Tepis Langgar UU Perlindungan Petani, Tom Lembong: Petani Happy Jual Tebu di Atas HPP

Tepis Langgar UU Perlindungan Petani, Tom Lembong: Petani Happy Jual Tebu di Atas HPP

Nasional | okezone | Senin, 24 Maret 2025 - 14:05
share

JAKARTA – Mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong, menegaskan, bahwa kebijakan yang dikeluarkannya justru mendatangkan manfaat bagi petani, bukan merugikan mereka. Pernyataan itu sekaligus menanggapi tuduhan yang menyebutkan dirinya melanggar Undang-Undang Perlindungan Petani.

Dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (24/3/2025), terjadi sesi tanya jawab dengan mantan Sekretaris Inspektorat Jenderal Kementerian Perdagangan, Robert J. Indartyo. Ia menjadi saksi dalam persidangan yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

“Tadi Pak Robert menjelaskan bahwa PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) kesulitan memenuhi target pengadaan 200 ribu ton gula dengan harga pembelian petani (HPP) sebesar Rp8.900 per kilogram, kan?” tanya Tom kepada Robert di persidangan lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin.

Robert pun mengonfirmasi hal tersebut benar adanya. Pihaknya kemudian menjelaskan, bahwa PPI tidak dapat memenuhi target karena petani lebih memilih mengikuti pelelangan gula di pasar dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan harga pemerintah.

Pernyataan Robert dijadikan dasar bagi Tom untuk menjelaskan situasi lebih lanjut. Menurut Tom, PPI tak perlu menjalankan fungsi sebagai penjamin harga gula agar tidak jatuh di bawah HPP Rp8.900.

“Berati petani sudah puas dengan asas “willing buyer willing seller”. Mereka dengan sukarela, tidak dipaksa melepas gula, tebu mereka di harga yang di atas harga yang dipatok,” kata Tom.

 

Dengan demikian, menurut Tom, tuduhan pelanggaran terhadap Undang-Undang Perlindungan Petani dapat disangkal. Sebab, kenyataannya, para petani justru merasa lebih diuntungkan dengan kebijakan yang ada selama masa kepemimpinannya sebagai Menteri Perdagangan pada periode 2015-2016.

“Harga patokan itu kan HPP. Jadi dipatok oleh mereka supaya melindungi petani. Tapi bahwa petani dengan mudah bisa menjual gula atau tebunya di atas harga itu, sampai PPI itu nggak kebagian. Berarti petani happy-happy saja, ya tidak ada masalah. Jadi jelas tidak ada pelanggaran UU Perlindungan Petani,” katanya.

Soal kebijakan impor gula yang dilakukan pada saat pasar dinilai surplus juga turut ditanggapi Tom. Ia menjelaskan bahwa pada periode 2015 hingga 2016, Indonesia sebenarnya tidak mengalami surplus gula. Bahkan, tercatat dalam risalah rapat koordinasi Kemenko Perekonomian pada akhir 2015.

“Kejaksaan menuduh saya melakukan impor gula pada saat Indonesia surplus, padahal pada waktu itu kita kekurangan gula di pasar,” imbuhnya. 

Impor gula, lanjut Tom, dilandasi kegagalan PPI memenuhi target 200 ribu ton gula dan tidak mendapatkan pasokan dari petani karena harga yang lebih rendah. “Tadi saksi dari Kemendag menyampaikan bahwa kenapa PPI memilih bekerjasama dengan swasta gula nasional untuk impor gula? Karena di dalam negeri sudah tidak kebagian, PPI itu tidak berhasil memperoleh gula dengan harga yang dipatok di HPP,” ujarnya.

 

Tom menegaskan bahwa tidak ada regulasi yang melarang BUMN, termasuk PPI, untuk bekerja sama dengan industri gula swasta dalam mengelola gula mentah impor. Apalagi, untuk mendukung mendukung stabilitas harga dan pemenuhan stok gula dalam negeri.

“Tadi kami pastikan saksi-saksi dari Kemendag bahwa tidak ada aturan manapun yang melarang PT PPI atau BUMN lainnya melaksanakan stabilisasi harga gula untuk bekerja sama dengan distributor, untuk mengoptimalkan pendistribusian gula dalam negeri,” pungkasnya.

Topik Menarik