Dosen Unika Atma Jaya Ungkap Penyebab IHSG Merosot hingga Trading Halt di Pekan Ini

Dosen Unika Atma Jaya Ungkap Penyebab IHSG Merosot hingga Trading Halt di Pekan Ini

Gaya Hidup | okezone | Minggu, 23 Maret 2025 - 13:32
share

JAKARTA - Perdagangan saham sempat dihentikan (trading halt) selama 30 menit oleh bursa pada 18 Maret 2025. Penyebabnya adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan drastis sebesar 325,03 poin atau sekitar 5,02 pada level 6.146,91.Namun demikian sesuai pembukaan kembali perdagangan, tekanan penurunan IHSG masih terjadi. IHSG bahkan sempat melanjutkan penurunan hingga 6,12 ke level 6.076,08. Suatu penurunan yang signifikan dan menjadi yang terendah sejak September 2021.

Berdasarkan data Bloomberg secara perhitungan statistik, saham-saham yang mempunyai andil besar dalam menekan IHSG adalah saham teknologi dengan kapitalisasi besar, saham industri energi dan perbankan. 

Selain itu faktor signifikan lainnya adalah sentimen net sell investor asing yang sangat masif di pasar saham mencapai Rp24 triliun di sepanjang 2024. Nampaknya sentiment investor asing belum terjadi pembalikan.

Menurut Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unika Atma Jaya Yohanes Berchman Suhartoko, pada era informasi yang sangat terbuka dan relatif mudah didapatkan, trading halt menjadi berita negatif bagi pengamat ekonomi, investor saham, pebisnis dan yang cukup mengherankan masyarakat awam keuangan juga membicarakan dan merasa khawatir dengan kejadian yang berkaitan dengan ekonomi Indonesia. 
IHSG merupakan cerminan kinerja investasi tidak langsung atau investasi portofolio. Jika dikaitkan dengan pendapatan nasional, naik turunnya IHSG tidak berdampak kepada pertumbuhan, namun sebagai sinyal menurunnya kepercayaan investor terhadap perekonomian. 

Kondisi Ekonomi makro fundamental, fundamental industri, fundamental perusahaan, dan positif atau negatifnya isu (good and bad news) merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi IHSG,” ujarnya. 

Ekonomi Makro Fundamental, Industri, dan Perusahaan

Kondisi Fiskal Januari 2025 tidak baik-baik saja. Dari sisi penerimaan terjadi penurunan dibandingkan Januari 2024. Penerimaan perpajakan Januari 2025, terdiri atas Penerimaan Pajak senilai Rp88,89 triliun, 4,06 persen dari target atau turun 41,86 persen (yoy). Penerimaan Kepabeanan dan Cukai Rp26,29 triliun yang mencapai 8,72 persen dari target. tercatat mengalami peningkatan sebesar 14,75 persen. Sedangkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tercatat telah masuk senilai Rp42,13 triliun atau 8,2 persen dari target atau turun 3,03 persen (yoy), kemudian Penerimaan Hibah senilai Rp9,8 miliar.

Dari sisi  Belanja Pemerintah Pusat mencapai Rp86,04 triliun atau mengalami penurunan 10,75 persen dibandingkan tahun sebelumnya (yoy) yang terdiri atas realisasi Belanja K/L Rp24,38 triliun atau turun sebesar 45,5 persen  dan realisasi Belanja non-K/L Rp61,66 triliun meningkat 19,43  persen   (yoy). Sedangkan belanja melalui Transfer ke Daerah (TKD) mencapai Rp94,73 triliun. Secara keseluruhan defisit anggaran pada Januari 2025 tercatat senilai Rp23,5 triliun atau 0,10 persen terhadap PDB. 

“Berdasarkan data APBN tersebut, dari sisi penerimaan mengalami penurunan dan pengeluaran juga mengalami penurunan, namun masih defisit. Hal ini dapat ditangkap kekuatan APBN sebagai pengungkit ekonomi mengalami penurunan,” ujarnya, 

Sisi moneter dengan tingkat suku bunga acuan 5,75 belum kembali mengecil lagi. Suku bunga acuan sebesar ini akan mengakibatkan suku bunga kredit lebih tinggi. Hal ini tentu saja bukan insentif yang kuat untuk meningkatkan investasi. Namun Bank Indonesia di tengah situasi The Fed tidak menurunnya suku bunga, maka Bank Indonesia juga tidak menurunkan suku bunga, karena risikonya adalah pelemahan rupiah.

