Megawati: MK Harus Jadi Penjaga Terakhir Demokrasi Melalui Kewenangan Selesaikan Sengketa Pemilu
JAKARTA - Ketua Umum DPP PDI-Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengatakan bahwa sumpah seorang hakim harus menjadi penanda untuk mencitrakan keadilan dalam setiap perkara yang ditangani.
Namun, Megawati justu melihat fenomena munculnya para hakim yang mengetok perkara tanpa mempertimbangkan keadilan. Bahkan dia menyebut sebagai 'Palu Godam' para hakim.
Hal itu disampaikan Megawati dalam peluncuran buku 'Pilpres 2024 Antara Hukum, Etika, dan Pertimbangan Psikologis karya Todung Mulya Lubis di Jakarta, Kamis (12/12/2024).
"Jadi tolong diingatkan hakim-hakim, karena disumpah, disumpah pakai Alquran, kalau Islam. Artinya dia bertanggung jawab ke sana," kata Megawati.
"Itulah keadilan, yang harus menjadikan mantra suci yang bersemayam dalam sanubarinya para hakim hingga lahirnya Palu Emas," sambungnya.
Megawati pun menyinggung soal ajaran agama soal dua malaikat yang mencatat setiap perbuatan baik mapun buruk. Termasuk mengingatkan bahwa para hakim dan Presiden juga seorang manusia.
"Jangan lupa, bilang tuh sama hakim-hakim, gile dah, lalu kita minta keadilan tuh kepada siapa, coba Bapak. Maaf ya saya nengok ke situ terus supaya itu nggak bungkam, situ sampaikan kepada teman-teman ini ibu Mega yang bilang," ungkapnya mengarah ke peserta yang hadir.
Sebagai Presiden ke-5 RI yang membentuk Mahkamah Konstitusi (MK) Megawati pun mengaku merasa tertampar ketika muncul putusan para hakim MK soal umur.
Meski tak secara detail disampaikan Megawati, diketahui jika MK pernah memutus putusan soal ambang batas umur calon presiden dan calon wakil presiden jelang Pilpres 2024, lalu.
"Saya kayak ditampar tau gak, gile, siapa dia, ternyata hanya mau supaya urusan umur, ya Allah, mbok ya udah taati saja kalau sebagai warga negara," cetus Megawati.
Ketua Dewan Pengarah BRIN ini mengatakan keadilan Palu Emas tidak boleh ditransaksikan dengan cara apapun, sebab di dalamnya tercermin keadilan Tuhan melalui para hakim.
Inilah, kata Megawati, seluruh imajinasi yang dibayangkannya ketika menjadi Presiden Kelima dan mempunyai mandat membuat MK.
"Tadinya saya kepikir, oh enak banget ya jadi hakim ya, itu ketoknya sepertinya dari dia keadilan itu, tadinya saya gak mau, tapi amanat sebagai Presiden, tak bikinlah," kata dia.
Megawati meyakini bahwa MK tidak hanya menjadi benteng konstitusi dan demokrasi, serta roh MK menempatkan para hakim MK sebagai simbol keadilan itu sendiri.
"Dan inilah makna dan sikap yang sudah tidak ada kenegarawan hakim MK dan MK sangat penting untuk menyempurnakan sistem politik Indonesia. Sebab sejarah mencatat ketika demokrasi hanya dipimpin oleh kekuasaan pada masa orde baru maka yang terjadi adalah rekayasa selalu Pemilu," jelas Megawati.
Megawati juga mengatakan jika MK harus menjadi penjaga terakhir demokrasi melalui kewenangannya menyelesaikan sengketa Pemilu.
"Nah kaya gini aja, aku sudah dag-dig-dug, orang sudah diumumkan, jadi untuk apa ada KPU, sudah diumumkan masih ada yang ngomong enggak sah, enggak sah, haduhh. Heran deh," kata Megawati.