5 Negara yang Tak Akan Tangkap Netanyahu Meski Ada Surat Perintah ICC
JAKARTA - Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) pada Kamis (21/11/2024), mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, yang memimpin banyak operasi militer di Gaza. Melansir Washington Post, pengadilan mengatakan bahwa mereka memiliki alasan yang cukup untuk meyakini bahwa Netanyahu dan Gallant bertanggung jawab atas kejahatan seperti menggunakan kelaparan sebagai senjata perang, serta pembunuhan, penganiayaan, dan tindakan tidak manusiawi lainnya.
Netanyahu tetap bersikeras untuk melanjutkan perang di Gaza, sambil menyebut keputusan pengadilan sebagai hal yang memalukan dan menegaskan bahwa tidak ada keputusan yang akan menghentikan mereka untuk mempertahankan negara Israel dengan segala cara. Gallant, yang baru saja dipecat oleh Netanyahu sebagai Menteri Pertahanan bulan ini, mengatakan Israel tidak akan terhalang dan akan terus berjuang untuk mencapai tujuan perang mereka.
Sebagian besar negara Eropa adalah negara anggota ICC, termasuk semua negara anggota Uni Eropa. Josep Borrell, diplomat tinggi Uni Eropa, menulis di X bahwa surat perintah tersebut bersifat mengikat bagi semua negara yang menjadi pihak dalam Statuta Roma, atau perjanjian internasional yang mendirikan ICC. Namun, terdapat negara-negara yang menolak keputusan ICC untuk menangkap Netanyahu dan tersangka lainnya.
1. Amerika Serikat (AS)
Menyadur Al Jazeera, Juru Bicara Gedung Putih, Karine Jean-Pierre, menyatakan bahwa AS secara mendasar menolak keputusan ICC, dan mengkritik proses penerbitan surat perintah tersebut sebagai terburu-buru dan penuh kesalahan.
"Kami pada dasarnya menolak keputusan pengadilan untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk pejabat senior Israel," ujar Jean-Pierre kepada wartawan. "Kami sangat prihatin dengan langkah tergesa-gesa jaksa dalam mengajukan surat perintah penangkapan, serta kesalahan proses yang dianggap mengkhawatirkan dan berujung pada keputusan ini,” tambahnya.
AS juga berargumen bahwa ICC tidak memiliki yurisdiksi atas pejabat Israel karena Israel bukan anggota ICC. Namun, ICC menyatakan bahwa mereka memiliki wewenang karena Palestina, sebagai lokasi dugaan kejahatan, telah menerima kekuasaan hukum dari pengadilan tersebut. AS tidak mengakui yurisdiksi ICC, sehingga kecil kemungkinan surat perintah ini akan ditegakkan di wilayahnya.
Politikus dari Partai Demokrat dan Republik mayoritas mendukung Israel dan mengkritik ICC. Senator Lindsey Graham mendesak agar ICC dikenakan sanksi, menyebut ICC sebagai pengadilan tidak sah dan mengancam akan menggunakan American Service-Members Protection Act, atau dikenal sebagai Hague Invasion Act. Undang-undang ini memungkinkan AS menggunakan segala cara yang diperlukan untuk melindungi sekutunya dari tindakan pengadilan internasional, termasuk potensi intervensi militer.
2. Hungaria
Menurut The Associated Press, pada hari Jumat (22/11/2024), Perdana Menteri Hungaria Viktor Orbán mengkritik keras keputusan ICC yang mengeluarkan surat perintah penangkapan Netanyahu. Orbán mengatakan bahwa ia akan menentang perintah tersebut dengan mengundang Netanyahu ke Hungarian dan berjanji akan mengabaikan surat perintah itu jika undangannya diterima.
"Kami akan menentang keputusan ini, dan itu tidak akan memiliki konsekuensi baginya," kata Orbán. Menteri Luar Negeri Hungaria Péter Szijjártó sebelumnya juga mengkritik surat perintah ICC sebagai hal tidak masuk akal.
