tetap tidak mengakui bahwa bahasa tersebut sebagai bahasa untuk kampanye," jelasnya.
Maskuri menjelaskan bahwa KPU akan menindaklanjuti kasus ini dengan meminta keterangan tambahan dari pihak-pihak terkait, termasuk Ketua Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI), karena dugaan pelanggaran terjadi dalam grup WhatsApp PPDI.
Maskuri pun menegaskan, lantaran JK mengaku tidak ada unsur kampanye, maka tindakan kami di Internal, pertama Klarifikasi, yang kedua akan mencari keterangan pihak lain.
"Termasuk nanti kami akan memintai keterangan dari Ketua PPDI, karena hal itu terjadi di grup WhatsApp PPDI, terus nanti ada tindakan persidangan, dan gak bisa ujug-ujug atau semena - mena mengganti dan sebagainya," ungkapnya.
Yang pastinya, tambah Maskuri, ada beberapa tahapan, dan saat ini baru tahapan Klarifikasi, dan hasil dari Klarifikasi bahwa ia JK tidak mengakui bahasa tersebut sebagai bentuk kampanye.
Setelah tahapan klarifikasi selesai, langkah-langkah lebih lanjut seperti sidang atau tindakan administratif dapat diambil berdasarkan bukti dan keterangan yang ada.
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi semua penyelenggara pemilu untuk menjaga netralitas dan integritas, mengingat pelanggaran terhadap aturan dapat dikenai sanksi sesuai peraturan. Pilkada diharapkan berjalan dengan adil tanpa intervensi atau keberpihakan dari pihak yang seharusnya netral.