Berkaca Kasus Dokter PPDS Perkosa Keluarga Pasien, IDI Soroti Sistem Pendidikan Tenaga Kesehatan Indonesia

Berkaca Kasus Dokter PPDS Perkosa Keluarga Pasien, IDI Soroti Sistem Pendidikan Tenaga Kesehatan Indonesia

Nasional | okezone | Selasa, 15 April 2025 - 16:05
share

JAKARTA - Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Dr Slamet Budianto menyoroti sistem pendidikan bagi tenaga kesehatan di Indonesia, usai kasus Priguna Anugerah Pratama, Dokter PPDS yang memperkosa anak pasien. Dia menegaskan untuk melahirkan dokter yang baik diperlukan pendidikan yang berkualitas sejak dini.

"Jadi kalau seorang dokter dihasilkan dari pendidikan yang baik, Insya Allah dia akan baik, selama sistemnya menjadi baik, termasuk pembiayaan," ujar Slamet dalam program OneonOne Sindonews TV dikutip, Selasa (15/4/2025).

Dia mengaku bahwa biaya pendidikan untuk menjadi seorang dokter begitu mahal. IDI pun dalam hal ini tak henti-hentinya menyuarakan kemahalan biaya pendidikan ini kepada pemerintah.

"IDI sudah tak henti-hentinya mengatakan kepada pemerintah kenapa harus mahal," ucapnya.

 

Dalam kesempatan itu, dia juga menyinggung terkait sistem upah bagi dokter di Indonesia dengan di luar negeri. Kata dia di Indonesia dokter akan dibayar sesuai jumlah pasiennya, sementara di luar negeri gaji dokter disesuaikan dengan jam kerja.

 

"Harusnya seorang dokter seperti di luar negeri, tidak boleh mikir uang, dia taunya sebulan kerja melayani pasien, berapa pun pasien dia digaji. Seperti di Malaysia, Singapur, seluruh dunia seperti itu. Nah di Indonesia tidak, per pasien kita obati dapat uang," tuturnya.

"Gak ada pasien tidak dapat uang. Akhirnya efeknya antara, saingan nih antara dokter dan pasien. Di luar negeri gak ada, karena masing-masing batasannya adalah jam, itu sistem kita yang belum baik," ujarnya.

Maka dari itulah, dia mendorong pemerintah untuk memperbaiki sistem pendidikan hingga biaya dokter di Indonesia. Tujuan untuk melahirkan tenaga kerja yang baik di Indonesia.

"Jadi sistem pendidikan kita harus diperbaiki, utamanya pembiayaan. Pembiayaan yang kedua adalah jam kerja. Di negara-negara Eropa itu kita dibatasi 40-50 jam per minggu. Kemarin Kementerian Kesehatan mengeluarkan surat edaran 80 jam, dua kali lipatnya standar Eropa. Jadi itu pangkal permasalahannya," pungkasnya.

Topik Menarik