Dalam komentarnya di radio nasional, Orbán menyebut ICC telah campur tangan dalam konflik yang sedang berlangsung untuk tujuan politik, dengan mengatakan keputusan tersebut justru merusak hukum internasional dan memperburuk ketegangan. Meskipun negara-negara anggota ICC, seperti Hungaria, diwajibkan untuk menangkap tersangka yang memiliki surat perintah jika mereka berada di wilayah negara tersebut, ICC tidak memiliki cara untuk memaksa pelaksanaan ini. Sebagai sekutu dekat Netanyahu, Orbán menganggap surat perintah ini sangat lancang dan sinis.
3. Republik Ceko
Melalui The Times of Israel, Perdana Menteri Republik Ceko, Petr Fiala, menolak keputusan ICC yang mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap PM Israel dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant, serta kepala militer Hamas yang telah tewas, Muhammad Deif.
Petr Fiala, melalui juru bicaranya, Lucie Ješátková, menyebut keputusan ICC sebagai sesuatu yang tidak menguntungkan. “Keputusan ICC yang tidak menguntungkan merusak otoritas dalam kasus lain dengan menyamakan perwakilan terpilih dari negara demokrasi dengan para pemimpin organisasi teroris Islam,” tulisnya di platform X.
Meski begitu, juru bicara Kementerian Luar Negeri, Daniel Drake, menyatakan bahwa sebagai penandatangan Statuta Roma, Republik Ceko wajib menghormati dan menjalankan perintah pengadilan. Proses penangkapan internasional berada di bawah kewenangan jaksa penuntut umum dan kepolisian, sehingga bukan keputusan politik.
4. Italia
Wakil Perdana Menteri Italia sekaligus Menteri Transportasi dan pemimpin partai sayap kanan League, Matteo Salvini, menyatakan bahwa Benjamin Netanyahu akan disambut baik di Italia meskipun menghadapi tuduhan kejahatan perang di Gaza dari ICC, sebagaimana yang dilansir dari media Italia ANSA.
"Saya berencana bertemu dengan anggota pemerintahan Israel segera, dan jika Netanyahu datang ke Italia, dia akan disambut baik. Para penjahat perang adalah orang lain,” ungkap Salvini. Ia juga mengkritik ICC dengan mengatakan bahwa menyebut Netanyahu sebagai penjahat perang adalah tindakan yang tidak menghormati, terutama mengingat posisi Netanyahu sebagai pemimpin dari salah satu negara demokrasi di Timur Tengah.
5. Jerman
Berdasarkan laman The Telegraph, Jerman mengisyaratkan bahwa pihaknya tidak akan menangkap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu jika ia mengunjungi negara tersebut, mengingat sejarah Nazi Jerman dan hubungan uniknya dengan Israel.
"Sulit membayangkan bahwa penangkapan akan dilakukan di Jerman atas dasar ini,” jelas Steffen Hebestreit, juru bicara Kanselir Jerman Olaf Scholz.
Pemerintah Jerman, yang dikenal sebagai salah satu pendukung terbesar ICC, mengatakan dalam pernyataan resminya bahwa mereka telah mencatat keputusan ICC. Namun, Jerman juga menegaskan bahwa sejarahnya membawa tanggung jawab khusus terhadap Israel.
"Kami akan memeriksa langkah-langkah domestik dengan hati-hati. Tindakan lebih lanjut hanya akan dipertimbangkan jika kunjungan Netanyahu atau mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant ke Jerman dapat dipastikan,” papar Hebestreit dalam laman resmi Kantor Pers dan Informasi Pemerintah Federal Jerman.
Dalam wawancara bersama The Telegraph, Duta Besar Israel untuk Jerman, Ron Prosor, menyebut Jerman sebagai mitra strategis kedua setelah Amerika Serikat, berkat respons luar biasa negara itu terhadap serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.