Kasus Dokter Lecehkan Pasien saat USG: Pentingnya Edukasi Etika Medis dan Kesadaran Hak Pasien Perempuan

Kasus Dokter Lecehkan Pasien saat USG: Pentingnya Edukasi Etika Medis dan Kesadaran Hak Pasien Perempuan

Gaya Hidup | okezone | Rabu, 16 April 2025 - 06:22
share

Dunia medis kembali diguncang oleh dugaan kasus pelecehan seksual yang melibatkan seorang oknum dokter kandungan di Kabupaten Garut. Peristiwa ini mencuat hanya berselang beberapa waktu setelah kasus pemerkosaan oleh peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung.

Seorang dokter berinisial SF diduga melakukan pelecehan terhadap pasien perempuan saat proses pemeriksaan kehamilan dengan metode Ultrasonografi (USG) di sebuah klinik swasta.

Video rekaman CCTV yang beredar luas di media sosial memperlihatkan momen saat dokter tengah memeriksa pasien. Di tengah video, terlihat gerakan yang mencurigakan, di mana tangan dokter diduga meremas bagian payudara korban, sehingga memicu reaksi spontan dari pasien.

Kepala Dinas Kesehatan Garut, Leli Yuliani membenarkan adanya laporan masyarakat terkait dugaan tindakan tidak senonoh tersebut.

“Kejadian ini bukan terjadi di fasilitas kesehatan milik pemerintah, melainkan di klinik swasta. Kalau tidak salah, kasusnya terjadi pada tahun 2024,” ujar Leli saat diwawancara di Lapangan Otista, Garut, Selasa (15/4/2025).

Leli menambahkan, dokter SF diketahui pernah menjalin kerja sama dengan Pemkab Garut dan bertugas di RS Malangbong, meski bukan warga asli Garut.

Salah satu korban lain juga mengaku mengalami tindakan serupa. Ia menyampaikan bahwa saat proses USG, dokter sempat menyentuh area intim dan mengelus bagian tubuh lainnya tanpa alasan medis yang jelas.

“Setelah konsultasi dengan bidan, saya baru sadar bahwa itu termasuk pelecehan. Akhirnya saya putuskan pindah dokter,” ujar salah satu korban.

Edukasi Etika Profesi dan Kesadaran Pasien

Kasus ini menunjukkan urgensi penguatan pendidikan etika profesi bagi tenaga medis, khususnya mereka yang berinteraksi langsung dengan pasien perempuan dalam kondisi rentan. Dalam dunia kedokteran, interaksi dokter-pasien harus berlandaskan prinsip profesionalisme, transparansi, dan penghormatan terhadap privasi serta integritas tubuh pasien.

Pakar etika kedokteran menegaskan bahwa dokter wajib menjelaskan secara rinci setiap tindakan yang akan dilakukan dan memastikan bahwa pasien merasa aman serta nyaman selama pemeriksaan berlangsung.

“Etika profesi bukan sekadar pelengkap, tapi fondasi kepercayaan antara dokter dan pasien. Tanpa itu, profesi ini kehilangan martabatnya,” ungkap salah satu dosen kedokteran di Bandung.

 

Perempuan Punya Hak Didampingi saat Pemeriksaan

Selain pentingnya edukasi untuk dokter, kasus ini juga menyoroti rendahnya kesadaran terhadap hak-hak pasien perempuan saat menjalani pemeriksaan medis. Banyak yang belum mengetahui bahwa pasien, khususnya perempuan, berhak untuk meminta pendampingan oleh tenaga medis perempuan seperti perawat atau bidan saat diperiksa oleh dokter laki-laki.

“Dalam situasi pemeriksaan sensitif, pasien perempuan tidak hanya berhak untuk merasa aman, tapi juga berhak menolak atau meminta adanya pendampingan. Ini bukan sekadar soal kenyamanan, tapi bentuk perlindungan terhadap hak dan integritas pasien,” tambah Leli.

Dinas Kesehatan Garut mendorong korban untuk melapor secara resmi agar proses hukum dapat berjalan dan memberikan efek jera. Leli juga menyatakan akan memperketat pengawasan terhadap praktik dokter, khususnya di klinik-klinik swasta yang tidak terikat langsung dengan pengawasan pemerintah.

Kasus ini menjadi refleksi bagi seluruh pihak, terutama dunia medis, untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dalam setiap tindakan. Kepercayaan pasien adalah amanah besar, dan penyalahgunaan posisi oleh oknum tak hanya mencoreng nama baik profesi, tetapi juga menyisakan trauma berkepanjangan bagi korban.

Topik Menarik