Respons Tarif Impor AS, RI Ambil Langkah Diplomatis
JAKARTA - Indonesia mengambil pendekatan diplomatis dalam menanggapi kebijakan tarif impor Amerika Serikat. Pemerintah memilih untuk bernegosiasi dan mencari solusi yang adil bagi kedua negara, daripada terlibat dalam perang tarif.
Demi menjaga kelangsungan hubungan dagang bilateral, serta demi stabilitas ekonomi dan iklim investasi dalam negeri, keputusan negosiasi dipilih dengan mempertimbangkan prospek jangka panjang.
Untuk menanggapi tarif impor 32 yang diterapkan Amerika Serikat, pemerintah Indonesia meningkatkan kerja sama antar kementerian dan lembaga. Selain itu, diskusi aktif dijalin bersama United States Trade Representative (USTR), Kamar Dagang Amerika Serikat, dan negara-negara mitra untuk mengembangkan strategi respons yang tepat.
Koordinasi juga dilakukan untuk memastikan bahwa setiap kebijakan mempertimbangkan berbagai aspek dan selaras dengan kepentingan nasional.
“Kita dikenakan waktu yang sangat singkat, yaitu 9 April, diminta untuk merespons. Indonesia menyiapkan rencana aksi dengan memperhatikan beberapa hal, termasuk impor dan investasi dari Amerika Serikat,” ucap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada Rapat Koordinasi Terbatas Lanjutan terkait Kebijakan Tarif Resiprokal Amerika Serikat yang dilaksanakan virtual, Minggu (6/4/2025).
Pemerintah memprioritaskan menjaga industri-industri utama yang berorientasi ekspor, terutama sektor padat karya seperti pakaian dan alas kaki, untuk mencegah dampak kebijakan tarif. Untuk menjaga stabilitas dan daya saing industri ini di tengah fluktuasi pasar global, pemerintah akan memberikan berbagai insentif yang terukur. Amerika Serikat akan memberlakukan tarif resiprokal pada tanggal 9 April 2025.
Amerika Serikat tidak akan mengenakan tarif resiprokal pada beberapa barang. Produk yang dilindungi ini termasuk barang-barang yang diatur oleh undang-undang keamanan nasional, barang-barang medis dan bantuan kemanusiaan, dan barang-barang yang dikenakan tarif khusus. Selain itu, tidak termasuk komoditas strategis seperti tembaga, semikonduktor, produk kayu, logam mulia, farmasi, sumber energi, dan mineral tertentu yang tidak tersedia di Amerika Serikat.
Untuk memastikan bahwa industri dalam negeri dipertimbangkan saat merumuskan kebijakan, pemerintah akan terus bekerja sama dengan asosiasi pelaku usaha dan pemangku kepentingan lainnya. Setiap kebijakan yang diambil didasarkan pada kajian fiskal yang komprehensif, dengan tujuan menjaga kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara berkelanjutan.
“Karena ini masih dinamis dan masih perlu working group untuk terus bekerja, Bapak Presiden minta kita bersurat sebelum tanggal 9 April 2025. Namun teknisnya, tim terus bekerja untuk melakukan dalam payung deregulasi sehingga ini merespons dan menindaklanjuti daripada Sidang Kabinet yang lalu di bulan Maret,” kata Menko Airlangga.
Selain itu, pemerintah akan mengundang asosiasi pelaku usaha untuk berpartisipasi dalam forum sosialisasi dan penjaringan masukan terkait kebijakan tarif yang diberlakukan oleh pemerintah AS. Dalam upaya untuk mengembangkan langkah strategis yang responsif dan inklusif, kegiatan ini dijadwalkan berlangsung hari ini.
“Seluruh industrinya akan diundang untuk mendapatkan masukan terkait dengan ekspor mereka dan juga terkait dengan hal-hal yang perlu kita jaga terutama sektor padat karya,” ungkap Menko Airlangga.
Tidak hanya berfokus pada tanggapan terhadap kebijakan tarif baru AS, pemerintah juga sedang merancang langkah-langkah strategis untuk mengamankan peluang di pasar Eropa, yang merupakan pasar kedua terbesar setelah Cina dan Amerika Serikat. “Ini juga bisa kita dorong, sehingga kita punya alternatif market yang lebih besar,” tambah Menko Airlangga.
Baca Selengkapnya: Alasan RI Pilih Negosiasi Dibanding Balas Tarif Impor Trump