Sri Mulyani Ungkap Tren Trade Diversion akibat Tarif Impor Trump, Indonesia Berpeluang Ambil Alih Pasar
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan adanya tren trade diversion atau pengalihan perdagangan sebagai reaksi terhadap kenaikan tarif impor yang diterapkan oleh Amerika Serikat (AS).
Menurut Sri Mulyani, fenomena tersebut menjadi fokus pembahasan global saat negara-negara mencari tujuan ekspor dan investasi alternatif.
"Dengan adanya kenaikan tarif di AS memunculkan sebuah pemikiran atau hal yang akan menjadi reaksinya yaitu terjadinya diversion dari perdagangan. Trade diversion ini yang sekarang sedang dibahas di dunia," ujar Sri Mulyani dalam acara Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia di Jakarta, Selasa (8/4/2025).
Sri Mulyani menjelaskan bahwa negara-negara kini tengah mempertimbangkan tujuan ekspor dan investasi alternatif, bahkan berpotensi membentuk pola perdagangan tanpa melibatkan AS atau meminimalisir ketergantungan padanya.
"Negara mana yang bisa menjadi tujuan ekspor alternatif atau negara mana yang bisa menjadi tempat investasi alternatif untuk kemudian munculnya trade without Amerika atau Amerika menjadi dieliminir dan kemudian muncul di antara sisa Amerikanya," lanjutnya.
Sri Mulyani menekankan bahwa meskipun perdagangan antara AS dan China hanya mencakup sekitar 25 persen dari perdagangan global, dampak spillover dari kebijakan kedua negara tersebut tetap signifikan.
Dalam konteks ini, Indonesia memiliki peluang untuk mengambil alih pangsa pasar karena tarif resiprokal AS terhadap beberapa negara pesaing seperti Vietnam, Bangladesh, Thailand, dan Tiongkok lebih tinggi, berkisar antara 34 persen hingga 46 persen.
"Peluang Indonesia untuk take over karena beberapa negara Vietnam, Bangladesh, Thailand, China yang rate dari resiprokalnya dari Amerika itu lebih tinggi yaitu 34, 36, 37 bahkan 46," kata Sri Mulyani.
Namun, Indonesia juga perlu mewaspadai persaingan dari negara-negara lain dengan tarif resiprokal yang lebih rendah, seperti Filipina (17 persen), Malaysia (24 persen), Korea Selatan (25 persen), dan India (26 persen).
"Jadi di dalam tabel ini kita bisa menggambarkan komoditas apa yang potensi kita akan bisa menjadi pemasok baru atau kita akan digalakan oleh yang target-targetnya lebih rendah," jelas Menkeu.
Sri Mulyani menegaskan bahwa situasi ini memerlukan respons bersama antara pemerintah, pembuat kebijakan, dan pelaku ekonomi. Untuk itu, Presiden Prabowo Subianto bahkan berencana bertemu dengan seluruh stakeholder untuk merumuskan langkah strategis yang tepat.
Mengutip berbagai sumber, trade diversion atau pengalihan perdagangan adalah perubahan pola perdagangan yang terjadi ketika suatu negara membentuk blok perdagangan atau memberlakukan tarif preferensial terhadap negara-negara tertentu. Akibatnya, perdagangan beralih dari pemasok yang lebih efisien di luar blok atau tanpa preferensi tarif ke pemasok yang kurang efisien di dalam blok atau yang mendapatkan tarif preferensial.
Dalam konteks kebijakan tarif AS, trade diversion mengacu pada potensi pengalihan arus perdagangan global di mana negara-negara mencari mitra dagang alternatif selain AS untuk menghindari tarif yang tinggi. Hal ini dapat membuka peluang bagi negara-negara seperti Indonesia untuk mengisi kekosongan pasar yang ditinggalkan oleh negara-negara yang terkena tarif tinggi AS, atau sebaliknya, Indonesia dapat kehilangan pangsa pasar jika negara lain menawarkan kondisi perdagangan yang lebih menguntungkan.