Bos PT RBT Diwajibkan Bayar Uang Pengganti Rp4,5 Triliun, Ini Tanggapan Kuasa Hukum
JAKARTA - Pengadilan Tipikor Jakarta telah membacakan putusan terhadap tiga terdakwa yang terkait dengan PT Refined Bangka Tin (RBT). Salah satunya Direktur Utama PT RBT, Suparta.
Dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga timah ini, Suparta divonis delapan tahun penjara, denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan badan, dan diwajibkan membayar uang pengganti Rp4,5 triliun.
Merespons putusan tersebut, tim penasihat hukum Suparta, Andi Ahmad mengungkapkan keberatan terkait perhitungan kerugian negara yang mencapai Rp4,57 triliun.
Mereka menilai perlu pertimbangan lebih lanjut, mengingat untuk menghasilkan bijih timah juga membutuhkan biaya eksplorasi maupun pengolahan.
"Hasilnya itu adalah biji timah. Tidak mungkin biji timah keluar langsung dari perut bumi tanpa ada biaya operasional. Yang menikmati hasilnya kan PT Timah, bukan hanya klien kami," ujarnya usai sidang putusan tata niaga timah, Senin (23/12/2024).
Andi menegaskan, perlu vonis yang adil dalam kasus ini, termasuk menyangkut denda dan kewajiban uang pengganti, karena Suparta bekerja sebagai dirut di perusahaan dengan IUP yang resmi, bukan penambang ilegal
"Namun yang pasti ada satu poin yang kami tangkap bahwa PT RBT bukanlah penambang ilegal," ucapnya.
Terkait penyitaan harta, tim pengacara juga menyebutkan bahwa sebagian besar harta yang dipermasalahkan telah dimiliki Suparta sebelum periode perkara dimulai pada 2015.
"Kami perlu membaca pertimbangannya lebih lanjut. Ada aset yang sudah diperoleh sejak 2010 dan 2012. Ini harus kami kaji," ujarnya.
Kendati begitu, Suparta dan penasihat hukumnya belum menentukan sikap apakah akan mengajukan banding atau tidak atas vonis yang diterima.
Seusai sidang, mereka menyatakan pikir-pikir terlebih dahulu sebelum menentukan langkah hukum ke depannya.