Kriteria Masjid yang Dapat Dipakai untuk Itikaf
JAKARTA - Itikaf adalah salah satu ibadah sunnah yang dianjurkan, terutama pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Ibadah ini dilakukan dengan berdiam diri di dalam masjid untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui ibadah seperti sholat, membaca Alquran, dan berzikir. Namun, tidak semua masjid dapat digunakan untuk itikaf. Ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan agar i’tikaf yang dilakukan sesuai dengan tuntunan syariat.
1. Pengertian Masjid dalam Konteks Itikaf
Melansir dari laman NU Online Dalam al-Mawsu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, dijelaskan secara bahasa (lughawi), masjid berarti tempat untuk sholat dan sujud. Sedangkan secara istilah, masjid adalah tempat yang dibangun untuk shalat dan beribadah kepada Allah SWT. Definisi ini mengacu pada hadits Rasulullah SAW yang menyatakan:
جُعِلَتْ لِي الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا
Artinya: “Setiap bumi dijadikan untukku (Rasulullah) sebagai tempat sujud (masjid) dan suci.”
Namun, dalam pemahaman fiqih, tidak semua tempat yang digunakan untuk shalat dapat dikategorikan sebagai masjid dalam konteks i’tikaf. Sebab, ada perbedaan antara masjid dan mushalla. Dalam Bughyah al-Mustarsyidin, disebutkan bahwa masjid adalah tanah, bangunan, atau tempat yang telah diniatkan oleh pemiliknya untuk dijadikan masjid, baik secara lisan maupun niat. Jika suatu tempat tidak secara jelas ditetapkan sebagai masjid, tetapi masyarakat menganggapnya sebagai masjid, maka tempat itu dapat dikategorikan sebagai masjid.
2. Kriteria Masjid yang Dapat Dipakai untuk Itikaf
1. Masjid yang Digunakan untuk Sholat Berjamaah
Masjid yang digunakan untuk i’tikaf sebaiknya merupakan masjid yang menyelenggarakan salat berjamaah lima waktu. Hal ini bertujuan agar orang yang beri’tikaf tetap dapat menjalankan salat berjamaah tanpa harus keluar dari masjid, sehingga ibadah i’tikaf tetap berlangsung secara maksimal.
2. Masjid yang Memiliki Fasilitas Memadai
Masjid yang digunakan untuk i’tikaf sebaiknya memiliki fasilitas yang memadai, seperti tempat wudhu, toilet, dan ruang yang cukup nyaman untuk beristirahat. Hal ini akan membantu jamaah dalam menjalankan i’tikaf dengan lebih khusyuk dan nyaman.
3. Masjid yang Tidak Dijadikan Tempat Perdagangan
Salah satu adab dalam beribadah di masjid adalah menjaga kesuciannya dari kegiatan duniawi, termasuk jual beli. Oleh karena itu, masjid yang digunakan untuk i’tikaf sebaiknya bukan tempat yang sering digunakan untuk aktivitas perdagangan atau kegiatan yang dapat mengganggu kekhusyukan ibadah.
4. Masjid yang Memiliki Keutamaan dan Keistimewaan
Beberapa ulama menganjurkan untuk melakukan i’tikaf di masjid-masjid yang memiliki keutamaan tertentu, seperti Masjidil Haram di Makkah, Masjid Nabawi di Madinah, dan Masjid Al-Aqsa di Palestina. Namun, jika tidak memungkinkan, masjid jami’ atau masjid besar yang biasa digunakan untuk sholat Jumat juga dapat menjadi pilihan.
5. Masjid yang Sesuai dengan Dalil Syariat
Dalam hadits Rasulullah SAW, disebutkan bahwa i’tikaf dilakukan di masjid, bukan di rumah atau tempat lainnya. Allah SWT berfirman:
وَأَنتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
Artinya: ”…Dan janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid.” (QS. Al-Baqarah: 187)
Dari ayat ini, para ulama sepakat bahwa i’tikaf hanya sah jika dilakukan di dalam masjid, bukan di rumah atau tempat lainnya.
Masjid yang dapat digunakan untuk i’tikaf harus memenuhi beberapa kriteria, seperti digunakan untuk salat berjamaah, memiliki fasilitas yang memadai, tidak menjadi tempat perdagangan, dan sesuai dengan dalil syariat. Dengan memilih masjid yang tepat, ibadah i’tikaf dapat dilakukan dengan lebih maksimal dan penuh keberkahan. Wallahualam