Konsumsi rumah tangga merupakan kontributor terbesar PDB, berkaitan terjadinya deflasi beberapa bulan pada tahun 2024, daya beli konsumen dipandang mengalami penurunan yang ditunjukkan porsi pendapatan yang ditabung menurun. Porsi pendapatan masyarakat yang ditabung (Februari 2025 hanya 14,7, sementara Januari 2025 sebesar 15,3 dan naiknya porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk pengeluaran konsumsi pada Februari 2025 sebesar 74,7, sementara Januari 2025 sebesar 73,6. 
Impor barang konsumsi justru mengalami penurunan dari USD1,64 miliar (Januari 2025) menjadi USD1,47 miliar (Februari 2025). angka impor barang konsumsi terpantau menurun masing-masing sebesar 10,61 (MoM) dan 20,97 (YoY).  Menjelang Lebaran biasanya nilai impor barang konsumsi mengalami kenaikan. 
Dari sisi kondisi fundamental industri pada tahun 2024, nampaknya beberapa industri seperti tekstil, sepatu dan elektronika mengalami penurunan. Pada Industri tekstil cukup banyak yang mengalami kebangkrutan dan PHK. Ada sekitar kurang lebih 60 perusahaan mengalaminya. 

Industri tekstil terkontraksi 0,03. penurunan produksi tekstil seiring lonjakan produk tekstil impor yang membanjiri pasar domestic. industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki juga ikut tumbuh melambat, yaitu sebesar 1,93 (yoy). Hal ini disebabkan oleh penurunan produksi alas kaki seiring penutupan beberapa pabrik dampak penurunan permintaan domestik dan luar negeri. Penurunan terjadi di Provinsi Banten, Jawa Barat, dan DI Yogyakarta. 

Sektor manufaktur Indonesia juga menghadapi tantangan dengan terkontraksinya Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur pada Juli 2024. PMI manufaktur Indonesia tercatat merosot ke level 49,3 poin menjadi fase kontraksi, padahal selama 34 bulan berturut turut sebelumnya berada pada level ekspansi. Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Juli 2024 yang turun menjadi 52,4 dari IKI Juni 2024 sebesar 52,5. 
Perlambatan nilai IKI pada Juli lalu dipengaruhi oleh menurunnya nilai variabel pesanan baru dan masih terkontraksinya variabel produksi. Menurunnya PMI dan IKI menunjukkan kepercayaan diri dan optimisme pelaku industri yang menurun. 

“Situasi ekonomi makro yang relative tidak begitu baik ditambah dengan melemahnya kondisi industri juga terjadi kepada perusahaan-perusahaan secara individual. Jika ini juga menimpa kepada Perusahaan yang terbuka (Go Publik) tentunya ini juga menggerus angka IHSG” ujarnya. 

 

Isu-isu Kebijakan Ekonomi 

Kebijakan Makan Bergizi Gratis (MBG), Danantara, Koperasi Desa merupakan upaya-upaya pemerintah untuk meningkatkan Kesehatan, kesejahteraan masyarakat. Sebagai suatu kebijakan semua hal ini  baik adanya. Namun demikian, berkaitan dengan pendanaan dan implementasinya sering menimbulkan isu negatif. Persepsi negatif masyarakat terhadap MBG terutama berkaitan dengan pendanaan dan operasional di lapangan yang akan mengurangi ruang fiskal lain untuk mendorong pertumbuhan.

Untuk Danantara dan Koperasi Desa isu negatif yang ditangkap adalah menimbulkan distorsi bagi bank-bank BUMN, sehingga dapat menganggu kinerjanya. Padahal bank-bank tersebut merupakan Perusahaan terbuka dan posisinya sebagai bank dengan kapitalisasi terbesar dan posisinya sebagai lembaga intermediasi. Dengan kondisi demikian bank-bank BUMN berpotensi menciptakan risiko sistemik ketiga gagal. Melihat hal tersebut, komunikasi kebijakan publik pemerintah perlu diperbaiki karena dapat berdampak kepada sektor keuangan.

“Penurunan IHSG terjadi dipicu bukan karena kondisi saat ini saja, namun merupakan akumulasi penurunan kinerja ekonomi makro, industri dan perusahaan serta komunikasi kebijakan publik yang kurang baik dan transparan sehingga menimbulkan persepsi buruk masyarakat. Cukup banyak pekerjaan rumah yang perlu dilakukan pemerintah untuk mengejar pertumbuhan sekitar 8,” ujarnya.

Topik Menarik