Kisah Dai Dakwah di Pedalaman Toraja Utara, Kagum Toleransi Beragama

Kisah Dai Dakwah di Pedalaman Toraja Utara, Kagum Toleransi Beragama

Muslim | okezone | Kamis, 20 Maret 2025 - 07:04
share

JAKARTA - Mumu Nazmudin (36) merupakan seorang pendakwah yang ikut serta dalam program Dai 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) Kementerian Agama (Kemenag). Ia membagikan pengalamannya saat dakwah di pedalaman wilayah Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan. 

1. Kisah Dai Dakwah di Pedalaman Toraja Utara

Sejak 27 Februari 2025, ia bertugas di To’ Karau, Kecamatan Sesean, dan Baladatu Lembang, Kecamatan Rantebua, untuk membimbing masyarakat muslim di pedalaman.

Perjalanan menuju lokasi dakwah tidak mudah. Dari Jakarta, Mumu terbang ke Makassar. Ia lalu melanjutkan perjalanan darat selama 14 jam menuju Toraja Utara. Setibanya di sana, ia disambut hangat warga setempat. 

“Toleransi di sini luar biasa. Muslim memang tidak sebanyak kelompok lain, tetapi masyarakat, baik muslim maupun nonmuslim, sangat menjunjung tinggi sikap saling menghormati. Saya benar-benar salut,” ujar Mumu, melansir laman Kemenag, Kamis (20/3/2025). 

Dua hari menjelang Ramadhan, Mumu mengalami pengalaman berkesan saat mengunjungi sebuah warung makan. Karena mengenakan peci, pemilik warung dengan sopan mengarahkannya ke tempat makan muslim di seberang jalan. Sikap tersebut menyentuh hatinya, menegaskan betapa kuat penghormatan terhadap keyakinan masing-masing di wilayah Toraja Utara.

Selama Ramadhan, Mumu menghadapi tantangan bahasa dalam berdakwah. Anak-anak masih memahami penyampaiannya, tetapi komunikasi dengan warga berusia di atas 40 tahun cukup sulit. Hal ini, menurutnya, menjadi alasan kuat mengapa kehadiran dai di wilayah 3T perlu diperkuat agar dakwah Islam dapat berkembang secara damai dan penuh toleransi.

Mumu juga mengungkapkan minimnya sarana ibadah bagi umat Islam di Toraja Utara. Menurut Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag setempat, hanya terdapat 21 masjid dan musala di seluruh kabupaten. Namun, kehidupan harmonis antarumat beragama tetap terjaga.

 

2. Pendekatan Dakwah

Dalam proses pembinaan, Mumu banyak berinteraksi dengan anak-anak melalui pendekatan sebagai teman sebaya. Hal itu dilakukan agar dakwahnya lebih mudah diterima. Selain berdakwah secara langsung, ia berkomitmen untuk terus membimbing masyarakat secara daring setelah kembali ke Bogor. Mumu bahkan membuka peluang bagi pemuda setempat yang ingin belajar agama di Jawa dengan biaya hidup dan pendidikan yang ditanggungnya.

“Saya akan tetap menjaga komunikasi dan melakukan pengajian daring setelah kembali ke Bogor. Selain itu, saya mengajak anak-anak di daerah ini untuk menempuh pendidikan agama di Jawa. Keluarga hanya perlu menanggung tiket perjalanan, selebihnya akan saya tangani,” ungkapnya.

Mumu Nazmudin merupakan salah satu dai yang mengabdi di wilayah 3T untuk berdakwah dengan damai dan toleran. Pengalamannya di Toraja Utara tak hanya tentang menyampaikan ajaran agama, tetapi juga membangun harmoni dalam keberagaman. Tantangan akses dan kendala bahasa justru memperkuat tekadnya untuk terus berkontribusi bagi umat.

Dengan pendekatan inklusif, Mumu menunjukkan dakwah tak terbatas pada pertemuan langsung, tetapi juga bisa berlanjut secara daring. Upaya seperti ini perlu terus didukung agar dakwah tetap tumbuh di seluruh pelosok negeri.

Diketahui, Kemenag tahun ini mengirim 1.000 dai dan daiyah dari berbagai daerah di Indonesia ke wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal), wilayah khusus, hingga luar negeri. Selain itu, Kemenag juga memperluas akses layanan keagamaan bagi diaspora Indonesia di luar negeri dengan mengirim lima dai ke Australia, Jerman, dan Selandia Baru. Para pendakwah yang ditugaskan di luar negeri merupakan peraih juara MTQ di tingkat nasional.