5 Fakta Gencatan Senjata Israel-Hizbullah, Siapa yang Diuntungkan?

5 Fakta Gencatan Senjata Israel-Hizbullah, Siapa yang Diuntungkan?

Global | okezone | Rabu, 27 November 2024 - 11:35
share

BEIRUT – Kelompok Hizbullah, Pemerintah Lebanon, dan Israel telah menyetujui gencatan senjata yang akan mengakhiri perang yang telah berlangsung selama lebih dari sethun anttara kedua belah pihak. Konflik yang dimulai sehari setelah serangan keloompok Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023 itu telah menewaskan setidaknya 3.768 orang, sebagian besar warga Lebanon, dan memaksa 1,2 juta orang meninggalkan tempat tinggal mereka.

Meski berbagai pihak telah mendukung gencatan senjata ini, masih belum jelas apakah jeda konflik terbaru ini akan dapat bertahan atau apakah kekerasan baru akan pecah antara Hizbullah dan Israel.

Berikut beberapa fakta tentang gencatan senjata terbaru antara Hizbullah dan Israel, sebagaimana dirangkum Okezone dari berbagai sumber:

  1. Diperantarai Amerika Serikat dan Prancis

Gencatan senjata yang disepakati oleh Hizbullah dan Israel ini terjadi dengan mediasi dari Amerika Serikat (AS) dan Prancis.

Presiden AS Joe Biden mengumumkan kesepakatan ini dari Gedung Putih, mengatakan bahwa gencatan senjata akan mulai berlaku pada pukul 4 pagi waktu Lebanon. Biden mengatakan telah berbicara dengan Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terkait kesepakatan ini.

Sementara itu Presiden Prancis Emmanuel Macron mendukung penandatanganan kesepakatan di platform media sosial X, dengan mengatakan itu adalah "puncak dari upaya yang dilakukan selama berbulan-bulan dengan otoritas Israel dan Lebanon, bekerja sama erat dengan Amerika Serikat."

  1. Israel dan Hizbullah Tarik Mundur Pasukan

Sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata ini, pasukan Israel akan mundur dari Lebanon selatan, dan Hizbullah akan mundur ke utara Sungai Litani, mengakhiri kehadirannya di selatan.

Penarikan pasukan dari kedua belah pihak ini akan memakan waktu 60 hari, dan tentara Lebanon, yang sebagian besar hanya menjadi pengamat dalam perang saat ini, akan dikerahkan ke selatan untuk memantau gencatan senjata.

Satuan tugas internasional yang dipimpin oleh Amerika Serikat yang mencakup pasukan penjaga perdamaian Prancis juga akan dikerahkan untuk mengawasi pelaksanaan gencatan senjata.

Tentara Lebanon akan diminta untuk memperluas perannya di Lebanon, terutama di wilayah selatan, di mana ia akan menjadi satu-satunya pasukan bersenjata dan mengambil alih semua aktivitas terkait senjata di negara tersebut.

 

  1. Warga Lebanon dan Israel Kembali ke Rumah Sacara Bertahap

Bagian lainnya dari kesepakatan ini adalah bahwa warga sipil Lebanon dan Israel harus diizinkan untuk kembali ke rumah mereka secara bertahap.

Namun, kerusakan di Lebanon selatan sangat luas sehingga sulit untuk mengatakan berapa banyak orang yang akan mencoba kembali ke sana. Di pihak Israel, penduduk dari utara mungkin akan kembali atau tidak karena banyak yang diperkirakan tidak mempercayai gencatan senjata.

  1. Ditanggapi Skeptis

Meski Presiden AS Joe Biden mengatakan bahwa kesepakatan gencatan senjata ini dirancang untuk mengakhiri konflik antara Hizbullah dan Israel secara permanen, para pakar dan pengamat menanggapinya dengan skeptis. Mereka menilai kesepakatan gencatan senjata ini tidak akan bertahan lama, kemungkinan hanya beberapa tahun saja.

"Tanpa kesepakatan politik komprehensif yang melibatkan Iran, gencatan senjata berisiko menjadi tindakan sementara," kata Imad Salamey, seorang profesor ilmu politik di Universitas Amerika Lebanon, kepada Al Jazeera.

"Bahkan dalam situasi seperti ini, gencatan senjata kemungkinan akan menghasilkan perdamaian relatif selama beberapa tahun," tambahnya.

Analis dan kolumnis media israel, Haaretz, Alon Pinkas mengatakan kepada Al Jazeera bahwa kesepakatan tersebut – berdasarkan rincian yang dilaporkan – tampak sangat rapuh dan mustahil untuk dilaksanakan, terutama jika hal itu bergantung pada perluasan peran tentara Lebanon.

 

  1. Dampak Bagi Hizbullah

Kehadiran gugus tugas internasional dan oposisi domestik terhadap peran militer Hizbullah membuat kelompok tersebut kesulitan untuk mendapatkan kembali kekuatannya sebelumnya. Menurut pakar, Hizbullah kemungkinan akan berusaha mengamankan posisinya di Lebanon daripada melakukan operasi eksternal menyusul kesepakatan gencatan senjata ini.

“Hizbullah mungkin terpaksa mengalihkan fokusnya ke dalam negeri, berusaha mengamankan relevansinya di dalam negara Lebanon daripada melalui operasi militer eksternal, dengan demikian memposisikan dirinya untuk berperan dalam membentuk lanskap politik Lebanon di masa depan,” kata Imad Salamey kepada Al Jazeera.

Topik Menarik