Sigap! Pasukan Elite Raider Motuliato Tolong Warga Terkena Tebasan Parang di Basis OPM

Sigap! Pasukan Elite Raider Motuliato Tolong Warga Terkena Tebasan Parang di Basis OPM

Terkini | okezone | Kamis, 3 April 2025 - 03:38
share

YANGON - Pemimpin junta Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing meninggalkan negara itu pada Kamis, (3/4/2025) di saat kelompok-kelompok bantuan dan pihak berwenang melakukan upaya pencarian korban menyusul gempa dahsyat yang melanda pekan lalu. Berbagai pihak telah mendesak pemerintah Myanmar untuk melonggarkan pembatasan agar mereka dapat menjangkau penyintas gempa di wilayah yang lebih luas.

Gempa berkekuatan 7,7 skala Richter yang melanda pada Jumat, (28/3/2025) merupakan salah satu gempa terkuat yang melanda Myanmar dalam satu abad. Gempa tersebut mengguncang wilayah yang dihuni 28 juta orang, merobohkan bangunan, meratakan masyarakat, dan membuat banyak orang kehilangan makanan, air, dan tempat tinggal.

Televisi pemerintah China mengatakan jumlah korban tewas telah melampaui 3.000, mengutip angka resmi. Angka ini bertambah secara signifikan dari yang dilaporkan pada Rabu, (2/4/2025).

Pemimpin Junta Tinggalkan Myanmar

Militer telah berjuang untuk menjalankan Myanmar sejak kembali berkuasa dalam kudeta tahun 2021 yang menggulingkan pemerintahan sipil terpilih dari peraih Nobel Aung San Suu Kyi. Para jenderal telah diisolasi secara internasional sejak pengambilalihan tersebut dan ekonomi Myanmar serta layanan dasar termasuk perawatan kesehatan telah hancur berantakan di tengah pecahnya perang saudara.

Pemerintah melalui MRTV yang dikelola negara pada Rabu malam mengumumkan gencatan senjata sepihak selama 20 hari yang berlaku segera untuk mendukung rehabilitasi pascagempa, tetapi memperingatkan akan "menanggapi dengan tepat" jika pemberontak melancarkan serangan.

MRTV mengonfirmasi bahwa Min Aung Hlaing akan meninggalkan Myanmar untuk menghadiri pertemuan puncak yang dihadiri sebagian besar negara Asia Selatan di Bangkok - perjalanan luar negeri yang tidak biasa bagi seorang jenderal yang dianggap sebagai orang buangan oleh banyak negara dan menjadi sasaran sanksi Barat serta penyelidikan Pengadilan Kriminal Internasional.

 

Pimpinan junta juga dilarang menghadiri pertemuan puncak blok Asia Tenggara ASEAN. Namun, beberapa analis mengatakan gempa bumi dan pertemuan minggu ini, yang akan dihadiri oleh para pemimpin negara tetangga Thailand, India, dan Bangladesh, dapat meningkatkan legitimasi Min Aung Hlaing saat ia terus maju dalam pemilihan umum Desember yang banyak dikritik yang secara luas diperkirakan akan melanggengkan kekuasaan militer.

Kondisi Kemanusiaan Makin Parah

Badan-badan bantuan pada Rabu menggambarkan kerusakan besar dan krisis medis di Myanmar bagian tengah, dengan rumah sakit kewalahan, persediaan obat-obatan terbatas dan risiko penyakit yang ditularkan melalui air meningkat.

Mohamed Riyas, Direktur Komite Penyelamatan Internasional Myanmar, mengatakan kebutuhan kemanusiaan "sangat besar".

"Mungkin butuh waktu berminggu-minggu sebelum kita memahami sepenuhnya tingkat kerusakan yang disebabkan oleh gempa bumi ini karena jaringan komunikasi terputus dan transportasi terganggu," katanya kepada Reuters.

"Orang-orang membutuhkan perawatan medis yang mendesak, air minum bersih, tenda, makanan dan kebutuhan pokok lainnya. Menyediakan layanan kesehatan yang menyelamatkan nyawa sangat penting."

Mikhael De Souza, koordinator lapangan di Myanmar untuk badan bantuan medis MSF mengatakan di kota terbesar kedua Mandalay, sekira 500 bangunan runtuh seluruhnya dan 800 lainnya hancur sebagian.

"Banyak orang masih hidup di luar rumah dalam kondisi yang buruk," katanya. "Kekurangan air menimbulkan masalah dalam hal kelangsungan hidup."

Kelompok hak asasi manusia menuduh junta memperlambat upaya kemanusiaan dengan mempertahankan tindakan pengamanan ketat di beberapa daerah yang dilanda gempa bumi parah.

 

Di negara tetangga Thailand, jumlah korban tewas akibat gempa bumi meningkat menjadi 22 orang pada Rabu saat upaya pencarian di reruntuhan gedung pencakar langit yang sedang dibangun di ibu kota, Bangkok, memasuki hari kelima.

Peralatan berat dikerahkan untuk menghancurkan 100 ton beton dengan harapan menemukan korban selamat pertama di bawah tumpukan puing tempat 15 orang tewas dan 72 orang hilang.

"Pencarian korban selamat terus berlanjut tetapi kami mengubah taktik," kata Gubernur Bangkok Chadchart Sittipunt. "Kami sedang melubangi jalan agar tim penyelamat bisa masuk ke dalam."

Topik Menarik