Heboh virus HMPV, Apakah Berpotensi Jadi Pandemi? Ini Kata PB IDI
Virus Human Metapneumovirus (HMPV) yang merebak di China, kian menimbulkan pertanyaan di masyarakat Indonesia. Meski bukan termasuk penyakit baru, virus ini mulai teridentifikasi dalam beberapa kasus di Indonesia.
Anggota Bidang Penanggulangan Penyakit Menular, Prof. Dr. dr. Erlina Burhan, MSc., Sp.P(K), menyoroti pentingnya kewaspadaan terhadap penyebaran virus HMPV.
“HMPV sebenarnya sudah ditemukan sejak tahun 2001 di Belanda. Mestinya virus ini juga sudah ada di Indonesia sejak lama, tetapi belum diperiksa secara khusus karena gejalanya sering kali mirip flu biasa dan cenderung ringan,” jelas Prof. Erlina dalam media briefing virtual PB IDI.
Virus yang termasuk dalam famili Pneumoviridae tersebut diketahui menyebabkan 8-16 infeksi saluran pernapasan akut. Gejala klinis yang muncul meliputi demam, pilek, batuk kering, dan nyeri otot.
Pada kelompok rentan seperti anak-anak, lansia di atas 65 tahun, dan individu dengan penyakit kronis atau sistem imun yang lemah, infeksi ini berpotensi menyebabkan komplikasi berat seperti pneumonia atau serangan asma. Kelompok inilah yang menurut Erlina perlu mendapatkan perhatian lebih.
“HMPV menyebar melalui droplet. Jika seseorang memiliki sistem imun yang baik, penularannya bisa dicegah. Namun, kita perlu memberi perhatian lebih kepada kelompok rentan, karena mereka lebih berisiko mengalami komplikasi,” tegasnya.
PB IDI juga menanggapi laporan dari China yang menunjukkan peningkatan kasus dengan gejala berat pada akhir 2024. Meski demikian, sebagian besar kasus HMPV tetap tergolong ringan dan dapat sembuh dengan sendirinya.
“Ini adalah penyakit yang bersifat self-limiting disease. Sebagian besar pasien hanya memerlukan istirahat dan terapi suportif sesuai gejala,” kata Prof. Erlina.
Hingga saat ini, belum ada vaksin atau antivirus khusus untuk HMPV. Pada kasus berat, Ribavirin dapat digunakan sesuai rekomendasi dokter. Oleh karena itu, PB IDI mengimbau masyarakat untuk tetap tenang, tetapi meningkatkan kewaspadaan dengan menjaga kebersihan, meningkatkan daya tahan tubuh, dan mengenali gejala dini.
“Edukasi kepada masyarakat sangat penting. Dengan memahami gejala dan kelompok risiko, kita bisa melindungi mereka yang paling rentan terhadap infeksi ini,” tutup Prof. Erlina.