Menapaki Masjid Tertua Bojonegoro Warisan Pasukan Kerajaan Mataram di Tepi Sungai Bengawan Solo
BOJONEGORO - Perkembangan agama Islam di Kabupaten Bojonegoro tak bisa dilepaskan dari masjid yang terletak di tepi Sungai Bengawan Solo. Masjid bernama Nurul Huda di Desa Cangaan, Kecamatan Kanor, Bojonegoro ini diklaim menjadi tertua berdasarkan catatan dan bukti-bukti sejarah selama ini
Berlokasi tak jauh dari Sungai Bengawan Solo yang menjadi sungai sibuk kala itu tak heran bila masjid ini memang jadi elemen penting perkembangan agama Islam. Konon masjid ini didirikan oleh pasukan dari Kesultanan Mataram bernama Ki Ageng Wiroyudo pada 1775 Masehi.
Beliau melarikan diri dari kejaran Belanda di Mataram hingga tiba ke Bojonegoro yang kala itu masih hutan belantara di tepian sungai. Ia dan beberapa pengikutnya melarikan diri hingga terdampar di kawasan sekitar masjid yang kini masuk di Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro.
Tampak dari bangunan masjid memang sekilas tak seperti bangunan kuno. Memang secara konstruksi masjid tertua di Kabupaten Bojonegoro ini lebih modern dengan struktur batu bata yang kokoh. Memasuki area masjid juga terlihat pintu gapura berwarna putih dengan pagar hijau yang siap menyambut setiap jamaah yang datang.
Dari bangunan inti masjid seluas 15 x 15 meter ini juga tampak modern, dengan struktur dominasi tembok warna putih dengan pilar - pilar yang berlapis keramik, seperti sebuah bangunan yang baru saja dibangun. Namun, saat kita melihat bagian teras masjid depan, bisa jadi anda terkejut.
Daun pintu berbahan baku kayu jati kuno yang terletak di pintu depan masuk masjid. Di daun pintu ini bertuliskan sebuah huruf arab dan huruf aksara jawa. Tak ketinggalan dua kalimat bertuliskan 'Laa Ilaha Illallah' di kanan dan 'Muhammad Rasulullah' di kiri dengan huruf arab gundul. Di bawahnya terdapat tulisan 1262 H menggunakan angka arab yang menandakan tahun dibuatnya.
Belum lagi konstruksi bangunan di dalam masjid dengan empat pilar utama di ruangan ibadah utama tampak bahwa masjid ini bukan masjid baru yang dibangun. Meski secara keseluruhan konstruksi lebih modern.
Cameron Burgess Cedera, Lini Pertahanan Australia Makin Keropos Jelang Lawan Timnas Indonesia
Kini, masjid ini tak persis lagi di tepi Sungai Bengawan Solo, sebab masih ada beberapa bangunan dan jalan memisahkannya dengan sungai. Tapi secara keselurahan jarak antara masjid dan sungai hanya sekitar 100 meteran.
Ketua Takmir Masjid Jami' Nurul Huda Cangaan, Abdul Hakim mengakui, masjid tertua ini telah mengalami renovasi pemugaran beberapa kali sehingga kesan tuanya hampir hilang. Beberapa faktor salah satunya terjangan banjir yang kerap melanda, membuat masjid terpaksa direnovasi dan diremajakan
"Memang masjid ini tertua di Bojonegoro. Usianya lebih dari 1847 M atau 1262 H. Jadi tulisan 1262 H di daun pintu merupakan renovasi ketiga dari waktu berdiri awalnya masjid. Tapi ini sudah beberapa kali direnovasi karena terkena banjir itu," ungkap Abdul Hakim, ditemui iNews Media Group.
Menurutnya, Masjid Jami Nurul Huda ini didirikan oleh bagian Kerajaan Mataram Islam asal Solo yakni Ki Ageng Wiroyudo. Ki Wiroyudo demikian nama akrab beliau, yang kemudian berganti nama menjadi Abdul Hamid, usai pergi haji, kabur dari Kerajaan Mataram lantaran wilayah kerajaan diserang Belanda dan ia pun melarikan diri menelusuri Sungai Bengawan Solo hingga terdampar di Desa Piyak, Kecamatan Kanor.
"Jadi dari cerita nenek moyang dahulu Mbah Buyut Wiroyudo dengan nama Ki Ageng Wiroyudo ini kabur dari Mataram karena dikejar Belanda. Naik perahu bersama pasukan lainnya dan terdampar di Desa Piyak. Lalu setahun di Piyak, pindah ke sini (Cangaan)," terangnya.
Di Desa Cangaan inilah, Wiroyudo akhirnya mendirikan masjid tahun 1775 M untuk tempat ibadah dan menyebarkan ajaran agama islam. Awalnya bangunan Masjid Nurul Huda hanya berkonstruksikan kayu dengan atapnya berasal dari alang - alang dan daun jati. "Dulu sebelum dipugar, masjid tersebut atapnya terbuat dari alang-alang dan daun jati," bebernya.
Sejak berdiri tahun 1775 M hingga saat ini, masjid sudah direnovasi 5 kali, daun pintu dan 4 pilar di masjid yang masih dipertahankan merupakan hasil renovasi ketiga tahun 1262 H atau 1847 M.
"Jadi ini daun pintu menunjukkan renovasi ketiga itu tahun 1262 Hijriah. Sebelumnya masjid ini sudah ada lama dan digunakan sebagai tempat penyebaran islam di Cangaan dan sekitarnya," tukasnya.