Gus Miftah Hina Pedagang Es, Rhenald Kasali : Moralnya Kemana?

Gus Miftah Hina Pedagang Es, Rhenald Kasali : Moralnya Kemana?

Nasional | okezone | Jum'at, 6 Desember 2024 - 01:00
share

JAKARTA - Akademisi Prof Rhenald Kasali turut menyoroting tindakan ulama Miftah Maulana Habiburtahman yang mengolok-olok pedagang es teh beberapa waktu lalu. Dari tindakan Miftah, ia berkata, sudah banyak publik membuat meme yang bertuliskan "penjual es teh lebih baik dari pada penjual agama."

"Sudah banyak sih komentar-komentar, dan akhirnya banyak sekali orang yang kemudian menyebarkan meme seperti ini, dan dikatakan di situ, lebih baik menjadi penjual es teh daripada menjadi penjual agama," kata Rhenald dalam sebuah konten yang diunggah di akun Facebook pribadinya, rhenald.kasali, Kamis (5/12/2024).

Berkaca dari kasus Miftah, ia menilai, muncul masalah banyaknya orang yang mendapat gelar tokoh agama maupun tokoh masyarakat. Ia menilai, gelar tersebut dapat mudah didapat tanpa mengenyam pendidikan yang memadai.

"Ya, ini masalahnya sekarang, karena banyak sekali orang yang bisa menjadi agamawan, apakah itu pendeta, apakah itu ustadz, apakah itu disebutnya kiai, apakah itu disebutnya profesor, apakah itu disebutnya sebagai, apa sajalah tokoh-tokoh masyarakat yang tidak sekolah dengan memadai. Ini problem ini," tutur Rhenald.

Padahal, kata Guru Besar Ilmu Manajemen Universitas Indonesia ini, untuk mendapat gelar ustad, pastor hingga kyai harus melawati pendidikan yang panjang. Ia berkata, pendidikan untuk menjadi tokoh agama bisa ditempuh puluhan tahun. "Dan ujiannya adalah bukan hanya pengetahuan, tetapi juga mental," tutur Rhenald.

Ia pun mempertanyakan moral tokoh agama lainnya yang tertawa terbahak-bahat saat Miftah mengolok pedagang es teh. "Saya juga lihat ada empat orang yang tertawa terbahak-bahak. Ini moralnya bagaimana mentertawakan tukang es?" kata Rhenald.

"Padahal, kalau kita lihat, agama itu kan justru mengajarkan perlindungan kepada orang kecil, mengajarkan anda yang kaya-kaya ini agar berempati pada orang susah. Kenapa ini terjadi?" tutur Rhenald.

Setelah mencermati, Rhenald pun mendapat jawaban yakni, tokoh di dalam sinetron telah berperan dalam kehidupan nyata.

"Ada orang yang latar belakangnya bukan pendidikan, bukan profesor, hanya akademik yang administrasi saja bisa jadi profesor. Jadi, ada orang-orang seperti ini jalan pintas dan masyarakat mempercayainya," katanya.

Selain itu, ia menilai, banyak orang yang ingin menjadi korban untuk dikasihani. Hal itu dilandasi lantaran Rhenald menilai, pihak yang menjaid korban itu dengan mudah bisa mendapat bala bantuan dari manapun.

"Si korban itu ternyata sekarang dapat bantuan dari mana-mana. Iya sih, kasihan sih memang dia. Tapi sekarang banyak juga orang yang berpikir, kalau begitu, gue jadi korban aja deh. Dan sekarang banyak orang yang sering merendahkan martabat dirinya sendiri. Mudah-mudahan tidak terjadi," kata Rhenald.

Ia juga menilai, telah tumbuh cancel culture. "Masyarakat itu bisa marah melihat orang-orang seperti ini. Jadi, sebetulnya mereka bisa di-cancel. Di Korea, kalau kita lihat, di Jepang, orang-orang seperti itu melakukan kesalahan dan brutal, walaupun minta maaf, itu sudah tidak bisa kembali lagi," tutur Rhenald.

"TV tidak mengundang, kemudian pembuat acara tidak mengundang. Kalau kita, ini dipolitisir, malah bisa dipakai, dikapitalisir oleh partai politik karena punya masa banyak. Coba pikirkan kembali terhadap tokoh-tokoh seperti ini. Apakah layak untuk kita taruh di hadapan publik?" tanya Rhenald.

Ia pun menilai, telah terjadi pengerahan buzzer oleh tokoh saat ini. Rhenald pun mengaku telah mengalami diserang buzzer akibat mengingatkan tokoh.

"Saya berapa kali mengingatkan tokoh-tokoh yang bicaranya adannya tidak baik, yang menggoblok-gobloki orang lain. Saya ingatkan, tetapi saya juga diserang oleh buzzer Wah, buzzernya ini banyak sekali," ucap Rhenald.

"Bagaimana menurut kalian? Apa yang harus dilakukan oleh bangsa ini terhadap orang-orang yang demikian?" tandasnya.

Topik Menarik