Warga Kesal Ketua KPPS Coblosin Surat Suara Pram-Doel: Pelakunya dari Luar
JAKARTA - Ketua KPPS TPS 28 Pinang Ranti, Jakarta Timur dipecat usai menyuruh petugas pengamanan langsung mencoblos 18 surat suara untuk Pramono Anung-Rano Karno (Pram-Doel) saat pemungutan suara Pilkada Jakarta 27 November 2024. Peristiwa itu menuai kekecewaan warga.
Salah satu tokoh masyarakat, Pinang Ranti, Makassar, Jakarta Timur, Tarigan menegaskan, kejadian itu membuat wilayahnya tercoreng. Ia emosi melihat kelakuan petugas KPPS yang mencoblos surat suara di TPS 028 Pinang Ranti karena merugikan nama baik masyarakat yang selama ini dikenal baik.
"Petugas-petugas itu pada main merugikan masyarakat. Di sini petugas jaga sudah sangat ketat. Polisi, ABRI (TNI), semua siaga, enggak main-main. Ini mungkin lingkungan Vegas, tapi untuk urusan pemilu dari pilpres kemarin pun enggak ada begitu (kecurangan),” ujar Tarigan kepada wartawan, Selasa (3/12/2024).
TPS 028 Pinang Ranti diketahui berada di sebuah tempat bertuliskan Sanggar Oplet Robet. Berada di sekitaran tempat penampungan sampah warga, bangunan itu bercat hijau.
Lingkungan di lokasi TPS tidak terlihat kumuh. Pasalnya, masyarakat setempat menjaga dengan serius kondisi kampungnya, termasuk urusan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas). Gedung tempat TPS 028 Pinang Ranti biasa digunakan untuk berbagai acara warga, mulai dari hajatan, pernikahan, atau sekadar kumpul bermasyarakat.
Tarigan mengaku awalnya tak mengetahui peristiwa yang viral di media sosial itu terjadi di lingkungannya. Warga sekitar malah mengira terjadi di TPS lainnya.
“Intinya warga di sini semua baik, semua jujur. Saya tahu betul warga di sini semuanya. Mereka itu bukan orang yang bisa diajak melakukan coblos-coblos seperti itu. Nggak mungkin itu terjadi,” ujar Tarigan.
Pelakunya, kata Tarigan, bukan berasal dari lingkungan tempat tinggalnya. Sehingga dirinya merasa kesal karena ulah pelaku, mencoreng nama baik tempat tinggalnya.
“Orang di sini baik-baik. Itu memang penyelenggara pemungutan suara kan dari luar. Di sini itu bisa dibilang paling ketat, handphone saja saat pencoblosan tidak boleh masuk. Tidak boleh bawa tas. Di sini polos-polos, lihat saja itu sibuk urus sampahan,” imbuhnya.
Tarigan mengakui sempat terjadi serangan fajar di lingkungannya. Namun, dia enggan blak-blakan mengenai kubu calon gubernur mana yang melakukan serangan fajar. Warga RT17 RW02 itu merasa upaya itu biasa terjadi, khususnya dalam momen pemilu.
“Ada yang kasih sembako, tapi ujungnya diminta bayar Rp5 ribu per sembako. Ada yang datang langsung malam-malam, tapi nggak nyuruh milih. Cuma ngasih kaus-kaus saja,” ucapnya.
Tarigan mengatakan, tidak ada anggota TNI-Polri yang terlibat dalam upaya intervensi hak suara untuk salah satu paslon. Semua anggota dinilainya sudah bekerja dengan tertib dan profesional, yang kemudian dikonfirmasi oleh istrinya.
“Bapak itu ya dikenal kawan-kawannya mereka. Nggak ada yang berani begitu, polisi, tentara, enggak ada sih di sini ikut minta pilih-pilih,” kata istri Tarigan.